Setelah berlatih menembak, Mahesta membawa Andara ke sebuah ruangan yang lain, ruangan yang penuh dengan energi dan kekuatan fisik. Itu adalah ruangan tinju, dengan empat ring yang berjajar di tengahnya. Setiap sudut ruangan dipenuhi dengan peralatan latihan, dan suasana di sana begitu intens, seolah ruangan itu dipenuhi dengan semangat juang para petarung.
Andara melangkah masuk dengan perasaan campur aduk. Matanya tiba-tiba melebar saat melihat para anak buah Mahesta yang sedang berlatih tanpa mengenakan pakaian atas, memamerkan tubuh mereka yang berotot dan berotot kencang. Andara, dengan cepat, menutup matanya, merasa risih namun juga malu. Ada rasa canggung yang membanjiri dirinya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Melihat Andara yang tidak nyaman, Mahesta segera memberi kode kepada anak buahnya untuk meninggalkan tempat itu. Dalam sekejap, para petarung tersebut meninggalkan ring, membiarkan ruangan itu kosong agar Andara bisa merasa lebih tenang. "Sekarang, saya akan mengajari kamu tinju meninju," ucap Mahesta, suaranya penuh semangat dan keyakinan. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, tiba-tiba ponsel Andara berdering, memecah keheningan di antara mereka.
Andara merogoh kantongnya dan melihat layar ponselnya yang berkedip. "Leo yang nelpon," ucapnya dengan nada datar, sedikit terkejut dengan panggilan itu.
"Angkat saja, mungkin penting," sahut Mahesta sambil memilih sarung tangan tinju, memperhatikan Andara dengan penuh perhatian. Ada perasaan waspada yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.
Andara mengangguk dan menerima panggilan tersebut, menempelkan ponsel di telinganya. "Halo?" sapanya.
Di ujung sana, suara Leo terdengar tegang. "Andara, ada kabar buruk."
Andara merasakan ketegangan mulai merayap di punggungnya. "What?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar.
"Dirga ada di kota ini," jawab Leo, suaranya penuh dengan kecemasan. Nama itu, nama yang membawa begitu banyak kenangan pahit, membuat tubuh Andara langsung kaku. Mahesta, yang mendengar percakapan itu, segera mendekat, mendengarkan dengan seksama.
"Iya, Dirga yang obsesi sama lo," lanjut Leo, suaranya semakin mendesak, seolah ingin memastikan bahwa Andara mengerti betapa serius situasi ini.
Andara terdiam sejenak, pikirannya melayang kembali ke masa lalu, mencoba memproses informasi yang baru saja diterimanya. "Dirga?" gumamnya, mencoba mengingat lebih jelas. Dan kemudian, kenangan itu menghantamnya seperti badai yang datang tiba-tiba. "DIRGA YANG NYULIK GUE WAKTU ITU SAMPE GUE HILANG INGATAN!" serunya, nada suaranya dipenuhi oleh campuran ketakutan dan kemarahan yang lama terpendam.
"Nyulik lo? Kenapa lo nggak bilang ke gue? Gue khawatir sama lo, Andara. Lo nggak aman sekarang," Leo berbicara dengan nada yang semakin cemas, suaranya terdengar putus asa di seberang sana.
Namun, sebelum Andara bisa menjawab, Mahesta yang sejak tadi mendekat tiba-tiba merebut ponsel dari tangan Andara. Wajahnya menunjukkan ketegasan yang luar biasa, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. "Selama ada saya, Andara akan aman," ucapnya tegas, suaranya penuh dengan kepastian yang tak terbantahkan.
"Kok ada lo? Kalian di mana?" tanya Leo, suaranya terdengar bingung dan cemas sekaligus.
Mahesta menarik napas dalam-dalam, menahan diri agar tetap tenang. "Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan Andara," jawab Mahesta dengan nada yang sopan namun tegas, sebelum menutup telepon dan mengembalikan ponsel itu ke tangan Andara.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ENCHANTMENT
Roman pour Adolescents-Andai masalah semudah yupi untuk ditelan. Andara Lova Gaurika, gadis remaja dikepung ribuan masalah yang mengalir dari masa lalu dan masa kini, seperti ombak yang tak pernah berhenti menghempas. Mahesta Kastara Adiwangsa, seorang pria yang dibenci...