Chapter-36

92 6 0
                                    

"Aku mau kerja." kata Triska lantang.

Moza yang duduk di sampingnya pun menoleh cepat. Wanita di sampingnya itu fokus dengan ponselnya untuk melihat video lucu di salah satu aplikasi ponselnya. "Maksudnya?" ucap Moza heran.

"Aku mau kerja, masa iya nggak denger?" ucap Triska lagi dengan suara yang kesal.

"Maksudnya kamu kerja untuk apa? Jatah bulanan dari aku kurang?"

Bukan masalah kurang atau tidaknya, tapi Triska tidak suka jika Moza kembali mengungkit. Contohnya mobil, yang beli siapa yang dituduh habiskan duit siapa. Beli satu potong baju saja kadang Triska mikir, mau beli apapun juga seizin Moza, wanita itu menganggap jika Triska tidak memiliki hak paten untuk jatah bulanan. Kalau minta tambah suka dibilang boros, harus berhemat karena banyak keperluan. Padahal permintaan Triska itu terbilang murah dan gampang dijumpai, tapi Moza ... entah kenapa Triska berpikir dia memang harus mencari uang sendiri. Kalau mau beli apapun itu gampang, tidak perlu minta atau menunggu persetujuan dari Moza. Selain itu Triska juga bisa membuktikan apa yang dia pikirkan dan orang lain bilang itu bohong. Kalau Moza dan Elena tidak memiliki hubungan apapun, hubungan mereka sudah selesai ketika Moza menolong Elena dari amukan Rizky.

"Cukup. Aku cuma pengen kerja aja. Kamu setuju atau nggak aku nggak peduli lagi!!"

Moza tahu Triska sedang marah padanya tapi kan tidak seharusnya mengambil keputusan seperti ini? Tapi ada baiknya juga kalau Triska kembali bekerja, setidaknya wanita itu tidak lagi bertemu dengan Nisa maupun Rizky. Dan hubungannya dengan Elena akan aman, dipastikan tidak ada lagi orang yang mengganggu Moza dan juga Elena kembali.

Pria itu akhirnya mengizinkan Triska untuk bekerja kembali. Perusahaan mana yang menjadi incaran Triska. Terakhir bekerja dengan jabatan tinggi akan mempermudah Triska mencari kerja. Kalau perlu Triska bisa masuk ke perusahaan Moza yang memang sedang mencari pegawai disana.

Sayangnya Triska menolak, dia tidak mau satu kantor dengan Moza. Yang ada Triska tidak akan mendapatkan apa-apa. Wanita itu menjelaskan jika dia mengincar perusahaan asing di tengah kota. Perusahaan baru yang merekrut banyak orang untuk menjadi pegawai disana. Dan Triska merasa tertarik dengan perusahaan itu, dia juga sudah mengirim file lamaran kesana. Triska hanya perlu menunggu untuk interview dan siap bekerja, Triska tidak begitu berharap tapi melihat latar belakang Triska sudah dipastikan wanita itu akan diterima dengan posisi yang tinggi juga.

"Ya sudah kamu aku izinin kerja, asal jangan terlalu capek. Jangan lupa sama aku dan Naufal, ketimbang kamu di rumah uring-uringan begini aku yang repot sayang." ucap Moza lembut sambil mengusap puncak kepala Triska. "Nanti berangkat sama aku, kayaknya searah sama kantor aku kan?" kata Moza lagi. Setidaknya dia harus mengiyakan apa yang Triska inginkan, asal semuanya bisa dikendalikan dengan benar.

Triska menatap Moza heran, hanya itu jawaban dari pria yang sesudah dua belas tahun hidup dengannya? Mengiyakan apa yang wanita itu inginkan? Apa dia tidak bertanya lebih lanjut lagi? Bahkan setelah pulang dari luar kota Moza sekalipun tidak pernah menyentuh Triska. Tidak pernah memberikan nafkah batin sampai detik ini. Setahu Triska satu minggu kalau tidak keluar pria akan merasa pusing. Ini sudah hampir satu bulan dan Moza betah tidak menyentuh Triska? Yang ada Triska yang pusing setengah mati karena sudah menggodanya tapi Moza tidak tertarik lagi dengannya.

Pikiran Triska menjadi kacau, sudah dipastikan Moza punya wanita lain selain Triska. Terlihat dari sikapnya yang banyak berubah dan Moza tidak mengakuinya sampai detik ini. Tidak masalah, yang terpenting setelah Triska bisa keluar dari rumah ini dan bekerja, Triska akan mencari tahu kebenarannya sendiri.

"Boleh juga. Atau nggak, aku bisa pake mobil aku sendiri."

Moza menggeleng. "Bareng sama aku aja sayang, biar lebih praktis. Lagian kalau sama aku kan semua orang harus tahu kamu itu sudah punya suami, bukan gadis lagi."

Jika dulu mendengar ucapkan itu Triska bisa berbunga-bunga. Sekarang nyatanya tidak, wanita itu hanya tersenyum canggung untuk menanggapi ucapan manipulatif itu. "Gitu yaaaaaaaaa. Siapa juga yang mau deketin, udah ada buntut satu tuh."

"Sayang jaman sekarang itu nggak pandang bulu. Yang penting suka udah pasti langsung gas aja." jelas Moza.

Dan Triska pastikan jika dirinya tidak akan seperti itu. Triska bukan wanita murahan yang ngeliat pria tampan di hadapannya langsung jatuh cinta. Yang ada Triska itu sudah cukup dengan satu orang yang benar-benar bersyukur memiliki Triska. Jika tidak ... ya entahlah ...

"Ya udah do'ain aku keterima ya." kekeh Triska.

"Pasti dong, aku selalu do'ain kamu yang terbaik pokoknya." jawab Moza terkekeh juga dan membuat wanita itu tersenyum kecil.


***

"Za ... jujur sama gue lo nggak ada hubungan kan sama Elena?" tanya Nico to the point.

Saat ini mereka berada di salah satu tongkrongan di ibukota yang menjadi tempat tongkrongan mereka sejak dulu. Moza hanya ingin berkumpul saja karena memang dia yang paling sulit ditemui, begitu juga dengan Nico yang ingin bertemu dengan alasan membahas bayi tabung. Dan untuk pertama kalinya Moza menolak, dia tidak mau melanjutkan proses bayi tabung lagi karena Triska tidak ingin. Padahal wanita itu tahu jika Moza ingin sekali punya anak lagi dengan jenis kelamin perempuan. Hanya saja istrinya yang membangkang membuat impian Moza hancur.

"Apa? Gue nggak ada hubunganya sama Elena." protes Moza cepat

"Masa sih? Jujur aja Za gue lebih suka lo jujur. Nggak mungkin lo nggak ada hubungannya sama Elena setelah Elena jadi janda." tambah Reno yang seolah tidak setuju dengan jawaban Moza.

Tapi disini Moza menjelaskan jika dirinya sama sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan Elena. Dia memang pernah jatuh cinta dengan Elena, dia juga pernah membantu Elena dalam rumah tangannya dengan Rizky. Bukan berarti kebaikan Moza bisa di salah artikan dengan tuduhan mereka ada hubungan. Meskipun Moza sempat mengakui jika perasaan itu masih disimpan sampai sejauh ini tetap saja Moza tidak Terima dengan tuduhan itu.

Reno membenarkan posisi duduknya untuk menatap Moza dengan lekat. "Jangan bohong, gue pernah liat lo pergi ke restoran tema mawar sama Elena. Gue nggak mungkin salah orang, secara gue tau betul postur tubuh lo kayak apa. Dan wanita itu ... Elena!!"

"Iyaa gue juga pernah liat lo satu mobil sama Elena juga. Gue belum buta sama sekali soalnya." tambah Nico.

Moza menelan ludahnya dengan susah payah, dia pun menatap kedua sahabatnya itu bingung. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Berbicara jujur pada mereka bukanlah hal yang seharusnya kan?

"Za jujur Za ... lo ada hubungannya sama Elena kan?"


To be continued

Update pagiiii syekali. Untuk menemani kalian nih ...
Karena mau pergi ke acara mananya update cepet. Gue double up ya ...

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang