Chapter-46

183 8 0
                                    

Dengan linglung Triska menyusuri jalanan  ibu kota dengan kedua kakinya. Dia meninggalkan rumah Elena satu jam yang lalu, air matanya tak henti-hentinya menetes. Dadanya kembali sesak mengingat semua kenangannya bersama dengan Moza, ditambah lagi pengakuan Moza yang lebih mencintai dan memilih Elena ketimbang Triska yang susah dua belas tahun menemani pria itu. Dari tidak memiliki apapun  sampai dia bisa di posisi setinggi ini Triska masih setia menemani Moza. Tapi nyatanya ketika dimana pria itu menemukan titik tertinggi nya, disitulah orang yang pernah berjuang dengannya akan dicampakkan. Digantikan dengan orang yang menyambutnya di ujung kesuksesan. 

Menarik nafasnya panjang, Triska mulai memikirkan masa depannya. Dia tidak mau dimadu, dia tidak mau tinggal satu rumah dengan Elena. Sejak dulu, sejak wanita itu datang Triska sudah tidak menyukai wanita itu. Tapi karena Moza, karena wanita itu teman Moza sebisa mungkin Triska menghargai Elena, berteman baik meskipun dalam hati dia menolak secara terang-terangan. Sungguh, betapa bodohnya Triska kali ini yang selalu mengabaikan telepon rahasia dari orang etah siapa yang selalu memberitahu dimana Moza berada. Wanita itu tidak percaya, dan lebih percaya dengan apa yang Moza katakan. Tapi nyatanya … kenyataan membuat Triska sadar, sepercaya apapun dia pada manusia akhirnya juga akan tersakiti juga.

Air matanya luruh kembali, bersamaan dengan itu ponsel wanita itu berdering. Triska menatap layar ponsel nya dan tersenyum, ternyata ibu mertuanya yang menelepon. Mungkin saja ibunya itu memberikan kabar baik dari rumah sakit.

“Hallo Mi … .” kata Triska sebagian sapaan. Dia mengusap hidupnya yang terus mengeluarkan ingus. Dan mencoba menetralkan suaranya agar tidak bergetar hebat. Setidaknya ibunya tidak curiga jika Triska habis bertengkar hebat hingga menangis. 

“Kamu dimana kok perginya lama banget. Ini Nuafal nyariin loh, cepet balik rumah sakit ya. Sekalian bilang sama Moza juga ya Tris.” 

Triska tersenyum getir. Dia pun mematikan sambungan teleponnya dan kembali menangis. Apa yang harus dia katakan pada Naufal dan juga ibunya tentang Moza? Apa semua orang akan bisa menerima keadaan Moza saat ini yang telah menikah dengan Elena dan wanita itu tengah hamil. Alasan apa yang harus Triska lontarkan pada mereka agar mereka semua tidak marah dan tersinggung?  

Ketika Triska ingin menyimpan ponselnya, ada sebuah panggilan masuk dengan nomor yang tidak dikenal. Alis Triska mengerut dengan sempurna, orang itu pasti akan tertawa puas setelah tahu apa yang terjadi sekarang. Dia pasti bahagia melihat penderitaan Triska kali ini. Mencoba untuk mengabaikan, nyatanya orang itu kembali menelepon. Triska yang risih pun segera menerima panggilan itu dengan mengatur nafasnya lebih dulu, setidaknya orang itu tidak boleh tahu se menyedihkan apa dirinya sekarang 

“Apa? Ada apa?” cerocos Triska tak sabaran.

“Bagaimana? Aku sudah bilang kan, Moza dan Elena itu ada hubungan sejak dulu. Kamunya aja yang bodoh, yang masih percaya  Moza ketimbang aku. Aku tau segalanya tentang mereka “ ucap orang itu tertawa puas. 

Mengusap air matanya Triska pun mencoba untuk biasa saja. “Sebenarnya kamu itu siapa? Kenapa kamu tahu segalanya tentang Moza dan juga Elena?” 

“Nggak perlu tahu siapa aku. Yang jelas sekarang, kamu bukan tujuan utama dalam hidup Moza. Dia menikah denganmu hanya karena balas budi karena kamu mau sama dia. Masalah Naufal aku pastikan Moza tidak akan pernah mau peduli lagi dengan putranya itu. Bodoh!! Lebih baik perbaiki dirimu tanpa memikirkan Moza lagi.” katanya kembali. “Dia hanya ingin punya anak dari Elena bukan dari kamu. Apa yang kamu harapkan? Masa depan akan yang kamu tata dengannya? Semuanya tidak akan terjadi di kehidupan kedepan. Karena apapun yang terjadi Moza tetap akan mencintai dan memilih Elena. Dia tidak akan pernah mencintai kamu sedikitpun Triska!! Sekarang nikmatilah apa yang telah terjadi, karena sebelumnya itu lah yang aku rasakan ketika Moza ikut campur dalam hidupku. Kehancuran ku adalah tujuan utama ku. Haha.” ujarnya kembali dan tertawa kencang. 

Triska menjatuhkan ponselnya yang sudah mati di hadapannya. Dia tidak tahu apa salahnya apa dengan orang itu, sehingga dia bersikap seperti itu. Tapi yang jelas Triska tidak pernah menyakiti orang lain, dia jarang berinteraksi dengan banyak orang. Dan kenapa orang itu memfokuskan kehancuran Triska adalah tujuan utamanya. Apa mungkin semua ini sudah terencana? Tapi … siapa yang melakukan hal ini? 

Berhenti di jembatan, Triska pun berteriak kencang disana dan meraung. Hatinya begitu sakit, penampilannya sudah kacau seperti orang gila di pinggiran jalan. Belum lagi berkali-kali wanita itu menarik rambutnya, mengacak nya hingga kusut dan tak tertata. Kalau Moza tidak pernah mencintainya untuk apa juga mereka menikah hingga memiliki anak? Setidaknya waktu awal bertemu, Moza tidak melakukan hal ini. Tidak perlu bersikap manis, menjadi ayah dan juga suami siaga untuk Naufal dan juga Triska dulu. Atau mungkin Moza tidak perlu memperlakukan Triska layaknya RATU di rumah dan juga hidupnya, mengenalkan dirinya dan juga merasa bangga setelah hidup lama dengan Moza dan masih setiap dengan sikap pria itu yang temperamental. 

Mengusap air matanya, Triska pun mencari sesuatu di sekitarnya. Tak jauh dari nya ada sebuah masjid, wanita itu berjalan ke arah masjid untuk membersihkan diri lebih dulu. Tidak mungkin wanita itu kembali ke rumah sakit dengan keadaan yang kacau, bagaimana jika ada banyak kali pertanyaan tentang dirinya dan juga Moza setelah ini? 

Mengusap wajahnya dengan air mengalir, Triska terus berpikir masa depan dan juga kehidupannya setelah ini dengan Naufal bagaimana. Pria itu tidak mungkin mau Naufal ikut dengannya, karena emang waktu sakit saja Moza tidak peduli bagaimana hidup dengan pria itu. Yang ada Naufal tidak akan terurus sama sekali. 

Merasa sudah membaik, meskipun mata dan hidungnya terlihat sembab. Triska berharap jika tidak akan ada satu orang pun yang curiga dengan keadaannya kali ini. Tidak akan ada pertanyaan yang Triska sendiri malas untuk menjelaskan dan menjawab apa yang terjadi dengannya. Menarik nafasnya Panjang, barulah Triska keluar dari kamar mandi masjid dan terkejut.

Di hadapannya ada sebuah mobil putih terparkir indah di sana dengan seorang pria yang berdiri memunggungi Triska. Alis wanita itu mengerut sempurna menatap penampilan pria itu dari atas hingga bawah. Jaket jeans hitam, celana hitam panjang, rambut yang tertata rapi dan juga asap rokok yang mengepul. Pria itu siapa? Dan kenapa ada disana? 

Menggeleng cepat dan mengusir pikiran negatifnya mungkin saja orang itu datang untuk pergi ke kamar mandi. Atau mungkin untuk istirahat sejenak dari perjalanan jauh. Atau mungkin lagi orang yang ingin menunaikan ibadah di masjid ini? Melewatinya begitu saja pria itu mendadak tersenyum miring melihat punggung Triska yang berhenti tak jauh darinya. 

“Triska … .” panggilnya dan membuat mata Triska melebar sempurna. Dia itu siapa? 



To be continued 

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang