29. NEKAT KE PSIKOLOG

165 28 2
                                    

BANYAK YANG BACA
TAPI GADA YANG VOTE
VOTE VOTE VOTE
HAPPY READING
🌷🌷🌷
___________

Andara melangkah memasuki sekolah kembali setelah hari itu. Dengan wajah ceria yang menyiratkan kebahagiaan, ia berjalan di sepanjang koridor. Bisikan-bisikan terdengar di antara para siswa saat Andara lewat, membuatnya awalnya tidak menyadari bahwa semua mata tertuju padanya. Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai merasakan sorotan yang tak terelakkan di sekolah.

"Ini kenapa pada liatin gue sih?" gumamnya pelan, namun cukup terdengar oleh Leo yang tiba-tiba muncul di belakangnya, merangkul pundaknya dengan satu tangan, seolah ingin melindunginya dari dunia luar.

"Itu karena lo cantik," goda Leo dengan senyum khasnya.

"Video mereka berdua tiba-tiba hilang, ya?" salah satu siswa berbisik pada temannya, suaranya mengandung rasa penasaran yang mendalam.

"katanya sih di riset," jawab siswa lainnya, mencoba menjelaskan.

Andara terdiam, mendengarkan percakapan mereka dengan penuh perhatian. Hingga akhirnya, dengan sikap yang menantang, ia menoleh dan berkata, "Hei, kalau mau ngomong tentang gue, bicara langsung sini. Ayo, tanya saja, gue akan menjawab."

"Jangan sering ngomongin orang, ntar bibir lo kena jepret," tambahnya dengan nada tegas, menatap mereka dengan tajam.

Kemudian, Andara menoleh pada Leo yang masih merangkulnya. "Lo juga ngapain sih rangkul-rangkul? risih tahu nggak?"

"Dulu kok nggak risih?" balas Leo sambil menyeringai, menggoda Andara dengan santai.

Wajah Andara berubah seketika, menoleh ke segala arah, takut ada yang mendengar. Ia mencubit perut Leo. "Jangan keras-keras, gue tendang ya lo," ancamnya, setengah bercanda.

Andara mempercepat langkahnya, berharap agar Leo tidak bisa mengejarnya. Langkah-langkahnya yang tergesa-gesa menggemakan ketegangan di lorong sekolah yang sepi. Saat melewati kantor, dia tiba-tiba berpapasan dengan wali kelasnya, Bu Indri.

"Andara? Kamu ketinggalan tiga mapel ujian akhir, ya. Kalau anak-anak sudah pulang, kamu harus tetap tinggal untuk mengerjakan ujian," kata Bu Indri dengan nada tegas namun penuh perhatian, matanya yang tajam menembus kegugupan Andara.

"Iya, Bu," jawab Andara dengan senyum gugup, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Sana ke kelas. Sudah hampir masuk," ucap Bu Indri sambil melambaikan tangan, seolah memberikan dorongan semangat.

Andara memasuki kelas dengan langkah hati-hati, merasa seolah seluruh dunia sedang menatapnya. Semua teman-temannya menoleh, bisik-bisik mulai terdengar seperti suara angin yang berdesir. Wajah Andara memerah, campuran antara malu dan marah. Marvin, yang memperhatikan perubahan ekspresi Andara, segera memukul bangku dengan keras, membuat semua orang terkejut.

"Apaan sih lo, stres?" ucap Vana, teman sekelasnya, dengan nada kesal, keningnya berkerut.

"Kagetin aja," sambung Galen sambil menghela napas, masih terkejut dengan tindakan tiba-tiba Marvin.

"Pada bisik-bisik apa sih?" tanya Marvin dengan nada pura-pura tidak tahu, mencoba mengalihkan perhatian dan meredakan ketegangan.

Andara berjalan mendekati Marvin, matanya menyiratkan campuran rasa terima kasih dan frustrasi. "Gue tahu niat lo bantu gue, tapi gak gini juga caranya. Untung gue gak jantungan," ucapnya dengan senyum tipis, menahan tawa yang mulai merayap di sudut bibirnya, merasa sedikit lega meski masih tegang.

Saat ujian berakhir, suasana di kelas mulai mereda. Siswa-siswa mulai membereskan meja mereka, bersiap-siap untuk pulang. Andara merasa sedikit lega, tetapi kegelisahan masih menggelayuti pikirannya. Dia tahu masih ada ulangan susulan yang harus dihadapinya.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang