VOTE FOLLOW KOMEN
TYPO? KOREKSI
🍂🍂
Niat awal Andara ketika Mahesta sudah tertidur adalah untuk keluar sejenak, menghirup udara segar di pagi hari yang tenang. Namun, kehangatan yang terpancar dari pelukan Mahesta, serta rasa lelah yang tak tertahankan, membuatnya ikut terlelap di samping suaminya.Dalam tidurnya, Andara tiba-tiba tersentak. Tubuhnya bergetar, membuat Mahesta yang tidur di sebelahnya terbangun dengan penuh kekhawatiran. Mahesta menatap wajah Andara yang tampak tenang dalam tidurnya, tapi getaran kecil di tubuhnya tidak dapat disembunyikan.
"Pasti mimpi jatuh," gumam Mahesta, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun, saat dia hendak kembali memejamkan mata, tiba-tiba Andara mulai menangis dalam tidurnya. Air mata yang menetes dari sudut mata Andara membuat Mahesta segera membangunkannya dengan lembut.
"Andara, kamu kenapa menangis?" tanya Mahesta, suaranya dipenuhi kecemasan saat melihat istrinya yang setengah sadar, air mata masih membasahi pipi lembutnya.
Andara perlahan membuka matanya, napasnya sedikit terisak. "Aku mimpi... Di pernikahan kita, ada Papa. Dia tersenyum padaku," ucap Andara dengan suara serak, mengenang sosok ayahnya yang hadir dalam mimpinya.
Mahesta menghapus air mata yang masih mengalir di pipi Andara dengan ibu jarinya, gerakan tangannya lembut namun tegas. "Itu tandanya, dia bahagia karena kita bisa bersama," ucap Mahesta, mencoba menenangkan perasaan Andara yang bergemuruh.
Dengan penuh kasih sayang, Mahesta menciumi Andara, mulai dari pipi kanan, pipi kiri, dahi, hidung, hingga bibir. Namun, Andara merasa enggan, perasaannya yang masih larut dalam kesedihan membuatnya sedikit tersentak. "Aku lagi sedih, malah diginiin," ucap Andara sambil bangkit dari ranjang, berjalan menuju ruang tamu untuk menenangkan diri.
Mahesta memandang Andara yang berlalu dengan senyuman kecil di wajahnya, tak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu. "Hei, aku masih nggak nyangka kalau kamu istri aku," ucapnya, nada suaranya terdengar tak percaya, namun penuh kebahagiaan.
Andara menoleh, memberikan senyum imut yang seolah membantah kecanggungan yang barusan terjadi. Dia kemudian duduk di sofa, dan tak lama kemudian Mahesta mengikutinya, duduk di sampingnya.
"Inget ya, jangan sentuh aku sampai aku lulus sekolah," ucap Andara dengan nada tegas, memberikan peringatan yang bercampur dengan harapan.
Mahesta tersenyum lembut, tatapannya penuh keyakinan. "Kamu ragu dengan janji saya?"
Andara menggeleng pelan, namun ada keraguan yang jelas tergambar di wajahnya. "Bukan ragu, cuma... takut aja."
Mahesta mengulurkan tangan, menggenggam tangan Andara dengan erat, memberikan kehangatan dan rasa aman. "Percayalah, saya akan selalu menjaga kamu. Nggak perlu takut,"
***
Keesokan harinya, sekolah dimulai seperti biasa. Pagi yang cerah itu, Mahesta kembali mengantarkan Andara ke sekolah, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam rutinitas mereka. Jika sebelumnya Andara hanya melambaikan tangan untuk berpamitan, kali ini dia menyalim tangan Mahesta dengan khidmat, lalu mendapatkan ciuman lembut di pipi dan dahinya.
"Belajar yang benar, biar jadi istri yang pintar," ucap Mahesta dengan senyum tipis, nadanya setengah bercanda tapi penuh arti.
Andara hanya tersenyum kecil, tanpa banyak kata. Senyum itu adalah jawabannya, sebuah perasaan yang terjaga rapi di dalam hatinya. Setelahnya, dia berbalik, meninggalkan Mahesta dengan langkah ringan, memasuki gerbang sekolah yang semakin padat oleh siswa yang berdatangan.
Hari ini, seluruh siswa kelas XII diminta mengenakan seragam olahraga. Di kelas, Andara tak bisa menyembunyikan senyumnya. Wajahnya berseri, mata yang biasanya tenang kini memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung. Teman-teman sekelasnya mulai memperhatikan perubahan itu, keheranan menggelayuti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ENCHANTMENT
Teen Fiction-Andai masalah semudah yupi untuk ditelan. Andara Lova Gaurika, gadis remaja dikepung ribuan masalah yang mengalir dari masa lalu dan masa kini, seperti ombak yang tak pernah berhenti menghempas. Mahesta Kastara Adiwangsa, seorang pria yang dibenci...