17. AKRAB KEPADA EX

300 41 2
                                    

"Ketika janji terucap, harapan terbangun. Tapi, kepercayaan hanya akan kembali melalui tindakan nyata"
-Andara Lova Gaurika.
________________

Andara membuka mata perlahan, merasakan kantuk yang masih menggantung di kelopak matanya. Begitu pandangannya mulai fokus, dia melihat ke sisi kanan dan kemudian ke sisi kiri. Dia mendadak terkejut. Di sampingnya, Mahesta sedang tertidur pulas dengan posisi memeluk.

Jantung Andara berdegup kencang. Dia segera menjauh, merayap perlahan-lahan dengan hati-hati agar tidak membangunkan Mahesta. Namun, gerakannya yang terlalu hati-hati membuatnya lengah, dan dia tak sengaja kesandung ujung karpet. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan suara berdebam.

"Sial, sejak kapan ada karpet di sini?" gumam Andara sambil meringis kesakitan. "Tapi yang lebih sial, kenapa gue tertidur di sofa itu bersama Mahesta?" Pikirannya kalut, berusaha mencari jawaban di balik kejadian yang aneh ini.

"Wah, gak beres. Gue mimpi, kalau gue bucin sama dia tadi," katanya sambil menggelengkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Andara masih dalam kebingungan dan sedikit panik.

Padahal dia tidak mimpi, itu nyata. Sebelumnya, Andara tertidur saat terkena pelukan Mahesta, jadinya dia lupa kejadian tadi sebelum dia tertidur dan menganggapnya hanya mimpi semata. Perlahan, Andara berdiri sambil memegang punggungnya yang sakit, matanya masih memandang Mahesta yang tertidur lelap di sofa.

Andara keluar dari unit Mahesta dan tak sengaja melihat Leo berjalan ke arah lift apartemen. Dia berlari kecil ke arah Leo, seakan-akan mengejar sesuatu yang penting. Jantungnya berdetak kencang, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Leo," sapa Andara dengan napas yang sedikit terengah-engah, membuat Leo menoleh ke arahnya dengan alis terangkat. Tatapannya tajam, penuh tanya, seolah-olah menembus pikiran Andara.

"Tumben lo nyapa gue?" ucap Leo dengan nada curiga, matanya menyipit seolah mencari tahu maksud Andara. Wajahnya yang biasanya dingin, kini tampak lebih waspada.

"Seharusnya gue yang nanya, tumben lo di apartemen ini? Lo ngikutin gue ya?" canda Andara sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba menjadi tegang. Ia berharap tawanya bisa mengurangi ketegangan di antara mereka.

"Memang," jawab Leo singkat, tapi dengan nada serius yang membuat Andara terdiam sejenak. Matanya yang hitam pekat menatap Andara tanpa berkedip, memberikan kesan bahwa ia tidak sedang bercanda.

"Loh, jadi lo ngikutin gue? Sejak kapan?" tanya Andara, matanya membulat penuh dengan keheranan. Ia merasa tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin Leo mengikutinya?

"Sejak tadi pas di sekolah," jawab Leo santai, seolah-olah hal itu adalah sesuatu yang biasa. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana, menunjukkan sikap yang tenang dan percaya diri.

"Sekarang kan masih masuk sekolahnya, lo bolos lagi? Emang dasarnya lo gak bisa berubah dari dulu," kata Andara sambil menggelengkan kepala, mengenang masa lalu mereka di sekolah. Nada suaranya terdengar penuh keprihatinan, tetapi juga ada sedikit nostalgia. Ia teringat bagaimana Leo sering absen dan membuat gurunya kesal.

Andara dan Leo duduk di bangku kayu yang terletak di taman dekat apartemen, menikmati keheningan dan udara segar yang jarang mereka rasakan. Meskipun Leo bolos dari kelas, Andara telah membuat surat izin ke bimbingan konseling tadi pagi, memastikan dirinya bebas dari masalah.

"Tumben lo nyapa gue? Biasanya lo marah-marah kalau ngeliat gue," ucap Leo, mencoba memecah keheningan yang mendadak canggung.

"Marah juga ada batasnya," jawab Andara dengan suara lembut namun tegas. "Lo kira gak capek berusaha ngelupain masa lalu, sedangkan masa lalu tersebut selalu ada di depan gue?"

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang