🌷🌷
Subuh yang tenang menyelimuti kamar itu, di mana Mahesta dan Andara masih terlelap dalam tidurnya. Mereka tertidur dalam posisi cuddle, seperti dua jiwa yang saling membutuhkan kehangatan satu sama lain. Mungkin karena kelelahan yang mendera tubuh mereka setelah latihan yang intens sehari sebelumnya, atau mungkin karena mereka menemukan kenyamanan yang tak terduga dalam kebersamaan ini. Tidur mereka begitu nyenyak, seperti bayi yang berada dalam pelukan ibunya, terjaga dari segala hiruk-pikuk dunia luar.
Saat fajar mulai menyapa dengan lembut, Andara perlahan membuka matanya, kelopak mata yang berat karena sisa kantuk. Sekilas, ia belum menyadari posisi mereka. Namun, begitu tubuhnya terasa terkungkung dalam pelukan Mahesta, naluri refleksnya langsung bekerja. Dengan tiba-tiba, Andara melompat dari ranjang, seolah ingin melepaskan diri dari kenyataan yang baru saja disadarinya. Gerakan mendadak itu mengagetkan Mahesta, yang tadinya masih tenggelam dalam mimpi-mimpi indahnya, hingga ia pun terbangun dengan tatapan yang masih diliputi kantuk.
“Eh, maaf, tidur kamu terganggu karena aku,” ucap Andara dengan nada yang terdengar gugup, hatinya berdegup kencang.
Kemudian Andara duduk di tepi ranjang, mencoba menenangkan diri, sementara Mahesta yang baru saja bangun kini juga duduk, berusaha menyingkirkan sisa-sisa kantuk dari matanya.
Mahesta memandang Andara dengan tatapan bingung namun tetap lembut. “Kenapa melompat? Mimpi buruk?” tanyanya sambil perlahan membuka matanya yang masih berat oleh kantuk, suaranya serak namun penuh perhatian.
“I-iya,” jawab Andara dengan sedikit ragu. Ia tak bisa berkata jujur, tidak dengan situasi yang baru saja terjadi. Sebenarnya, ia terkejut karena menyadari betapa dekatnya mereka tidur, sebuah kedekatan yang mungkin terlalu intim untuk Andara yang masih muda.
Mahesta yang masih setengah sadar, tanpa ragu mengulurkan tangannya, menarik Andara mendekat. “Sini deketan,” ucapnya dengan nada yang tak bisa ditolak.
Andara, meskipun hatinya berdebar, memilih untuk menuruti permintaan Mahesta. Ia bersandar di bahu Mahesta, merasakan kehangatan yang tak biasa namun tak bisa ia tolak.
“Mimpi apa?” tanya Mahesta lagi, suaranya kali ini lebih lembut, seolah tak ingin memaksa.
Dalam hati, Andara berteriak, “Kenapa dia nanya sih? Kan gue cuma bohong!” Ia merasa canggung, tak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan itu.
“Nggak bisa cerita, ini privasi,” ucap Andara sambil menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal, sebuah gerakan yang menandakan kegugupannya serta kebohongan.
Mahesta memutar tubuhnya sehingga wajahnya kini berada sangat dekat dengan Andara. Mata mereka bertemu dalam jarak yang begitu tipis, hingga Andara bisa merasakan setiap tarikan napas Mahesta. “Sejak kapan ada privasi seperti ini?” kata Mahesta, suaranya rendah namun penuh dengan keakraban yang menggoda, seolah tak ada lagi batas di antara mereka.
“Apa sih, jangan natap gitu,” balas Andara dengan nada yang terdengar canggung. Wajahnya sedikit memerah, lalu ia dengan cepat berdiri, mencoba menghindari tatapan intens Mahesta. Hatinya berdebar kencang, mencoba melarikan diri dari situasi yang membuatnya tak nyaman, meski ada sesuatu di dalam dirinya yang tak ingin mengakhirinya begitu saja.
“Mau ke mana?” tanya Mahesta, matanya masih mengikuti setiap gerakan Andara, seperti tak ingin melepaskannya dari pandangan.
“Mandi,” jawab Andara singkat sambil berjalan cepat menuju kamar mandi. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri, mencoba mengendalikan perasaan yang tiba-tiba menguasai hatinya. Begitu pintu kamar mandi tertutup, ia menarik napas panjang, mencoba meredakan gejolak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ENCHANTMENT
Ficção Adolescente-Andai masalah semudah yupi untuk ditelan. Andara Lova Gaurika, gadis remaja dikepung ribuan masalah yang mengalir dari masa lalu dan masa kini, seperti ombak yang tak pernah berhenti menghempas. Mahesta Kastara Adiwangsa, seorang pria yang dibenci...