Chapter-30

145 4 0
                                    

“Kenapa nggak bilang Mas kalau sudah pulang.”  kata Triska merajuk.

Moza tertawa kecil. “Kejutan dong.”

Triska kembali memeluk Moza tanpa sungkan, dia sangat merindukan suaminya itu yang sudah satu minggu tidak bertemu, tidak bisa dihubungi sama sekali. Triska meminta penjelasan akan hal itu, dan Moza hanya menjawabnya jika pria itu terlalu sibuk. Dia tidak pergi sendiri tapi bersama dengan pak Burhan pemilik perusahaan sehingga Moza tidak memiliki banyak waktu untuk memegang ponsel. Itu sebabnya Moza lebih memilih mematikan ponselnya, bukannya tidak mau menghubungi Triska hanya saja Moza juga tidak enak hati jika harus bermain ponsel kalau ada pak Burhan.

“Kan bisa malem. Kamu nggak mungkin kan tidur sekamar sama pak Burhan?”

Moza cekikikan. “Ya nggak mungkin dong sayang. Cuma kalau malem udah tengah malem nggak mungkin juga aku hubungi kamu yang udah tidur ini. Aku matiin ponsel biar cepet aja kerjaannya, habis itu biar cepet pulang juga, biar nggak kepikiran kamu juga. Ntar kangen berabe aku, mana kirim foto begitu lagi.”

Triska cekikikan dia kan cuma ingin membagikan momen apa saja yang Triska lakukan tanpa Moza, bukan berarti memiliki maksud tersendiri. Dia hanya ingin berbagi itu saja tidak lebih dan tidak lebih. Masa iya Triska salah?

“Ya nggak juga sih.” jawab Moza singkat, tapi dengan tangan yang menyentuh punggung Triska dan mengusapnya lembut.

Triska yang memang sudah rindu dengan sentuhan Moza pun memilih menggesekkan tubuhnya pada Moza. Seolah dia sudah siap jika malam ini Moza akan meminta jatahnya. Tapi yang ada Moza malah menolak, dengan alasan ingin tidur karena capek. Satu minggu bukanlah waktu Moza untuk bersenang-senang melainkan kerja rodi untuk sebuah proyek. Itu sebabnya di hadapan Triska, Moza menunjukkan raut yang seolah dia benar-benar lelah di hadapan Triska. Mau tidak mau, Triska memilih untuk mengalah. Mungkin saja benar Moza sangat lelah dengan pekerjaan yang ada, lebih baik dia mengalah hanya untuk memenuhi hasratnya sendiri. Masih ada banyak sekali waktu untuk bercinta.

Menyiapkan baju ganti Moza, Triska memilih untuk membuka koper Moza yang banyak sekali isinya. Ada beberapa mainan untuk Naufal, makanan dan juga baju wanita yang mungkin saja baju itu hadiah dari Moza untuk Triska. Tak hanya itu Triska juga menemukan satu kotak kecil berwarna merah di atas tumpukan baju Moza yang ternyata isinya sebuah kalung perak yang memiliki liontin bunga berwarna biru cerah. Kalung itu sangat indah dan pas dipakai pun juga terlihat cantik di leher Triska. Tidak bisa menyembunyikan senyumnya Triska pun guling-guling di samping koper Moza sangking bahagianya.

Setelah mengeluarkan semua barang baru di koper Moza. Hal pertama yang membuat Triska bingung adalah semua baju Moza yang berubah. Triska masih ingat betul jika baju yang ditata dengan rapi berbeda dengan baju yang dibawa pulang oleh Moza. Yang Triska siapkan adalah baju kemeja berwarna biru dan juga berwarna merah maroon. Tak hanya itu, baju ganti pun juga berbeda dari yang Triska bawakan.

Mungkin saja Moza membungkusnya dengan kantong plastik, atau mungkin di tumpukan paling bawah untuk baju motor. Sedangkan baju bersih yang berbeda ini Moza beli bari ketika dia ada disana. Sayangnya hal itu tidak ditemukan oleh Triska sama sekali, tidak ada baju kotor atau baju yang pertama kali Triska siapkan dan digantikan dengan baju yang berbeda semuanya. Lalu semua baju yang Triska bawakan ada dimana semua? Tidak mungkin kan Moza membuangnya? Atau mungkin meninggalkannya di hotel dia menginap?


***

Triska mengerutkan keningnya saat Moza terus tersenyum dengan ponselnya. Sejujurnya ada apa dengan ponsel itu sehingga hal yang lebih menarik adalah ponselnya ketimbang sekedar mengobrol dengan Triska dan juga Naufal. Rasa ingin menarik ponsel itu dan membantingnya, tapi apalah daya Triska tidak memiliki hak penuh akan hal itu. Hanya bisa menarik nafasnya panjang, Triska lebih asik dengan sinetron yang dia tonton sejak tadi. Sedangkan Naufal juga sibuk dengan mainan baru yang Moza berikan sebagai hadiah. Bahkan dengan sengaja Moza malah mengencangkan volume televisinya sehingga membuat semua orang menoleh menatapnya heran.

“Kenapa sih sayang?” tanya Moza heran.

“Enggak. Cuma nggak kedengeran aja televisinya.” jawab Triska aneh.

Moza menaruh ponselnya fi bawah mampu samping sofa. Lalu mendekati Triska dan merangkul bahunya, Moza tahu istrinya ini sedang marah karena permintaannya ditolak. Tapi apalah daya, Moza sendiri juga capek dan lelah makanya dia tidak bisa menyentuh Triska untuk sekarang dan beberapa hari kedepan.

“Masa sih?” goda Moza.

Triska memutar Bola matanya malas, dia pun lebih memilih sibuk menatap televisinya ketimbang menjawab ucapan Moza. sungguh, dia sendiri juga tidak tahu kenapa dia semalas ini dengan Moza.

“Sayang gimana proses bayi tabung kamu kemarin? Hasilnya gimana? Kamu sudah hamil kan?”

Triska diam sejenak, dia baru sadar dengan bayi tabung yang dia jalani dengan Moza beberapa bulan yang lalu. Dia menuruti apapun yang Nico katakan, apa yang tidak boleh dimakan hingga boleh dimakan. Semuanya Triska lakukan, begitu juga dengan suplemen, suntikan dan masih banyak lagi prosesnya pun juga Triska lakukan. Tapi sampai detik ini tidak ada hasilnya sama sekali, entah Triska yang tidak merasa atau mungkin ada hal lain yang Triska tidak tahu sehingga bayi tabung itu tidak berjalan dengan baik?

“Aku nggak tau berhasil atau enggak, tapi aku sudah melakukan semuanya.” ucap Triska sedih.

“Ya sudah enggak papa, besok kita bisa ke Nico lagi.”

Triska menolak, dia sudah membuang banyak uang. Mau dikasih anak lagi atau tidak  bukan lagi tujuan Triska. Yang terpenting keluarganya sehat, a Moza dan juga Naufal sehat saja sudah lebih dari cukup. Selebihnya semua Triska serahkan pada Tuhan saja, diberi anak lagi ya syukur tidak ya tidak masalah untuk Triska. Itu menurut Triska.

Tapi tidak dengan Moza yang menginginkan satu anak lagi dari Triska. Dia ingin anak perempuan, apapun yang terjadi Triska harus hamil. dia sudah menunggu dan berharap penuh akan hal ini,  bayi tabung yang dia harapkan bisa berjalan sesuai harapannya. Bahkan Moza berharap  saat dia pulang dari luar kota dia mendapatkan kabar buruk tentang bayi tabung yang dia jalani. Sayangnya … takdir berkata lain.

“ini … kamu kecewa ya sama hasilnya.” ucap Triska tidak enak hati.

“Hmm enggak kok. Kita masih bisa berusaha lagi kalau gagal.”

“Tapi Mas … .”

“Kamu tenang saja, nggak mungkin ngeberatin kamu kok. Ini demi masa depan kita, biar rumah juga nggak sepi-sepi banget masa iya cuma ada Naufal aja? Kalau ada satu lagi kan jadi rame banget rumahnya.” kekeh Moza. Lebih tepatnya mencoba untuk tersenyum meskipun dia kecewa dengan jawaban Triska.

“Gimana kalau nanti kita gagal lagi?”

“Kita akan berusaha sampai bayi tabung yang aku inginkan berhasil.” jawab Moza paten, seolah ucapan itu tidak bisa ditolak sedikitpun oleh Triska.



To be continue

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang