47. RENCANA PENANGKAPAN

96 8 0
                                    

Andara dengan hati-hati menata hidangan yang baru saja ia siapkan di meja makan. Piring-piring yang berisi makanan tersebut ditata dengan rapi, menghadirkan aroma yang menggugah selera. Ia berharap teman-temannya bisa menikmati hasil jerih payahnya. Dengan senyum tipis di wajah, Andara melirik jam dinding—hanya tinggal beberapa menit sebelum Lena, Marvin, dan mungkin Leo tiba.

Ting!

Suara bel pintu berdering, membuat Andara sedikit terlonjak dari lamunannya. “Itu pasti mereka,” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. Saat pintu terbuka, senyuman hangat langsung menghiasi wajahnya.

“Pagi, cantik!” sapa Marvin ceria, sambil melangkah masuk tanpa perlu menunggu undangan. Senyum lebarnya tampak berseri-seri, seolah kehadiran Andara adalah cahaya di pagi hari itu.

“Dih, modus,” celetuk Lena sambil menggeleng pelan, melihat Marvin yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk menggoda Andara.

Andara hanya tersenyum kecil, menutup pintu di belakang mereka. “Duduk gays,” ajaknya sambil menuntun mereka ke ruang tamu yang hangat dan nyaman. Ada keakraban yang terasa di antara mereka, sebuah kebersamaan yang sudah terjalin sejak lama.

Saat mereka duduk, mata Marvin langsung tertuju pada meja makan yang penuh dengan hidangan. “Makanan ini buatan lo?” tanyanya dengan nada antusias, matanya berbinar-binar melihat berbagai macam hidangan yang terhidang di depan mereka.

Andara mengangguk sambil tersenyum, merasa sedikit bangga dengan hasil masakannya. “Iya, semuanya gue yang masak,” jawabnya lembut.

“Gue mau!” Marvin hampir berseru, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dengan cepat, dia mengambil piring dan mulai menyendok hidangan ke atasnya, satu persatu ikan yang telah disiapkan Andara berpindah ke piring Marvin.

Andara menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum, tak bisa menahan diri untuk merasa heran namun terhibur dengan sikap Marvin yang selalu ceria. Dia tahu, Marvin memiliki perasaan lebih padanya, dan meskipun Andara tidak bisa membalas perasaan itu, dia tetap menghargainya. Ada rasa hangat yang mengalir di hatinya setiap kali melihat Marvin yang begitu tulus, meski ia sendiri masih bingung dengan perasaannya.

“Lena, dimakan ya. Ini buatan gue sendiri,” tawar Andara dengan nada penuh harap, sambil menatap Lena yang duduk di sebelah Marvin.

Namun, Lena hanya menggeleng sambil tersenyum kecil. “Sorry, Andara. Gue sudah kenyang, barusan aja makan mie,” ucapnya dengan sopan, berusaha tidak menyinggung perasaan Andara.

Andara mengangguk mengerti. “Nggak apa-apa,” jawabnya dengan senyuman yang tetap hangat, meski ada sedikit kekecewaan yang ia coba sembunyikan.

Namun, pikirannya kemudian teralihkan oleh satu hal yang belum ia lihat. “Btw, mana Leo? Katanya mau diajak?” tanya Andara, mencoba mencari sosok yang seharusnya hadir bersama mereka.

Lena mengangkat bahu, ekspresinya berubah sedikit bingung. “Leo sibuk, katanya sih dia mau mencari tahu… tapi mencari tahu apa ya?” Lena bergumam pelan, tampak sama bingungnya dengan Andara.

“Mencari tahu?” Andara mengulang kata-kata Lena, pikirannya mulai berputar.

Andara terdiam sejenak, tatapannya kosong. Lamunannya mengembara, memikirkan kata-kata Lena tentang Leo yang sedang mencari tahu sesuatu. Namun, lamunannya segera terhenti ketika suara Marvin yang riang membuyarkan segala pikiran yang berkecamuk di kepalanya.

“Hei, ngelamun aja,” panggil Marvin sambil melambaikan tangan di depan wajah Andara. “Ini piringnya mau ditaruh di mana?”

Andara tersentak kembali ke dunia nyata. Ia menatap piring di tangan Marvin yang kini sudah kosong, seakan tak percaya.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang