13. TIDAK SUKA

368 36 2
                                    

"el amor crece por costumbre"
(Cinta tumbuh karena kebiasaan.)
-Mahesta.

🏹

Sesampainya di toko es krim, Mahesta memarkirkan mobilnya dengan hati-hati. Saat Mahesta masih membuka sabuk pengamannya, Andara langsung turun tanpa menunggu Mahesta keluar dari mobil. Andara langsung masuk ke toko itu dan memesan es krim vanilla dengan lelehan coklat di atasnya.

Mahesta menyamperi Andara yang sudah memesan es krim dan melihat menu yang ada di meja kasir, yang ternyata harganya cukup mahal. "Awas kalau es krimnya kasar," batinnya, sedikit cemas.

"Ini," Mahesta menyerahkan black card-nya kepada kasir tersebut. Kasir itu terkejut, karena pria yang dihadapannya tampak seperti orang kaya.

"Lo lambat banget sih jalannya. Gue pesen es krim vanilla. Gue kalau ada masalah memang larinya ke es krim," kata Andara.

"Masalahnya jangan ditanggung sendiri. Sekarang, saya wali kamu, kamu harus berbagi masalah itu kepada saya," ucap Mahesta, bercanda namun serius.

"Enggak mau," jawab Andara, bibirnya mengerucut seperti anak kecil.

"Tidak diberi tahu pun, saya selalu tahu masalah kamu, Andara," batin Mahesta, mencoba menahan senyum.

Saat duduk menunggu es krim, Mahesta sibuk dengan handphone-nya, sementara Andara sangat kesal karena di samping kursinya ada dua pasangan yang tampak seperti mahasiswa.

"Geli banget, senderan di leher, pegangan tangan, mana deket banget. Lihat itu lehernya merah banget, ish murah banget ceweknya," gumam Andara sendiri, suaranya penuh kejengkelan.

Mahesta yang bermain handphone juga mendengarkan ocehan Andara, lalu mulai melihat pasangan tersebut. Dia tersenyum. "Mengapa dia yang kesal, yang ngelakuin aja gak kesal," batinnya sambil melihat tangan Andara yang mengepal, sepertinya ingin melabrak pasangan itu karena romantis di depan umum, eh maksudnya di depan Andara.

"Andara," ujar Mahesta, sambil menggelengkan kepala nya.

"Lo pasti juga risih kan? Udah jujur aja sama gue. Es krimnya belum datang kan? Gue mau ngusir mereka," ucap Andara, hendak berdiri, namun Mahesta menyuruhnya duduk kembali dan memberi kode agar tidak membuat keributan di toko ini.

"Permisi, ini es krim vanillanya," kata pegawai disana.

"Iya, terima kasih, mbak," jawab Mahesta, menerima es krim itu.

"Lo gak pesan es krim?" tanya Andara.

Mahesta menggelengkan kepala. "Sudah, itu dimakan, lalu kita pulang."

Saat Andara menikmati es krim itu, tiba-tiba ada yang memanggilnya dari arah meja kasir. "Andara," seseorang melambaikan tangan ke arah Andara. Mahesta pun melihat sejenak, lalu kembali fokus pada handphone-nya.

"Eh, Lena, dia juga gak masuk?" gumamnya. "Lena, sini duduk bareng. Kenapa lo gak masuk sekolah?" tanya Andara, yang membuat Lena berjalan ke arahnya.

"Lo gak lihat, gue pake seragam sekolah? Sekolah pulang pagi, soalnya gurunya pada keluar rapat," jawab Lena.

"Ini siapa?" tanya Lena, menunjuk ke arah Mahesta.

"Oh, ini teman gue, namanya Mahesta," jawab Andara. Mahesta pun memberi senyuman kepada Lena.

"Teman? Kamu menganggap saya teman, Andara?" batin Mahesta, merasa ada yang aneh dalam hatinya.

"Ganteng banget. Boleh minta nomer-nya?" tanya Lena kepada Mahesta.

"Saya tidak menyimpan kontak wanita," jawab Mahesta, yang langsung mendapat tendangan kaki di bawah meja dari Andara.

"Kalau gak nyimpen kontak wanita, kenapa dia menyimpan kontak Andara? Andara kan juga wanita," batin Lena, bingung.

Mahesta yang awalnya betah karena berdua dengan Andara, malah jadi tidak betah karena ada teman kelasnya Andara. Mahesta tipe orang yang risih jika disukai duluan oleh wanita, apalagi jika wanita itu sampai meminta nomor teleponnya.

Anehnya, sejak pertemuan pertama dengan Andara, Mahesta langsung berinisiatif mencari nomor telepon Andara dan mengirim pesan. Dia bahkan meminta nomor teleponnya untuk disimpan, sesuatu yang jarang dia lakukan. Andara berbeda dengan gadis-gadis lainnya yang pernah ditemui Mahesta. Biasanya, gadis-gadis itu langsung menunjukkan ketertarikan dan mencoba menggoda Mahesta. Tapi Andara? Dia malah membentaknya, dan justru itu yang membuat Mahesta semakin tertarik.

"Andara, es krim kamu sudah habis. Bagaimana jika kita pulang sekarang?" Mahesta berbicara lembut, mencoba mengakhiri pertemuan ini dengan cara yang baik.

"Kita?" ucap Lena terkejut mendengar kalimat Mahesta barusan. Dia menatap Mahesta dengan mata membesar, penuh keheranan.

"Em, kita satu apartemen, jangan salah paham. Gue duluan, ya," jawab Andara, mencoba menjelaskan dengan cepat agar tidak ada kesalahpahaman.

"I-iyaa, besok liburan, kita jogging pagi," teriak Lena kepada Andara, suaranya penuh semangat. Andara tersenyum dan mengangguk setuju, merasa senang bahwa meskipun hari ini penuh kejadian, dia masih memiliki rencana menyenangkan untuk besok.

Saat mereka keluar dari toko es krim, Mahesta merasakan kelegaan. Dia tidak bisa menjelaskan kenapa, tapi kehadiran Lena membuatnya merasa tidak nyaman.

Mereka berjalan ke arah mobil dengan tenang. Angin sepoi-sepoi menyapu wajah mereka, membawa aroma asin dari laut. Mahesta membuka pintu mobil untuk Andara, memperlihatkan sikap sopan yang jarang dilihat orang lain.

Dalam perjalanan pulang, Andara melihat Mahesta yang serius menyetir mobilnya. Andara merasa ada sesuatu yang ingin dia bicarakan, tetapi melihat Mahesta yang fokus, dia mengurungkan niatnya.

"Mau ngomong apa?" tanya Mahesta tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh perhatian.

"Apaan sih, lo bisa baca pikiran orang ya?" ucap Andara kesal, tetapi ada senyum kecil di sudut bibirnya. "Maaf ya, lo jadi sia-sia ngerjain PR gue kemarin malam gara-gara sekarang gue gak masuk sekolah."

"Tidak apa-apa, niat saya kemarin itu sambil mengajarkan kamu agar paham. Kamu paham kan yang kemarin saya ajarkan?" tanya Mahesta, dengan nada sedikit menggoda.

"Hehe, enggak," jawab Andara jujur, sambil tertawa kecil.

Handphone Mahesta berdering, sontak membuat Andara terkejut. Mahesta sengaja membesarkan volume nada deringnya. Mahesta melihat Andara yang sepertinya kesal, namun dia mengangkat handphone-nya terlebih dahulu.

"Hmm iya, terima kasih informasinya," ucap Mahesta sebelum menutup teleponnya.

"Gak kurang besar tuh volume, orang yang punya penyakit jantung pun bisa meninggal setelah mendengarkan nada dering lo," ucap Andara, sambil menggelengkan kepala.

"Maaf karena telah membuat kamu terkejut," jawab Mahesta dengan nada bersalah.

Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam, namun ada rasa hangat yang mulai tumbuh di antara mereka. Saat sampai di apartemen, Mahesta membuka pintu untuk Andara dan mengantarnya hingga ke depan pintu unitnya.

"Terima kasih, Mahesta. Gue beneran menghargai apa yang lo lakuin hari ini," kata Andara dengan tulus. Yang mendapatkan anggukan dari Mahesta.

"el amor crece por costumbre," ujar Mahesta, menatap Andara dengan pandangan penuh perhatian.

Andara mengangkat alisnya satu karena tidak mengerti maksud Mahesta. Akhirnya dia masuk ke unitnya dengan perasaan campur aduk. Andara mikir, bagaimana jika pertama kali dia ke apartemen tidak mengenal Mahesta, dia pasti sangat kesepian.

________________________

VOTE, FOLLOW YANG BELUM
PANTAU TERUS CERITAKU
💗💗💗

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang