21. MAMA ANDARA

242 37 1
                                    

HALO, VOTE DULU YAA
🌷🌷

_______________

Lova, seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai beruban, berkemas untuk pindah ke kota yang kini ditinggali oleh putrinya, Andara. Dengan hati-hati, ia memasukkan semua bajunya ke dalam koper besar dan juga sebuah album foto yang berisi kenangan indah bersama Andara di masa lalu. Air mata menggenang di pelupuk matanya saat ia membuka album tersebut, melihat foto-foto Andara yang masih kecil, penuh senyum dan keceriaan.

"Maafkan mama, Andara," bisik Lova dengan suara bergetar, seolah berharap kata-katanya bisa meresap ke dalam halaman album foto itu, menjangkau Andara yang jauh di sana. Di salah satu foto, Andara tersenyum manis bersama Lova dan Reizar, suaminya.

Setelah menghapus air mata yang mengalir, Lova mengambil handphone dari meja sebelah tempat tidur dan segera menghubungi Reizar yang sudah lebih dulu ada di kota tersebut.

"Hallo, apa ma?" suara Reizar terdengar di seberang sana, tenang namun penuh kelelahan.

"Aku mau tinggal di situ bersama Andara dan kamu. Apa kamu sekarang bersama Andara?" tanya Lova dengan nada penuh harap, meski ia tahu jawabannya mungkin tidak akan sesuai harapannya.

Reizar terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia mengakui kebenaran yang selama ini ia sembunyikan, "Sebenarnya aku tidak tinggal dengan Andara selama di sini," ucapnya dengan nada penuh penyesalan. Sejak pindah ke kota itu, Reizar memilih untuk tinggal bersama anak buahnya di markas, menjalani hidup yang ia tahu tidak akan disukai Andara.

"Kamu masih bekerja seperti dulu? Berhenti, Reizar, kamu tidak tahu bahwa Andara tidak suka hal seperti itu," kata Lova dengan suara penuh kepedihan. Ia tahu betapa pentingnya hal ini bagi Andara.

Reizar mendesah, suaranya mengeras dengan emosi yang tertahan, "Yang membuat Andara pergi dari rumah itu karena ucapan mama," ucapnya tanpa basa-basi, mengingatkan kembali pada kenangan pahit yang membuat Andara pergi meninggalkan mereka.

Lova terdiam, hatinya seperti tertusuk oleh kata-kata Reizar. Setelah beberapa saat, ia berbicara kembali dengan tekad yang kuat, "Aku akan pindah ke kota itu. Aku akan menjemput Andara dan meminta maaf. Untuk Anggara, sudah aku titipkan kepada tetangga, dia tidak bisa ikut karena dia masih melanjutkan sekolahnya."

Reizar mencoba mencegahnya, "Jangan, Andara tidak suka keberadaan kita di kota ini," suaranya penuh kekhawatiran.

Lova menggeleng, meski tahu Reizar tidak bisa melihatnya, "Aku hanya akan meminta maaf. Sebenarnya aku sudah pesan tiket travel ke sana."

"Batalkan, Ma!" suara Reizar terdengar putus asa.

Namun Lova sudah mengambil keputusan. Dengan hati yang berdebar, ia menutup teleponnya, bertekad untuk memperbaiki hubungan dengan putrinya, apapun risikonya.

****

Mahesta berdiri di ambang pintu dapur, menyaksikan Andara yang sedang asyik menyemil makanan yang dengan sengaja ia stok di kulkas. Mahesta sebenarnya tipe orang yang tidak suka menyimpan camilan, namun sejak Andara hadir dalam hidupnya, ia mulai mengisi kulkasnya dengan berbagai camilan. Ia tahu bahwa Andara sangat suka ngemil, terutama saat marah, pelariannya selalu pada makanan.

Andara, dengan rambut panjang yang tergerai dan ekspresi penuh kenikmatan, menyadari tatapan Mahesta. Ia mengangkat alis dan menatap balik dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa liatin gue kayak gitu?" tanyanya dengan nada setengah bercanda, namun matanya menatap penuh keingintahuan.

Mahesta tersenyum kecil, matanya masih terfokus pada Andara. "Ada sosok indah di depan mata saya, rugi jika tidak dilihat," jawabnya dengan nada yang lembut namun tegas, membuat Andara sedikit tersipu.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang