TYPO KOREKSI
📚📚
_______________Setelah meninggalkan apartemen, Mahesta memasuki mobilnya dan segera melaju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan. Pikirannya berputar, memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan anak buahnya. Ia tahu, waktu adalah kunci dalam situasi ini. Mahesta menghubungi beberapa rekan detektifnya, memberikan perintah cepat dan meminta bantuan untuk menyiapkan rencana penyelamatan.
Ketika ia tiba di lokasi yang tersembunyi di pinggiran kota, Mahesta melihat bangunan tua yang tampak suram dan terlantar. Di sinilah musuhnya menyekap anak buahnya. Dengan ketelitian seorang detektif berpengalaman, Mahesta memeriksa sekeliling, mencari titik lemah dan celah untuk masuk tanpa terdeteksi.
Ia menyusup masuk melalui jendela yang rusak, suara kakinya begitu ringan dan hampir tak terdengar. Di dalam bangunan, suasana mencekam menyelimuti setiap sudut, bayang-bayang gelap seakan ikut mengawasi setiap gerakannya. Mahesta mendekati ruang utama, di mana ia mendengar suara-suara rendah dari para penjaga. Dengan keahlian yang mumpuni, ia melumpuhkan mereka satu per satu, memastikan tidak ada alarm yang berbunyi.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Mahesta akhirnya menemukan anak buahnya. Mereka tampak lelah dan terluka, namun masih memancarkan semangat untuk bertahan. "Kalian baik-baik saja?" bisik Mahesta, matanya memancarkan kelegaan yang dalam.
"Pak Mahesta, kami tahu Anda akan datang," jawab salah satu anak buahnya dengan suara serak namun penuh rasa hormat.
Mahesta segera membuka ikatan mereka dan membantu mereka berdiri. "Kita harus keluar dari sini secepatnya," katanya. "Musuh kita mungkin masih berkeliaran di sekitar sini."
Namun, saat mereka berusaha melarikan diri, sebuah suara dingin menggema di belakang mereka. "Mau kemana kalian?" Ternyata, musuh mereka sudah menunggu, seorang pria bertubuh besar dengan senyum sinis yang penuh kemenangan.
Mahesta menegakkan tubuhnya, bersiap menghadapi ancaman baru ini. "Kalian teruskan jalan, saya akan menahan mereka," perintahnya kepada anak buahnya.
Musuh-musuhnya muncul dari bayang-bayang, membawa senjata dan dengan tatapan yang penuh kebencian. Pertarungan sengit pun tak terhindarkan. Mahesta bergerak lincah, setiap serangan dan pertahanannya tampak seperti tarian yang telah dipraktikkan selama bertahun-tahun. Dalam hitungan detik, ruangan berubah menjadi medan pertempuran yang penuh dengan suara dentingan logam dan desahan keras.
Mahesta melumpuhkan beberapa lawan dengan pukulan dan tendangan yang akurat, namun jumlah mereka tak sedikit. Ketika seorang musuh mencoba menyerangnya dari belakang, Mahesta berbalik dengan cepat, memukulnya dengan kekuatan yang cukup untuk menjatuhkannya ke lantai. Tapi, saat satu musuh jatuh, dua lagi muncul menggantikan tempatnya.
Sementara itu, anak buah Mahesta berhasil keluar dari bangunan dan menuju tempat yang lebih aman. Mereka tahu bahwa Mahesta akan melakukan apapun untuk memastikan mereka selamat, dan mereka harus mempercayainya.
Kembali di dalam gedung, Mahesta mulai merasakan kelelahan. Keringat mengalir di wajahnya, dan napasnya semakin berat. Namun, tekadnya tidak goyah. Ia harus menghabisi musuh-musuh ini.
Akhirnya, hanya tersisa satu musuh yang berdiri di hadapannya, pria besar yang memulai konfrontasi ini. Mereka saling berhadapan, dengan tatapan yang penuh kebencian dan ketegangan. Pria itu melangkah maju, senyum sinis tak pernah meninggalkan wajahnya.
"Kamu pikir bisa menang?" tanya pria itu dengan nada mengejek.
"Ini bukan tentang menang atau kalah," jawab Mahesta dengan tenang. "Ini tentang melindungi mereka yang aku pedulikan."
Dengan serangan terakhir yang cepat dan tak terduga, Mahesta mengalahkan pria itu. Pria besar itu jatuh ke lantai dengan bunyi gedebuk, tak sadarkan diri. Mahesta berdiri di atasnya, napasnya terengah-engah, namun matanya masih memancarkan tekad yang membara.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ENCHANTMENT
Teen Fiction-Andai masalah semudah yupi untuk ditelan. Andara Lova Gaurika, gadis remaja dikepung ribuan masalah yang mengalir dari masa lalu dan masa kini, seperti ombak yang tak pernah berhenti menghempas. Mahesta Kastara Adiwangsa, seorang pria yang dibenci...