31. BUBUK PIL PENCULIK

156 27 1
                                    

VOTE DULU
TYPO KOREKSI
💋💋
_________

Mahesta bersantai di unit apartemennya, menikmati keheningan malam yang damai. Dia mengunyah sandwich buatannya sendiri, merasakan kelezatan sederhana dari setiap gigitan. Matanya tertuju pada tempat sampah yang sudah penuh, menyadarkannya bahwa sudah waktunya untuk membuang sampah tersebut.

Dengan langkah tenang, Mahesta keluar dari unitnya. Lorong apartemen terasa sepi, dibalut keheningan yang hanya bisa ditemui saat malam sudah larut. Mahesta membuang sampah itu ke tempat pembuangan, lalu memutuskan untuk turun ke lantai bawah, mencari suasana baru untuk bersantai.

Di lantai bawah, mata Mahesta tak sengaja menangkap sosok yang familiar. Di dekat pintu apartemen, berdiri Lova, ibu Andara. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam, seolah ada beban berat yang tak bisa ia lepaskan. Mahesta segera mendekatinya, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Tante, kenapa di sini? Saya antar ke unit ya," ujar Mahesta dengan suara lembut, mencoba menawarkan bantuan.

Namun, Lova menggelengkan kepalanya, menolak ajakan Mahesta. "Andara belum pulang," katanya dengan suara serak penuh kecemasan.

"Tadi saya melihat Andara beli buku di toko depan," jawab Mahesta, mencoba menenangkan. "Mungkin dia masih di sana."

"Beli buku? Tadi Andara izin ke saya untuk bertemu dengan temannya, tapi sekarang sudah hampir jam satu pagi dia belum pulang," ucap Lova, tangannya memegang dada seolah mencoba meredakan kecemasan yang melanda.

Mahesta merasakan kegelisahan yang sama. "Tante tenang, saya akan mencari Andara," katanya dengan nada tegas namun menenangkan. Dia segera memanggil resepsionis dan meminta agar Lova diantar kembali ke unitnya. "Sekarang tante istirahat, berpikir positif saja," lanjutnya, mencoba memberikan rasa aman.

Setelah memastikan Lova diantar dengan aman, Mahesta keluar dari apartemen dengan langkah cepat, tekad mengalir dalam darahnya seperti arus sungai yang deras. Angin malam yang dingin menyapu wajahnya, tetapi dia tidak peduli. Hanya satu yang ada di pikirannya: menemukan Andara. Langkahnya membawa dia ke toko buku, tempat terakhir Andara terlihat.

Sesampainya di toko buku yang mulai gelap, Mahesta melihat pemilik toko itu sedang mengunci pintu. Cahaya redup dari dalam toko menambah kesan misterius malam itu, bayangan bergerak mengikuti setiap gerakannya. "Pak, permisi," ucap Mahesta dengan nada mendesak, suaranya menggema di udara malam yang sepi, membuat bapak itu menoleh dengan sedikit kaget.

"Iya, ada apa, mas?" jawab pemilik toko dengan nada bingung dan sedikit waspada.

"Saya mau bertanya, tadi jam tujuh ada gadis yang masuk sini memakai hoodie hitam, kan?"

"Ya, benar. Kenapa, mas?" balas pemilik toko, nada suaranya berubah menjadi khawatir, seolah dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

"Setelah keluar dari toko ini, bapak lihat nggak dia ke arah mana?" tanya Mahesta, suaranya penuh dengan kegelisahan yang tertahan.

"Oh, dia ke arah ini," jawab bapak itu sambil menunjuk ke arah depan, gerakannya lambat dan pasti. "Emang kenapa, mas?"

"Tidak apa-apa, terima kasih banyak," jawab Mahesta cepat, senyumnya samar tapi penuh makna. Dia berbalik dan berlari, meninggalkan toko buku itu dengan tekad yang membara, mengabaikan tatapan heran dari pemilik toko.

Langkah Mahesta membawanya ke Jalan Sejajar 02. Di sana, suasana terasa semakin sunyi, hanya ditemani oleh bayangan panjang dari lampu jalan yang redup. Hatinya berdegup kencang, setiap detik terasa seperti jam. Matanya mengamati setiap sudut, mencari tanda-tanda keberadaan Andara. Hingga pandangannya tertuju pada sesuatu yang familiar tergeletak di atas paving.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang