Chapter-35

123 10 2
                                    

“Jadi gimana?” tanya Elena kesekian kalinya.

Moza menggeleng sambil mengusap wajahnya frustasi. “Aku enggak tau. Mereka pernah ketemu, takut aja kalau Rizky bakalan ngelukain Triskan juga.” 

Wanita itu melirik Moza sejenak menghembuskan nafasnya yang berat seraya berpikir. Kalau begini keadaannya juga sangat mengkhawatirkan, bagaimanapun Triska itu tidak mengenal Rizky dengan baik. Bagaimana sikap Rizky selama ini pada banyaknya orang termasuk perempuan. Jika Rizky orang baik mana mungkin Elena meminta pisah dan pergi jauh dari rumah yang ditempati.

“Rizky tidak sebaik yang Triska kira. Aku takut dia jadi korban  selanjutnya, Za.” ucap Elena dengan wajah yang khawatir.

“Aku juga mikirnya begitu, kenapa gitu loh harus bertemu.”

Kalau begini terus keadaan Elena yang mengkhawatirkan. Triska maupun Rizky tidak ada yang boleh tahu dimana Elena tinggal, selain capek pindah-pindah rumah terus. Elena juga lelah jika harus berhadapan dengan Rizky. Wanita itu hanya takut jika Rizky menggunakan Triska untuk mencari berita dan juga kabar tentang Elena. Dimana dia tinggal dan Rizky bisa kembali seperti dulu lagi dengan sikap yang sama. Jujur, Elena masih trauma hidup bersama dengan Rizky, seolah tidak ada orang yang dia percaya kecuali Moza. Bahkan selama ini jika ada yang mencoba mendekatinya saja Elena langsung memilih pergi. Bagaimana jika hal itu terulang kembali?

Melihat kekhawatiran Elena, Moza pun menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. Seolah genggaman itu meyakinkan Elena jika semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada satu orang pun yang bisa menyentuh Elena selain Moza. Tidak ada yang satu orang pun yang bisa menyakiti Elena termasuk Moza. Apapun yang terjadi kedepannya Moza akan terus berpihak pada Elena tidak dengan yang lain termasuk Triska. Meskipun Triska publish istri sah Moza, tetap saja Elena adalah tujuan utama Moza.

“Tenang saja, aku yang akan melindungi kamu sampai kapan pun. Termasuk nyawa aku yang jadi taruhannya nggak masalah.” ucap Moza.

“Beneran ya Za, aku nggak punya orang lain selain kamu soalnya.”

“Kamu tenang aja. aku akan selalu ada untuk kamu.”

“Terus gimana sama Triska? Gimana kalau dia tahu hubungan kita ini, apakah dia akan marah sama kita Za.”

Berkali-kali Moza meminta Elena untuk tidak memikirkan hal itu. Semua akan ada saatnya Triska tahu tapi tidak sekarang, Moza masih memikirkan banyak hal untuk hal ini. Triska hanya perlu diam dan mengikuti apa yang Moza katakan selebihnya tidak perlu khawatir berlebihan. Semuanya akan baik-baik saja ditangan Moza.

Sedangkan yang ada dipikiran Elena kali ini adalah, bagaimana cara Elena bisa hamil cepat. Dengan begitu Moza tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Tidak masalah jika hanya menjadi yang kedua, yang terpenting hidup Elena terhindari dari Rizky dan juga masalah lainnya. Memang dari dulu hanya Moza saja yang bisa menolong dan melindungi Elena, selebihnya tidur ada orang yang seperti Moza di kehidupan sekarang dan di masa mendatang.

Memeluk tubuh Moza dengan menggoda, Elena pun tersenyum miring. Tangannya terus bermain di dada bidang Moza seolah menggoda pria itu untuk tidur dengannya. Tapi yang ada Moza malah menyentuh tangan Elena lembut dan membuatnya diam sejenak.

“Kenapa? Aku nggak pernah minta jatah, sekarang aku yang minta duluan apa nggak boleh?” tanya Elena heran.

Moza tersenyum. “Boleh aja. Tapi lagi nggak mood.”

“Aku bikin mood deh.” kekeh Elena

Moza juga ikut terkekeh, menarik tangan Elena untuk duduk diatas pangkuannya untuk melepas satu persatu baju yang wanita itu kenakan. Moza tersenyum penuh arti, begitu juga dengan Elena yang seolah menganggap dirinya memenangkan sebuah hadiah berlian saat berhasil membuat Moza bertekuk lutut dk hadapannya. Tatapan pria itu masih sama seperti tatapannya dulu, penuh cinta dan juga begitu teduh bagi Elena.

Elena mulai memainkan aksinya, melucuti satu persatu baju yang Moza pakai sehingga telanjangi bulat di hadapannya. Elena kembali duduk di atas pangkuan Moza dan mulai menggoda pria itu. Memainkan tubuhnya dengan penuh gairah, sehingga membuat desahan dari bibir Moza keluar dengan nikmat.

“Aku mencintaimu Za.”

Bisikan itu membuat tubuh Moza menegang seketika. Dengan mata yang berkabut gairah, pria itu masih mencoba untuk menetralkan dirinya. Tapi yang ada Elena terus menggodanya untuk tenggelam begitu dalam … dalam lautan gairah yang wanita itu ciptakan.

“Sekali lagi.” desah Moza,

Elena menggigit bibir bawahnya. Permainannya begitu intens, sehingga untuk mengatakan satu kata lagi saja dia begitu susah. Tangan Moza yang mulai meremas pinggang Elena, membuat wanita itu mengerti jika pria yang ada di hadapannya saat ini sudah mendekati klimaks.

Dengan suara yang pelan, dan bibir yang menempel di telinga Moza wanita itu pun kembali berucap, “Aku mencintaimu Moza. Sangat mencintaimu.”

Moza tersenyum sambil memeluk tubuh Elena dengan hangat. “Aku juga mencintaimu, Elena.” 

Dan …. Itulah yang Elena harapkan dari Moza. Kata cinta yang keluar dengan begitu pantang meskipun dilanda dengan gairah yang membara.


***

Triska terus terbelenggu dengan keadannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa, dan dia sudah merasa jika dirinya benar-benar hampir gila. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang Triska tidak tahu sejak dulu, Moza bilang dia akan menemui Nico. Sedangkan malam ini Nico bersama dengan Triska untuk kembali membahas masalah bayi tabung yang Moza katakan beberapa hari lalu. Entah kemana perginya Moza sehingga dia sudah beranjak membohongi Moza sejauh ini.

“Malam ini aku nggak ada janji sama Moza, dia juga nggak bilang kalau ngajak ketemuan. Aku tau betul Tris suami kamu itu sibuk banget, makanya buat ketemu aja susah.” jelas Nico.

“Tapi dia bilang mau ketemu sama kamu, Nico.”

“Demi Tuhan aku nggak ketemu dia Triska. Aku aja habis dari rumah sakit karena ada yang operasi melahirkan.”

Mengacak rambutnya, Triska tidak tahu lagi harus berbicara apa. Sejauh ini Moza tidak pernah berbohong padanya, Moza tidak pernah menyembunyikan apapun dari Triska. Tapi malam ini dengan kesadaran penuh Moza berbohong pada Triska. Jika tidak bertemu dengan Nico, lalu pria itu pergi kemana?

“Aku juga nggak tau Moza kemana. Akhir-akhir ini dia sibuk banget, mau ketemu bahas ini aja harus atur jadwal dulu. Renk juga bos tapi gak sesibuk Moza deh, tiap hari selalu bilang nggak ada waktu.”

Disini Triska menjelaskan jika Moza akhir-akhir ini terlalu sibuk karena proyek besar. Dia juga baru pulang dari luar kota tiga minggu yang lalu, dia pergi selama satu minggu itupun juga selama pergi Triska seolah tidak punya waktu untuk bisa menghubungi Moza lagi. Untuk menelpon satu menit saja Triska begitu susah apalagi yang begini.

“Aku udah nggak tau lagi.’ kata Triska akhirnya.

Nico menatap prihatin, dia tahu betul kemana Moza pergi. Tapi untuk memberi tahu Triska apa yang sebenarnya terjadi, membuat hati Nico tidak tega. Dia tidak ingin melihat Triska menangis hanya karena Moza, kurang apa coba Triska selama ini untuk Moza sehingga Moza dengan teganya memperlakukan Triska sedemikian rupa. Sungguh, hati Nico mendadak ikut sakit melihat Triska yang terus mengeluh di hadapannya.

“Triska kamu mau kerja nggak? Ketimbang kayak begini terus  lebih baik cari kesibukan. Nggak usah bilang Moza aku tau dia pasti ngelarang kamu kerja kan? Kalau mau aku bisa bantu kamu.”

Bilang yang sebenarnya Nico, kenapa malah nawarin kerjaan sih!! Gerutu Nico dalam hati.


To be continued

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang