Rasa ingin menanyakan kebenaran apa yang Nisa ucapkan kemarin. Tapi Triska kembali berpikir, mungkin saja waktu itu Nisa salah lihat. Itu bukan Moza, atau mungkin orang yang postur tubuhnya mirip dengan Moza. Sehingga Nisa menganggap jika itu adalah Moza suami Triska. Lagian untuk apa juga Moza pergi ke toko perabotan rumah ketika pulang ke rumah tidak membawa apa-apa? Yang Triska tahu, Moza sibuk bekerja hingga lembur pulang larut malam. Dan Triska yakin jika Moza tidak memiliki waktu untuk pergi ke toko perabotan rumah, kecuali pria itu meminta Triska yang pergi membeli apa yang dia butuhkan.
Ucapan Nisa membuat pikiran Triska kacau pagi ini, dia tidak lagi fokus dengan makanannya dan sibuk memikirkan ucapan Nisa. Sampai akhirnya Moza yang mengetahui sikap Triska yang aneh pagi ini, menyentuh tangan wanita itu dan membuatnya terjingkat kaget.
“Kenapa kok murung begitu?” tanya Moza penasaran.
Triska tersenyum mencoba menggigit roti selai yang dia buat dan memakannya dengan pelan. “Kemarin aku ketemu sama Nisa temen sekolah aku, Mas.”
“Terus?”
“Nisa bilang katanya pernah tau kamu masuk ke toko perabotan rumah sama perempuan lain. Itu siapa Mas?”
Triska sudah tidak tahan dengan semua ini, lebih baik dia bertanya langsung pada Moza ketimbang dia kepikiran terus menerus, dan terus menebak-nebak apakah itu benar atau tidak. Setidaknya jika mendengar langsung dari Moza, Triska jadi lebih lega dan berpikir negatif. Belum lagi setelah resign dari pekerjaannya, mereka sepakat untuk saling terbuka satu sama lain dan tidak ada yang mereka sembunyikan apapun yang terjadi.
Moza sempat menghentikan acara makannya, menarik nafasnya panjang dan merubah posisi duduknya. Moza berdehem sejak lalu berkata, “Hmm, kapan itu?”
“Beberapa hari yang lalu kata Nisa. Tapi aku bilang kali aja Nisa salah lihat, beberapa hari ini kan kamu sibuk banget pulang malem. Masa iya sih kamu masih punya waktu untuk masuk ke toko perabotan rumah? Kan nggak mungkin banget.” jelas Triska.
Moza setuju dengan apa yang Triska katakan. Dia tidak mungkin ke toko perabotan rumah karena sibuk bekerja. Tapi nyatanya apa yang diucapkan Nisa itu benar adanya, jika Moza masuk ke toko perabotan rumah untuk membelikan perabotan rumah baru Elena. Hanya saja Moza tidak memberi baru Triska, takut Triska marah dengan apa yang Moza lakukan. Meskipun dia tahu jika suatu ketika Triska tahu, wanita itu akan marah besar pada Moza.
“Bener. Aku kan sibuk kerja, ini aja nanti aku pulang larut lagi karena proyeknya di percepat.” ucap Moza.
Triska mengangguk, dia tidak keberatan akan hal itu. Dia tahu betul berapa sibuknya kerja di kantor karena Triska juga mengalami hal itu. Dia maklum saja jika beberapa hari ke depan Moza tidak memiliki waktu untuk Triska dan juga Naufal. Hanya saja Triska mengingatkan kalau sabtu besok Naufal ngajakin ke kebun binatang. Dan Moza juga sudah janjikan waktu itu, akan mengantar Naufal kesana?
“Iya aku ingat kok, aku pasti usahakan untuk kalian.” kata Moza.
Triska tersenyum, dia tahu Moza paling tidak bisa mengingkari janji jika berhubungan dengan Naufal. Mengantar Moza dan Naufal ke depan rumah, seperti biasa Triska selalu membawakan jas dan juga tas kerja Moza sampai depan dan mengecup punggung tangan suaminya sebelum mereka masuk ke mobil dan meninggalkan halaman rumah.
Mobil yang Moza kendarai pun melaju dengan kencang, sehingga membuat Triska mendengus. Dia masih kepikiran ucapan Nisa, tapi penjelasan Moza membuat sedikit Triska bernafas lega. Hanya saja … entah kenapa Triska mendadak kepikiran Elena. Apa mungkin wanita yang masuk ke toko perabotan rumah itu Elena? Tidak mungkin kan kalau misalnya Moza beneran masuk ke toko perabotan rumah bersama dengan teman kerjanya, atau mungkin sekretarisnya di kantor. Triska pikir kantor tidak membutuhkan perabotan rumah seperti itu. Jika pun perlu, tidak mungkin beli di toko dan perasaan pasti akan langsung pergi ke pabriknya langsung untuk bekerjasama.
Tapi … ah tidak mungkin!! Pikir Triska yakin.
***
Mengetuk jarinya, Triska memilih untuk bertemu dengan Elena. Dia hanya memastikan jika Elena baik-baik saja setelah pulang ke rumah. Dan mantan suaminya tidak mengganggunya kembali, setidaknya Elena mendapatkan kehidupan yang layak setelah mantan suaminya pergi.
Menunggu hampir sepuluh menit, akhirnya Elena pun datang. Dia meminta maaf pada Triska ketika datang terlambat, karena jarak rumah dan juga cafe tempat mereka bertemu lumayan jauh.
Alis Triska mengerut. “Bukannya ini deket banget ya sama rumah kamu? Kok bisa bilang jauh banget dari rumah kamu.” celetuk Triska heran.
Elena mendadak diam menatap Triska dengan tatapan heran. Apa mungkin Moza tidak memberitahu Triska jika Elena sudah pindah dari rumahnya dulu dan keluar dari pekerjaannya?
“Aku sudah pindah, Triska. Aku sudah tidak lagi tinggal di dekat sini, Rizky masih terus mencariku.” jelas Elena akhirnya.
“Pindah kemana? Kenapa nggak ngasih tau aku? Moza tahu kamu pindah?” ucap Triska bertubi-tubi.
Rasa ingin menjawab jika rumah yang ditempati Elena saat ini adalah rumah yang dibelikan Moza. Tapi bibir wanita itu bungkam seribu bahasa, lebih baik jika Triska tau tentang rumah itu dari Moza sendiri bukan dari dirinya yang endingnya bikin salah paham.
“Hmm, enggak kok. Aku pindah di pinggiran kota, lebih ke desa sih. Maaf ya Tris aku nggak ngasih tau kamu, aku nggak mau ngerepotin kamu terus.”
Triska menyentuh tangan Elena dengan lembut. Meskipun dia merasa berat, selama Triska bisa membantu dia akan membantu sebisa yang Triska bisa. Itu hanya masalah rumah, jika rumah yang sekarang bisa membuat Triska aman dan nyaman tidak masalah. Yang terpenting Elena tidak lagi berhubungan dan bertemu kembali dengan mantan suaminya. Triska hanya tidak ingin hal kemarin terulang kembali.
Disini Elena menjelaskan jika rumahnya yang saat ini cukup aman, mantan suaminya tidak bisa menemukan keberadaan Elena. Meskipun tinggal di pinggiran Elena merasa aman, para tetangganya baik, setiap malam ada beberapa tetangga dan juga satpam yang keliling untuk memastikan keadaan baik-baik saja. Triska tidak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja selama tinggal di sana.
“Pak Rtnya baik banget, ngasih pos ronda di depan rumah. Jadi banyak sekali pemuda yang nongkrong di sana. Aku sering ngasih cemilan ke mereka.” jelas Elena.
“Oh ya? Bagus dong kalau ada yang jaga, jadi kamu nggak perlu khawatir lagi. Terus kamu kerja dimana?”
“Aku nggak kerja Tris, aku jualan depan rumah.”
Triska mengangguk dan antusias dengan cerita Elena. “Jualan apa kalau boleh tau?”
Dengan senang Elena pun menjelaskan jika dia berjualan makanan kecil yang dia buat sendiri, minuman kekinian dan juga salad buah. Kadang dia juga jualan seblak pedas jika ada yang beli. Apapun akan Elena jual selama itu menghasilkan banyak uang, asalkan dia tidak menjual diri saja sudah lebih dari cukup. Untungnya memang tidak seberapa, tapi cukup untuk belanja Elena selama ini.
“Enak ya kamu bisa usaha begitu, aku jadi iri. Apalagi mas Moza ngelarang aku buat bikin usaha sendiri.” kata Triska sedih.
Elena cukup terkejut, tapi detik berikutnya dia pun merubah mimik wajahnya menjadi biasa saja. “Memangnya kenapa Moza ngelarang kamu untuk usaha sendiri? Bukannya selama ini Moza suka wanita pekerja keras ya?
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cincin Pernikahan
Romance🚫21+ (Revisi TOTAL!! Judul sebelumnya Dua Cincin) Dalam bayangan Triska Putri Wardani, pernikahan adalah hal yang paling sakral dalam hidupnya. Dia memiliki impian menikah sekali seumur hidupnya dengan orang yang dia cintai. dan hal itu benar terj...