53. PENENTUAN

107 7 0
                                        

VOTE DAN KOMEN
FOLLOW JANGAN LUPA
🧚‍♀️🧚‍♀️


Di ruang tamu yang terasa dingin dan sunyi, Mahesta, Andara, dan Lova duduk dalam keheningan. Ketenangan itu berat, seakan menunggu sesuatu yang tak terelakkan. Cahaya matahari sore yang temaram menembus tirai, memantulkan bayangan samar di dinding, menciptakan suasana yang hampir mistis.

Mahesta menghela napas pelan, memecah keheningan dengan suara yang penuh keyakinan. "Begini, Andara," ucapnya, suaranya terdengar mantap meski ada jejak ketidakpastian di ujung bibirnya. "Kita bisa menikah, saya berjanji tidak akan menyentuh kamu selama masih sekolah."

Lova mengangguk setuju, menambahkan, "Nah, benar itu. Jadi kamu tidak perlu khawatir akan menjadi mama muda saat masih sekolah."

Andara menghela napas kecil. Ingatannya berputar ke masa lalu yang tak begitu jauh, masa di mana ia merasa terjerumus dalam kegelapan yang tak berujung. “Mama lupa,” bisiknya, suara yang nyaris tak terdengar di antara keheningan, “aku sudah nggak perawan.” Kata-katanya meluncur begitu saja, mengingatkan dirinya pernah melakukan hal seharusnya tidak di lakukan.

“Tak peduli apa pun yang telah terjadi,” sahut Mahesta, suaranya penuh kehangatan dan pengertian. “Saya mencintai kamu bukan karena kesucian, tapi karena siapa kamu sebenarnya. Saya siap menerima semua kekurangan dan kelebihan kamu, Andara. Kamu adalah dirimu, dan itu sudah cukup untuk saya.”

Lova memandang Mahesta dengan rasa bangga, senyuman lembut menghiasi wajahnya. “Mahesta benar, Andara. Cinta sejati bukan tentang kesempurnaan, melainkan tentang penerimaan dan komitmen untuk saling mendukung.”

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Andara menghela napas dalam dan berkata, "Oke, aku akan menikah demi keinginan Papa."

Keputusan itu menggantung di udara, seolah menandakan babak baru dalam hidupnya. Lova dan Mahesta saling bertukar pandang, rasa lega mengisi ruangan yang tadinya penuh ketegangan.

"Syukurlah, Mama jadi tidak khawatir lagi," ucap Lova dengan senyum hangat, tangannya mengelus lembut punggung Andara, mencoba menyalurkan kekuatan dan ketenangan. "Karena kamu akan selalu bersama Mahesta."

Namun, Andara masih tampak ragu. "Mama, besok sudah masuk sekolah. Tapi aku ingin tinggal di sini dulu," ucapnya dengan nada suara yang ragu-ragu, seolah mencoba mencari celah untuk menunda realitas yang menantinya.

Lova menggeleng lembut, matanya menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. "Jangan, kamu harus sekolah. Besok kamu sudah menjadi kakak kelas seutuhnya, kelas XII. Ini tahun terakhirmu, dan kamu harus fokus."

Mahesta ikut menimpali, suaranya penuh dukungan. "Benar, kamu harus sekolah, Andara."

"Soal pernikahan, biar Mama yang urus," lanjut Lova, suaranya tegas namun penuh kelembutan.

Andara terdiam sejenak, menatap ibunya dengan tatapan bingung. "Maksud Mama, Mama ikut aku pulang ke apartemen?"

Lova tersenyum, kali ini dengan kehangatan yang berbeda, seperti seseorang yang telah mengambil keputusan yang bijaksana. "Iya, adikmu tetap sekolah di sini. Dia sudah remaja, dan dia tahu bagaimana menjaga dirinya, apalagi dia laki-laki," ucapnya sambil melirik anak laki-lakinya yang terlihat sibuk membantu orang di luar rumah.

***

Perjalanan malam itu menuju kota Mahesta terasa panjang dan sunyi. Di dalam mobil, Andara, Lova, dan Mahesta terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Lampu-lampu kota yang mulai terlihat dari kejauhan memberikan sedikit kehangatan dalam kegelapan malam.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang