58. KELULUSAN

170 12 0
                                        

VOTE DULU, KOMEN KALAU SEMPAT
💋💋

Satu tahun berlalu. Kini, Aula sekolah dipenuhi dengan sorak-sorai dan tawa riang para siswa yang mengenakan toga, siap menerima momen yang paling dinantikan—wisuda. Ruangan megah itu dipenuhi dekorasi warna emas dan biru, warna kebanggaan sekolah mereka. Lampu kristal yang tergantung di langit-langit menambah kemegahan suasana. Semua mata tertuju pada panggung, tempat kepala sekolah berdiri dengan mikrofon di tangan.

Di barisan ketiga, Andara duduk di antara teman-teman dekatnya, Lena, Marvin, dan Leo. Senyum tak pernah lepas dari bibir mereka, meski ada sedikit perasaan gugup yang menyelimuti. Mahesta dan Lova, dengan penuh kebanggaan, duduk di barisan depan, tepat di tempat yang disediakan untuk orang tua. Mahesta tak henti-hentinya memperhatikan Andara, matanya menyiratkan kebanggaan yang mendalam.

Saat nama Andara disebut, "Andara Lova Gaurika, kelulusan dengan nilai terbaik dan tertinggi di angkatannya," suara kepala sekolah bergema di seluruh aula. Sorakan dan tepuk tangan pecah, memenuhi ruangan dengan euforia. Andara merasa jantungnya berdegup kencang, tapi senyumnya tak bisa ditahan.

"Emang best bestie gue, sana maju," bisik Lena sambil menyenggol lengan Andara dengan senyum penuh kebanggaan.

Dengan langkah pasti, Andara maju ke panggung, jantungnya berdegup kencang. Di bawah cahaya lampu yang menyorot, dia merasa seperti bintang utama di pagi ini. Kepala sekolah menyematkan samir dengan penuh kebanggaan di leher Andara, sebuah simbol pencapaian yang luar biasa.

Andara berdiri di panggung itu, memandang sejenak ke arah Mahesta yang duduk di bangku orang tua. Mahesta tersenyum lebar, mengacungkan jempol sebagai bentuk dukungan dan kebanggaan yang tak terlukiskan. Momen itu begitu magis, seolah dunia di sekitarnya menghilang, hanya ada Andara dan kebahagiaan yang memenuhi hatinya.

Setelah semua medali dibagikan, aula mulai sepi, hanya tersisa suara gemerisik toga yang bergerak dan percakapan ringan di antara siswa yang masih bertahan.

Di luar aula, Andara berdiri sendiri, punggungnya bersandar pada dinding. Air mata mengalir di pipinya, bukan karena kesedihan, melainkan keharuan yang mendalam. Ia tak menyangka bahwa usahanya yang sempat tertunda karena harus menghadapi ujian susulan bisa berbuah manis, bahkan dengan hasil terbaik.

Andara mencoba menghapus air matanya, tapi perasaan itu terlalu kuat. Segala kekhawatiran, perjuangan, dan ketidakpastian yang ia rasakan sebelumnya kini mencair, mengalir bersama air matanya. Suara langkah kaki yang mendekat membawanya kembali ke kenyataan.

Mahesta dan Lova, yang telah melihat Andara keluar dari aula, segera menghampiri putri mereka. Wajah Lova menampilkan rasa khawatir yang lembut. Tanpa ragu, dia segera merengkuh Andara ke dalam pelukannya.

“Kenapa nangis, sayang?” suara Lova terdengar lembut dan penuh perhatian saat ia mengusap punggung Andara dengan sayang.

Andara menghapus air matanya yang masih tersisa di sudut mata, mengatur napas sebelum menjawab, “Nggak nyangka aja, Ma…” suaranya terdengar serak.

Lova tersenyum lembut, mencium puncak kepala putrinya dengan penuh kasih. “Kamu memang hebat, Andara. Mama selalu tahu itu,” ucapnya pelan namun penuh keyakinan, membuat hati Andara terasa lebih tenang.

Tak ingin melihat putrinya terlalu larut dalam perasaan, Lova kemudian melirik ke arah gerobak bubur ayam yang mangkal tak jauh dari mereka. “Kamu mau beli bubur ayam itu nggak? Buat merayakan sedikit?” tawar Lova dengan nada ceria, berharap bisa mengalihkan perasaan Andara.

Andara menganggukkan kepala dengan senyum kecil di bibirnya, air mata yang tadi mengalir kini digantikan oleh rasa hangat di hatinya.

Lova tersenyum senang, lalu menoleh ke Mahesta. “Mama beli tiga ya, satu buat Mahesta juga,” katanya dengan nada memutuskan.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang