48. LEO DAN ANDARA

86 13 0
                                    

Andara melangkah dengan malas di atas trotoar yang padat oleh keramaian malam. Lampu-lampu jalan bersinar terang, menciptakan bayangan panjang di setiap sudut, namun perasaan cemas mulai merayap di benaknya. Ia menatap lurus ke depan, namun hatinya terusik oleh kenyataan bahwa ia harus keluar hanya untuk membeli sabun mandi.

"Kalau bukan karena sabun di apartemen habis, nggak mungkin gue jalan malam-malam begini," gumamnya dengan suara pelan, hampir seperti menghibur diri sendiri di tengah dinginnya malam.

Keramaian malam itu tidak membuatnya merasa lebih aman. Langkah-langkah kaki Andara mulai terasa lebih berat, bukan karena lelah, tapi karena perasaan yang semakin kuat bahwa ia sedang diawasi. Ia mempercepat langkahnya, sesekali melirik ke belakang, mencoba menangkap bayangan siapa pun yang mungkin mengikuti. Degup jantungnya makin cepat seiring dengan langkahnya yang semakin terburu-buru.

Saat kesadaran bahwa ia benar-benar diikuti menghantamnya, perasaan panik merayapi seluruh tubuhnya. Tanpa pikir panjang, Andara mulai berlari, berharap bisa menghilang di antara keramaian. Namun, langkah-langkah di belakangnya semakin mendekat, seolah tak memberinya ruang untuk melarikan diri.

"Anjing, siapa yang ngejar gue?" Andara mengumpat di antara napasnya yang terengah-engah. Setiap kali ia menoleh ke belakang, sosok yang mengejarnya semakin jelas, namun identitasnya tetap tersembunyi di balik kegelapan dan masker yang menutupi wajahnya.

Sambil berlari, Andara terlalu sibuk menoleh ke belakang, tak menyadari bahwa ada seseorang di hadapannya. Tubuhnya bertabrakan keras dengan sosok tersebut, membuatnya hampir terjatuh.

"Maaf, gue nggak sengaja—" kata-kata Andara terhenti saat ia melihat siapa yang berdiri di depannya. "Mahesta?" Suara Andara terdengar lega sekaligus terkejut, dan tanpa pikir panjang, ia langsung memeluk Mahesta dengan erat di tengah hiruk-pikuk trotoar yang ramai.

Mahesta, yang awalnya terkejut, dengan cepat menyadari situasinya. Tatapannya tajam melihat ke arah orang yang tadi mengejar Andara. Sosok itu segera berhenti dan berbalik, menghilang di antara kerumunan, mungkin karena melihat Mahesta. Mahesta membalas pelukan Andara, merasakan betapa gemetarnya tubuh gadis itu. "Kamu nggak apa-apa? Kenapa keluar malam-malam sendirian?"

Andara perlahan melepaskan pelukan itu, menatap Mahesta dengan mata yang masih menyiratkan ketakutan. "Aku cuma mau ke toko beli sabun mandi, soalnya di rumah habis," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar. "Tapi malah diikuti orang yang aku nggak kenal... Dia pakai penutup wajah, aku nggak bisa lihat wajahnya."

Mahesta menghela napas panjang, menatap Andara dengan penuh perhatian. "Kenapa nggak beli online saja? Ayo, saya antar." Suaranya tegas, memberi rasa aman yang langsung menenangkan hati Andara.

Mahesta lalu merangkul Andara, membimbingnya dengan perlahan ke arah toko yang masih buka di ujung jalan. Di bawah langit malam yang penuh bintang, mereka berjalan berdampingan, dan untuk sekian kalinya Andara merasa aman karena adanya Mahesta.

***

Matahari pagi muncul perlahan dari timur, cahayanya lembut menelusuri ruangan dan menyinari wajah Andara yang masih terlelap di tempat tidurnya. Ia sengaja tidak menutup gorden jendela di unit apartemennya, membiarkan sinar matahari menjadi alarm alami yang membangunkannya.

“Selamat pagi untuk diri gue yang penuh dengan masalah,” gumamnya dengan sedikit sarkasme, senyum tipis terbentuk di bibirnya. Ia menggerakkan tubuhnya yang masih terasa berat setelah malam yang penuh dengan kejadian, lalu perlahan bangkit dari tempat tidur, berniat menuju kamar mandi.

Namun, langkahnya terhenti saat suara bel pintu menggema di seluruh ruangan. Ia mengerutkan kening, merasa heran siapa yang datang sepagi ini. “Siapa sih pagi-pagi? Kalau papa sama Mahesta kan pasti langsung masuk,” pikirnya, sedikit terganggu.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang