Chapter-13

97 5 0
                                    

Pukul sebelas malam Moza baru saja pulang ke rumah. Dia menatap bingkisan makanan yang sudah dingin di sampingnya. Helaan nafas berat kekuatan dari bibir Moza, memukul setir mobilnya dengan perasaan kacau. Setelah pulang dari kantor, yang dimana Moza memberi janji pada Triska dan juga Naufal untuk pergi bersama makan kentang goreng. Tapi yang ada, Moza malah memilih pulang ke rumah Elena. Yang dimana wanita itu memberitahu Moza jika rumahnya sudah siap dihuni. Moza membelikan banyak barang untuk mengisi rumah itu, dari tempat tidur hingga televisi untuk menghibur Elena. Tidak hanya itu, Moza juga membelikan ponsel baru untuk Elena jika terjadi sesuatu disana dia bisa menghubungi Moza dengan gampang, dan meminta wanita itu untuk membuang ponselnya yang lama beserta kartunya. Tapi masalahnya, alasan apa yang harus diberikan pada Triska malam ini?

Dengan berat hati, Moza pun turun dari mobilnya membawa bingkisan makanan yang sudah dingin. Makanan itu dibeli sore tadi, dengan harapan setelah mampir di rumah Elena, Moza bisa langsung pulang ke rumah Triska. Sedangkan yang terjadi Moza terlalu nyaman bersama Elena setelah usai belanja.

Membuka pintu rumah dengan pelan dan berjalan mengendap masuk ke dalam rumah. Moza di kejutkan dengan lampu rumah ini yang mendadak menyala dengan terang. Triska berdiri di samping saklar dengan raut wajah yang sangat khawatir.

“Jam segini baru pulang, Mas?” tanya Triska menggulung rambutnya.

Moza menggaruk keningnya, menyodorkan makanan dingin itu pada istrinya. “Maaf ya Tris, aku pulangnya kemalaman ya. Makannya juga sudah dingin dan nggak enak dimakan lagi.”

Triska mengangguk. “Banget. Emangnya ada apa?”

Moza berpikir keras mencari alasan yang masuk akal. Sehingga dia ingat proposal proyek beberapa bulan yang lalu, yang sempat dia kerjakan dengan cepat. Dia pun memberitahu Triska jika malam ini dia terpaksa harus lembur, pak Burhan menelponnya ketika Moza perjalanan pulang ke rumah. Dan pada akhirnya Moza mau tidak mau harus kembali ke kantor untung menyelesaikan proyek besarnya yang akan dilakukan pembangunan dan juga hitungan data satu minggu lagi. Pak Burhan tidak ingin ada kesalahan, dia itu sebabnya Moza kembali mengerjakan proyek itu dengan teliti. Lagian bonus yang akan mereka dapat juga lumayan, jika proyek ini berhasil pak Burhan berjanji akan menaikan gaji Moza dan juga memberi bonus pada Moza. Hitung-hitung bonus itu bisa mereka pakai untuk liburan dan juga tambahan biaya bayi tabung pada Nico. Itu sebabnya Moza bekerja kerja untuk Triska dan juga Naufal.

Awalnya Triska ingin marah, tapi mendengar penjelasan suaminya membuatnya mengurungkan niatnya. Suaminya sudah bekerja keras, pulang larut malam seperti ini masa iya dia masih mau memarahi Moza?

“Yaudah Mas, mandi gih terus tidur. Kamu tadi sudah makan belum waktu di kantor?” ucap Triska menarik tas kerja dan juga jas hitam milik Moza.

“Sudah. Pak Burhan belikan aku makan tadi di kantor, soalnya aku beli itu cuma buat kamu sama Naufal aja.”

Triska mengalah, meminta Moza untuk membersihkan diri lebih dulu. Dia akan menyiapkan air hangat untuk Moza mandi. Setelah itu barulah dia menyiapkan baju ganti untuk Moza.

Sambil menunggu Moza selesai mandi, Triska memilih memanaskan kentang goreng dan juga burger keju yang di belikan Moza. Meskipun dia tidak lapar, Triska menghargai sesuatu yang di bawakan oleh Moza. Padahal ini hanya makanan kecil, tapi entah kenapa membuat Triska suka. Meskipun tidak sering titip makanan, kadang Moza berinisiatif sendiri membelikan cemilan untuk Triska. Padahal Moza tanya jika Triska paling pandai jika urusan cemilan dan masakan.

Pintu kamar mandi terbuka dengan lebar, muncullah Moza dengan lilitan handuk di pinggangnya. Kedua pipi Triska memanas, dia bahkan sampai memalingkan wajahnya untuk tidak melihat roti sobek milik Moza yang menggoda.

“Hari ini kalian pergi kemana?” tanya Moza sambil memakai baju yang disiapkan Triska di samping wanita itu.

“Ya nggak pergi lah Mas. Orang aku sama Naufal nunggu kamu, tapi tadi mama datang kesini katanya mampir habis beliin Naufal mobil remot.” jelas Triska.

“Mama kesini?” tanya Moza heran.

Ibunya memang sering kesini, tapi dua minggu yang lalu ibunya bilang kalau tidak bisa sering pergi ke rumah Moza. Karena harus mengurus nenek Moza yang jatuh sakit, ibunya juga bilang untuk tidak meninggalkan Triska di rumah sendiri, karena Triska bukan lagi wanita pekerja. Yang dimana wanita seperti itu akan gampang bosan berada di rumah terus menerus.

“Iya kesini, cuma bentar aja habis itu pulang lagi. Katanya nenek kamu drop lagi, aku pengen ikut sama Naufal tapi dilarang katanya suruh nunggu kamu pulang dulu.” terang Triska.

Moza hanya mampu menarik nafasnya panjang, dan membaringkan tubuhnya di samping Triska. Tatapannya menerawang di beberapa kejadian waktu kecil Moza. Yang dimana neneknya lah yang merawat Moza dari kecil hingga remaja, sampai Moza bisa naik motor memilih pulang pergi ke rumah ibunya dan juga neneknya. Tapi sekarang neneknya sakit saja Moza belum bisa menjenguknya, dia belum bisa melihatkan bagaimana keadaan neneknya saat ini. Keadaan yang meminta Moza melakukan hal ini.

“Besok kalau kamu ada waktu kesana aja. Kalau nurutin mama udah pasti ngelarang terus, karena nggak mau kamu capek juga.” kata Moza.

“Aku juga mikirnya gitu Mas, seenggaknya gantiin mama jagain nenek.”

Anne sudah pasti akan terus melarang Triska untuk ikut andil dalam hal ini. Karena menurut Anne ini bukan tanggung jawab Triska, dia boleh datang hanya untuk menjenguk bukan untuk menggantikan Anne. Karena yang berhak bertanggung jawab semua ini adalah Anne, dia hanya membalas bakti ibunya yang sudah melahirkan Anne dan juga membesarkan dirinya. Itu sebabnya Anne tidak ingin orang lain merawat ibunya jika dirinya saja masih bisa dan sanggup.

Setelah pembahasan itu, mereka memilih untuk diam. Triska yang sibuk makan dan Moza yang terus memperhatikan televisi yang padam. Tatapannya sangat kosong dan pikirannya berisik, sekarang yang menjadi tanggungannya bukan dua tapi tiga dan Moza juga harus adil dalam hal ini. Dia tidak boleh membiarkan Triska, Naufal dan juga Elena kekurangan. Dia juga harus memastikan jika Rizky tidak akan mencari Elena sampai ke tempat itu dan kembali menghajarnya.

Menyadari situasinya tidak enak, dan lagi Moza hanya bengong di sampingnya. Triska pun menyenggol pria itu pelan hingga tersentak kaget. Pria itu sampai mengusap wajahnya frustasi karena memikirkan banyak hal.

“Kenapa? Udah makannya?”

Triska mengangguk. “Kita jadi proses bayi tabungnya kapan Mas?”

“Lusa. Tadi pas di kantor Niko ngasih kabar masalah ini. Katanya lebih cepat lebih baik.”

Sekali lagi, Triska mengangguk kecil. “Jangan lupa Mas minta diskon sama Niko, proses bayi tabung itu mahal.”

Moza tertawa. “Nggak papa demi keluarga kecil kita apa sih yang nggak. Aku bakalan melakukan apapun yang terbaik untuk kita.”

Ucapannya sangat simpel tapi tidak semua pria atau suami bisa mengatakan hal itu.


To be continued

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang