Chapter-53

82 3 0
                                    

Bagas mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Keningnya mengerut dengan sempurna dan memperhatikan Triska yang sibuk dengan komputer di depannya. Meskipun  dengan wajah yang serius, tapi bagi Bagas raut wajah kesedihan masih tercetak jelas di wajah Triska. Dia tidak lagi memikirkan masalah Moza melainkan memikirkan nasib Naufal yang tinggal jauh dari nya. Bocah seusia itu memang seharusnya tinggal dengan ibunya, berbeda kalau usianya sudah tujuh belas tahun Naufal bisa memilih mau hidup bersama dengan siapa.

Bangkit dari duduknya Bagas pun segera menghampiri Triska, meminta wanita itu untuk masuk ke ruangannya. Lebih tepatnya memaksa karena Bagas langsung menarik tangan Triska untuk pergi. Tentu hal itu membuat Triska terkejut bukan main, dia menatap tangannya yang ditarik oleh Bagas menuju ke sebuah ruangan. Jangan lupakan tatapan beberapa orang yang mendelik, dan mata mereka hampir saja lepas dari tempatnya karena pemandangan pagi ini. Sudah dipastikan hal seperti ini akan menjadi berita news di kantor dan menambah beberapa orang yang ngefans pada Bagas membenci Triska.

“Pak lepas!!” pekik Triska. Wanita itu menarik tangannya dengan cepat, menatap Bagas dengan heran. “Jangan ditarik lagi, saya nggak mau jadi bahan gosip karena ulah Bapak.” ujarnya kembali.

Alis Bagas terangkat, “Saya nggak peduli dengan itu. Saya begini juga ada maksudnya. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas dengan kamu.” 

Meskipun tidak mengerti, Triska pun mendengus meminta Bagas untuk memberitahu apa yang ingin pria itu bahas. Jika hanya masalah pekerjaan, sudah dipastikan bisa dibahas nanti saja karena saat ini pekerjaan Triska cukup banyak dan dia begitu sibuk dengan jadwal dan juga laporan yang harus diteliti lebih dulu sebelum dia berikan pada Bagas.

“Kalau kerjaan nanti aja Pak.” tolak Triska cepat.

“Bukan Triska, tapi ini masalah Naufal.” 

Nafas Triska tercekat seketika, menatap Bagas dengan raut wajah yang lebih serius lagi. “Ada apa dengan Naufal Pak, apa Bapak punya informasi tentang anak saya?” 

Bagas menggeleng, kalau masalah itu yang jelas Bagas tidak tahu apapun. Nico tidak memberitahu apapun tentang Naufal pada dirinya, tapi yang Nico bilang saat ini Naufal sudah lebih menurut pada Elena dan juga Moza. Tidak lagi bertanya ibunya pergi kemana dan kenapa tidak ingin bertemu dengan Naufal, bocah itu sudah tidak bertanya lebih banyak lagi. Itu sebabnya kali ini Bagas ingin mengajak Triska pergi ke rumah Moza, dengan melompat dari pagar samping. Nico bilang hari ini Naufal tidak mau sekolah karena sakit. Makanya ide gila itu keluar dari pikiran Bagas, yang dimana Triska bisa masuk ke rumah itu dengan mengendap lewat pagar rumah agar Elena maupun Moza tidak mengetahui hal itu.

Triska melongo  mulutnya terbuka lebar. “Bapak gila ya, saya suruh lompat pager?” 

“Ketimbang lewat depan belum tentu kamu dibolehin masuk, Triska.” 

Tapi apa yang dibilang Bagas ada benarnya juga. Kalau lewat gerbang depan yang jelas Elena maupun Moza tidak akan memberi izin Triska bertemu dengan Naufal. Tapi jika dia nekat pergi kesana sudah dipastikan ketika lewat samping langsung menuju kamar Naufal yang ada di lantai bawah. Kamarnya di ujung dekat dengan taman samping, sudah tau kan itu paling gampang pagarnya juga tidak terlalu tinggi. Bisa lah kalau cuma memanjat pagar itu untuk masuk kedalam. 

“Saya pikiran dulu deh, Pak.” kata Triska ragu.

Bagas memutar bola matanya malas. “Kelamaan Trisak, anak kamu sekarang sakit masih mau mikir banyak hal?”  

“Naufal sakit? Bapak tau dari mana?” ucap Triska terkejut.

“Nggak penting. Sekarang yang penting mau atau nggak?”

Tentu saja mau, kalau semua masalah Naufal yang jelas Triska akan melakukan apapun untuk putranya itu.

“Saya mau Pak.” putusnya final. 




****


Dengan jantung yang berdebar kencang, Triska pun menaiki pagar rumahnya layaknya maling. Menatap kesana kemari dan mencoba berpikir waras lagi, semoga tidak ada yang tahu satu orang pun. Tetangga maupun Moza dan juga Elena. Dia hanya ingin memastikan jika akan yang Bagas katakan itu tidak benar, masa iya Naufal sakit tapi Moza diam saja? Mengingat kembali perjalanan Moza, jelas saja pria itu tidak akan memberitahu apapun pada Triska tentang Naufal. Karena pria itu dengan sengaja menjauhkan Triska dari Naufal jika terus menerus meminta cerai. Sedangkan yang terjadi Moza ingin menggandeng dua wanita sekaligus dalam hidupnya, tanpa ada yang ingin dia tinggalkan satu pun. Hanya Triska saja yang keras kepala malah memilih pergi ketimbang hidup enak dengan Moza dan juga Elena.

Hap … 

Berhasil masuk ke halaman rumah, Triska langsung mengetuk jendela kamar Naufal dengan pelan. Seolah hanya Naufal saja yang bisa mendengarkan tidak dengan yang lain. Mungkin Moza bisa pergi ke kantor tapi kan Elena tetap dirumah ini. Rumah yang dulunya menjadi tempat paling nyaman bagi Triska dan juga keluarga kecilnya. Sekarang yang ada malah dihuni oleh iblis yang berkedok manusia.

“Naufal … .” panggil Triska lirih.

Naufal yang tengah berbaring ditempat tidur pun langsung bangun, menatap ke arah jendela dan betapa terkejutnya ibunya yang datang dengan wajah khawatir. “Bunda.” 

“Iya Mas, ini Bunda. Tolong buka pintunya ya.” 

Kepala Naufal memang pusing, dengan berjalan tertatih Naufal pun mendekati jendela dan membukanya. Meskipun terhalang besi di depannya tapi tidak membuat Naufal sedih.

“Bunda kemana aja kenapa Bunda ninggalin Naufal?”

Hati Triska terenyuh, dia pun menangis. seandainya hal ini tidak terjadi, mungkin Triska masih bisa merawat Naufal hingga dia besar nanti. “Maafin Bunda ya, Bunda pergi nggak bilang sama Mas Naufal. Bunda pergi cari uang banyak buat bisa jemput Mas Naufal.” 

Alis Naufal mengerut. “Ayah uangnya banyak Bunda cuma kebagian abisin duit ayah aja. Aku nggak nakal kan Bunda? aku juga nurut sama Bunda tapi kenapa Bunda tega banget ninggalin Naufal? 

Triska menggeleng cepat, mencoba menjelaskan apa yang ingin dia katakan. Tapi disini Naufal seolah marah dengan kepergian Triska yang mendadak tanpa memberitahu Naufal lebih dulu. Sudah tahu kan Naufal itu selalu mengikuti apa yang ibunya katakan, benar kata Elena jika ibunya sayang sama Naufal minimal tidak meninggalkan begitu saja tanpa sebab dan alasan. Tapi yang terjadi, Triska malah pergi entah kemana tanpa memberitahu Naufal lebih dulu. Triska tidak lagi menyayangi Naufal, membiarkan bocah itu hidup sendirian tanpa adanya kasih sayang. Sekarang Naufal tahu, sikap ibunya padanya bukanlah sikap ibu yang sayang anaknya. Atau bahkan peduli dengan anaknya, itu bukan sikap yang dimiliki seolah ibu. Triska jahat, Triska selalu memaksa Naufal untuk melakukan banyak hal sendiri tanpa dibantu. Triska selalu marah dan meninggikan suaranya. Tidak pernah mau mendengar penjelasan Naufal sedikitpun dan menganggap apa yang keluar dari bibir Triska adalah sebuah kebenaran. Sekarang Naufal sadar, kata mandiri itu hanyalah tutup bagi Triska untuk tidak lagi merawat Naufal.

“Naufal benci sama Bunda.” 

Bocah itu menutup jendela kamarnya agar tidak lagi menatap Triska. Tentu saja hal itu membuat Triska menangis sesegukan di saja. Dia hanya pergi satu minggu tapi kenapa Naufal berpikir jika Triska adalah ibu yang jahat. Padahal yang terjadi Triska pergi karena bapaknya bukan dengan yang lain, dia pergi karena tidak ingin dimadu. Coba saja jika Naufal tahu semua itu, dia tidak mungkin mengatakan hal itu.

“Naufal dengerin Bunda dulu.” kata Triska mencoba menjelaskan.

“Apanya yang harus didengar Triska? Bukannya yang dibilang Naufal itu benar?” kata seseorang dan membuat wanita itu menoleh. Matanya mendelik dengan sempurna ketika tahu siapa yang berbicara dengannya.

“Elena … .” 



To be continued 

Salah update. Ini yang harusnya jadi bab 53 taunya ke up bab 54

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang