Di ruang persalinan, suasana tegang semakin terasa saat Andara berjuang melawan rasa sakit yang semakin intens. Mahesta berdiri di sampingnya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Dia menggenggam tangan Andara dengan erat, berusaha memberikan kekuatan yang dibutuhkan istrinya.
Andara mencoba menahan rasa sakit, namun sesekali rintihannya terdengar, membuat Mahesta semakin cemas. Seorang dokter mendekat, wajahnya tenang namun penuh perhatian, siap memberikan instruksi.
“Andara, kita sudah hampir sampai di tahap akhir. Kamu perlu tetap tenang dan ikuti instruksi saya, oke?” kata dokter dengan suara lembut namun tegas, mencoba menenangkan Andara.
Andara mengangguk lemah, matanya terpejam sejenak saat kontraksi lain datang. “Iya, Dok. Tapi... sakit sekali...” ucapnya terputus-putus, nafasnya masih tersengal-sengal.
Mahesta mengusap keringat di dahi Andara, lalu menatap dokter dengan penuh harap. “Dok, apakah dia akan baik-baik saja? Tolong, lakukan yang terbaik.”
Dokter mengangguk meyakinkan. “Jangan khawatir, Mahesta. Andara kuat, dan semuanya berjalan lancar. Sekarang kita butuh kerjasama Andara untuk mendorong. Saat kontraksi berikutnya datang, dorong sekuat tenaga.”
Andara membuka mata dan menatap Mahesta, mencari keberanian dari suaminya. Mahesta menatap balik dengan penuh cinta, mencoba menguatkan hatinya sendiri sambil berkata, “Kamu bisa, Andara. saya di sini bersamamu.”
Saat kontraksi berikutnya datang, Andara menggenggam tangan Mahesta lebih erat, matanya terpejam rapat. “Sekarang, Andara, dorong!” perintah dokter.
Andara berusaha mengumpulkan seluruh tenaganya, lalu mendorong sekuat mungkin. Suara Mahesta yang terus memberinya semangat menjadi penguat saat rasa sakit hampir tak tertahankan.
“Bagus sekali, Andara! Hanya sedikit lagi, kamu hampir berhasil,” ucap dokter, melihat kepala bayi mulai keluar.
Mahesta terus membisikkan kata-kata semangat di telinga Andara, seolah ingin menyalurkan kekuatan yang dia sendiri rasakan.
Dengan dorongan terakhir, terdengar suara tangisan bayi yang memecah keheningan ruangan. Andara terisak, air mata kebahagiaan bercampur rasa lega mengalir deras di pipinya.
“Selamat, Andara, Mahesta. Bayi kalian lahir dengan selamat,” kata dokter dengan senyum hangat, menyerahkan bayi yang baru lahir kepada Andara.
Mahesta menatap Andara dengan mata berkaca-kaca, lalu menunduk untuk mencium keningnya. “Kita berhasil, sayang. Dia sempurna... terima kasih telah begitu kuat.”
Andara menatap bayi yang kini berada dalam pelukannya, rasa sakit yang tadi dirasakannya seakan sirna oleh kebahagiaan luar biasa yang membanjiri hatinya. Dia tersenyum, matanya bertemu dengan Mahesta, menyadari bahwa hidup mereka baru saja berubah selamanya.
“Terima kasih, Mahesta... terima kasih sudah di sini bersamaku,” bisik Andara, penuh haru.
Mahesta mengangguk, mengusap lembut pipi Andara, lalu menatap bayi mereka yang mungil dengan penuh cinta. Di saat itu, tanpa kata-kata lebih lanjut, mereka merasakan keajaiban kehidupan yang baru saja mereka sambut bersama.
***
Mahesta masih memandangi bayi mungil yang ada di pelukan Andara. Wajahnya dipenuhi kebahagiaan dan kekaguman yang tak terlukiskan. Bayi itu baru saja datang ke dunia, namun telah membawa begitu banyak cinta ke dalam hidup mereka.
Andara, meskipun lelah, masih tersenyum hangat saat menatap Mahesta. “Apa kamu sudah punya nama untuknya?” tanyanya pelan, matanya masih penuh haru.
Mahesta terdiam sejenak, menatap wajah kecil itu dengan penuh kelembutan. Dalam pikirannya, berbagai nama berlalu-lalang, namun hanya satu yang terasa benar. Nama itu sudah lama dia pikirkan, namun dia ingin memastikan bahwa Andara juga menyukainya.
“Aku sudah memikirkan satu nama,” Mahesta berkata lembut, lalu menatap Andara dengan senyum kecil.
"Andarasta Reviola Adiwangsa,"
Andara terdiam, merenungkan nama itu. Matanya kembali menatap bayi mereka, lalu senyumnya semakin melebar. "Andarasta? di panggil Asta," ujarnya dengan suara lembut, penuh persetujuan.
Mahesta merasakan kelegaan dan kebahagiaan luar biasa saat Andara menyetujui nama yang telah dia pilih dengan hati-hati. Dia kemudian menunduk dan mencium kening bayi kecil mereka dengan penuh kasih sayang.
“Selamat datang di dunia, Asta. Kami akan selalu ada untukmu,” tambahnya, suaranya bergetar oleh emosi yang mendalam.
Andara mengangguk pelan, masih menatap bayi mereka dengan mata yang mulai berkaca-kaca lagi. Di hatinya, dia tahu bahwa nama itu sempurna, seindah arti yang terkandung di dalamnya. Aksara kini menjadi simbol cinta dan perjuangan mereka, sebuah awal dari perjalanan panjang sebagai keluarga kecil yang penuh cinta.
END
OKE GAYS, AKHIRNYA SELESAI. MAAF KALAU SELAMA CERITA, BANYAK TYPO. MAKASIH SUDAH BACA CERITA AKU SAMPAI AKHIR. MAAF KALAU CERITANYA TIDAK SESUAI EKSPEKTASI KALIAN☹️BTW, KALIAN BISA BAGIKAN CERITA INI KE TEMAN, BIAR TEMAN KALIAN JUGA MEMBACANYA🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ENCHANTMENT
Teen Fiction-Andai masalah semudah yupi untuk ditelan. Andara Lova Gaurika, gadis remaja dikepung ribuan masalah yang mengalir dari masa lalu dan masa kini, seperti ombak yang tak pernah berhenti menghempas. Mahesta Kastara Adiwangsa, seorang pria yang dibenci...