Chapter-55

153 8 0
                                    

“Gimana hasilnya? Udah bisa ketemu sama Naufal?” tanya Bagas penasaran.

Triska mengangguk, dia memang bertemu dengan Naufal. Tapi bocah itu sudah berubah banyak hal, dan sekarang Naufal malah membenci ibunya sendiri karena ulah Elena. Wanita itu selain merebut Moza darinya, dia juga merebut Naufal dari Triska. Bisa tidak sih jika salah satu saja? Jangan borongan begini dong, yang ada sakitnya biasa. 

Disini Triska hanya bisa diam saja, bibirnya seolah kaku untuk menjelaskan apa yang terjadi baru dan di dalam sana kecuali air mata yang masih saja saja keluar dari kedua bola matanya. Bagas sendiri tidak memaksa, dia memilih mengajak Triska pergi ketimbang bertanya banyak hal pada Triska. Dunianya sedang tidak baik-baik saja, dan dia tidak membutuhkan pertanyaan bodoh yang baru saja Bagas lontarkan barusan.

Pria itu mengajak Triska ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Sebuah kabin penginapan di atas langit yang memiliki viewers terindah. Bukan ada maksud lain Bagas mengajak Triska pergi kesini, dia ada rapat penting dengan pemilik kabin penginapan. Ditambah lagi susana Triska yang mungkin saja membutuhkan suasana baru, agar moodnya kembali membaik. Mungkin dia salah, tidak meminta izin lebih dulu tapi sebisa mungkin Bagas melakukan hal ini karena untuk dirinya saja. Untuk kebaikan Triska tidak lebih.

“Ayo turun.” ajak Bagas.

Triska mengedarkan pandangannya ke penjuru arah. Dia pun menatap sekeliling tempat ini dengan alis yang mengerut. Sepanjang perjalanan tadi Triska hanya melamun saja, banyak sekali hal yang dia pikirkan sejak tadi termasuk Naufal. Sampai-sampai dia tidak sadar jika mobil yang menjadi tumpangannya berhenti di tempat lain yang bukan kantor apalagi rumahnya. Entah sudah berapa jam perjalanan  yang Triska tempuh sehingga dia tidak menyadari hal itu.

“Kita ada dimana Pak? Kenapa saya diajak kesini?” tanya balik Triska dengan heran.

Bagas hanya tersenyum, menarik tangan Triska untuk segera masuk. Lalu, memesan dua kabin untuk dirinya dan juga Triska yang bersebelahan. Ditempat ini ada banyak hal yang bisa mereka lakukan, mungkin beberapa hari kedepan mereka akan ada disini untuk pekerjaan dan juga susana hati Triska. Siapa tahu saja setelah pulang dari penginapan kabin ini suasana hati Triska bisa berubah membaik seperti dulu. Tidak masalah jika Naufal berubah, mereka masih punya cara untuk mengeluarkan Naufal dari sana. Itu sebabnya Bagas akan mengajak Triska berunding, dan meminta bantuan temannya untuk memecahkan masalah ini. Bagas yakin dengan keputusan Bagas yang kurang ajar ini karena sudah ikut campur dalam rumah tangga Triska, wanita itu akan menyetujui ide gila Bagas ini.

“Kita akan menginap disini beberapa hari kedepan. Saya ada kerjaan, kamu bisa healing atau menikmati tempat ini sampai susana hati kamu membaik.” tutur Bagas.

Triska hanya menatapnya saja. Kenapa disaat seperti ini malah ada orang lain yang baik padanya, membantunya hingga mendampinginya selama ini. Moza dulu juga begitu, baik padanya, peduli dengannya, bahkan melakukan apapun untuk Triska. Dan sekarang posisi itu diisi oleh Bagas yang dia kenal selama bekerja karena notabene dia adalah bos Triska. Ada ya bos sebaik Bagas begini sampai mau membantu kasus rumah tangga Triska? Rasanya benar-benar diluar dugaan Triska.

“Saya nggak bawa baju ganti, saya nggak bawa uang, saya nggak bawa tas Pak. Kalau saya pengen sesuatu gimana?” tanya Triska bingung.

Bagas menaikan satu alisnya. “Nggak perlu khawatir, semua aku yang tanggung. Kamu nggak perlu khawatir tentang kebutuhan manusia disini, di lobi ada banyak penjual, mau beli sesuatu kah sebelum masuk kabin?” 

Triska mengangguk kecil, dia pun masuk ke supermarket kecil di lobi untuk membeli beberapa cemilan  minuman dan juga kebutuhan mandi keduanya. Bahkan saat seperti ini Triska masih membayangkan jika yang mendorong troli itu adalah Moza. Yang dimana Moza dulu selalu melakukan seperti itu, berdiri tetap disamping Triska dengan tersenyum manis sambil memilih beberapa cemilan, sayur dan juga masih banyak lagi belanjaan yang dibutuhkan Triska. Tapi kali ini … 

“Main belanja apa?” tanya Bagas tiba-tiba dan langsung membuat Triska terkejut bukan main. “Kamu melamun ya? Mikirin apa?” tanya Bagas kembali dengan penasaran.

Triska menggeleng, dia pun mengambil beberapa cemilan dengan jumlah yang sama. Dimana satu untuk Triska, satu lagi untuk Bagas. Tidak mungkin kan Triska membeli untuk dirinya sendiri, sedangkan yang membayar semua tagihan disini adalah Bagas.

Selesai belanja cemilan dan juga beberapa makanan instan. Triska mengajak Bagas untuk belanja baju, tidak mungkin mereka hanya menggunakan kan satu baju itu untuk beberapa hari kedepan. Baju simpel yang Triska pilih menarik perhatian Bagas. Pria itu tersenyum kecil, sambil menatap Triska yang sibuk memilih baju untuk Bagas. Entah kenapa hal itu membuat Bagas tersenyum simpul. Coba saja jika Triska ingat, mungkin dia akan tahu siapa BaGas selama ini. sikap baik yang ditampilkan bukanlah hal sekaya agar bisa dibilang atasan baik. Tapi ada sesuatu yang Bagas sembunyikan dari Triska dan wanita itu tidak harus tahu sekarang. 

Ya, Bagas sudah mengenal Triska lebih. Waktu Nico bilang ada temannya yang ingin bekerja di perusahaannya. Bagas langsung bertanya seperti apa teman Nico, karena selama ini Bagas paling tidak suka dengan orang yang ingin bekerja tapi malas alias tidak ada niat bekerja tapi pengen dapat duit banyak. Sehingga Nico menunjukkan foto Triska pada Bagas yang membuat pria itu terkejut bukan main. Wanita yang selama ini dia cari telah datang, sayangnya Bagas cukup terkejut dengan status Triska yang menyandang istri orang. Bagas pikir kehidupan Triska jauh lebih baik dan bahagia setelah melihat siapa suami Triska, namun, Bagas cukup terkejut dengan cerita Nico tentang Moza. sehingga membuat pria itu mendesak Nico untuk memasukkan Triska ke perusahaannya.

“Sudah cukup?” tanya Bagas memastikan.

“Sudah. Ini nanti notanya masuk ke aku aja ya, potong gaji bulan depan juga nggak papa.” ucap Triska tidak enak hati.

“Tadi aku sudah bilang, semua aku yang tanggung kamu tenang saja.” 

Entah kenapa rasanya Triska membayangkan jika yang berbicara itu pada adalah Moza kepada Elena. Tidak mungkin kan Elena main bertahan sejauh ini jika Moza tidak memberinya banyak uang? Apalagi ketika mendengar cerita Rizky yang dimana rumah yang dibelikan untuk Elena adalah dari Moza. Entah siap yang meminta, atau mungkin Moza yang berinisiatif untuk membelikannya sendiri tetap saja ada tawarannya lebih dulu seperti ucapan Bagas. Yang dimana semua akan ditanggung oleh pria itu dan sampai akhirnya meninggalkan Triska hanya karena kehamilan. 

Tidak masalah, dua belas tahun bukanlah hal yang gampang. Dia harus menahan rasa sakit, menahan air mata, menahan rasa sesak didada ketika Moza lebih penting orang lain ketimbang dirinya dan juga Naufal. Seharusnya dengan adanya kasus ini Triska menjadi happy, Triska menjadi senang karena dia berhasil berpisah dari suaminya yang seperti itu. Dan membuktikan pada dunia jika tanpa Moza, wanita itu masih bisa hidup seperti dulu lagi. Memperbaiki jalannya yang sudah rusak, Triska pun mengambil keputusan finalnya.

“Bagas sepertinya saya yang akan menggugat cerai Moza.” ucap Triska tiba-tiba dan membuat Bagas menaikkan satu alisnya.

“Maksudnya?” 

“Saya yang akan menggugat cerai Moza.” 

Bagas tersenyum. “Kalau begitu berikan ponsel kamu, dan dengar apa yang terjadi.” 

Menyerahkan ponselnya dengan bingung, Triska pun menatap Bagas dengan penasaran. Memangnya suara apa yang harus dia dengar? 



To be continued 

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang