34. KECELAKAAN TAK TERDUGA

144 17 0
                                    

TYPO KOREKSI
VOTE SEBELUM BACA
💗💗
__________

Andara memulai hari pertamanya kembali bersekolah setelah insiden yang membuatnya di-DO oleh kepala sekolah. Pagi itu, Mahesta mengantarnya dengan penuh perhatian. Sesampainya di gerbang sekolah, Andara merasa asing, seolah-olah dia baru pertama kali menginjakkan kaki di sana. Kebingungan melanda dirinya, membuatnya berbalik dan kembali menuju mobil Mahesta yang masih terparkir.

Dengan sedikit ragu, Andara mengintip melalui jendela mobil yang masih terbuka. "Gue kelas berapa? Kelas mana?" tanyanya dengan nada kebingungan.

Mahesta keluar dari mobilnya, menatap Andara dengan penuh pengertian. Tanpa berkata banyak, dia menuntun Andara masuk ke dalam lingkungan sekolah. Saat mereka menyusuri koridor, kebetulan mereka bertemu dengan Bu Indri, seorang guru yang terkenal dengan kelembutannya.

"Permisi, saya wali Andara," ujar Mahesta dengan sopan.

"Oh iya, ada apa, Pak? Mari duduk dulu," jawab Bu Indri sambil mempersilakan mereka duduk di bangku dekat koridor. Pandangannya beralih ke Andara. "Andara, sudah masuk ya? Kalau kamu mau mengikuti ulangan susulan, bisa nanti setelah pulang sekolah. Saya akan rekap nilai kamu."

Andara hanya menatap Bu Indri dengan mata kosong, lalu mengangguk perlahan, berpura-pura memahami.

Mahesta menarik napas dalam, bersiap mengungkapkan kenyataan pahit. "Bu, sebenarnya saat Andara di-DO oleh kepala sekolah, ada banyak hal yang terjadi. Akibatnya, Andara kehilangan ingatan jangka pendek. Mungkin Bu Guru bisa lebih memaklumi keadaannya saat ini," ujarnya dengan suara pelan namun jelas.

Mata Bu Indri mengerut, memperlihatkan rasa simpati yang dalam. "Kasihan sekali kamu, Nak. Apa yang terjadi dengan Andara?" tanyanya, nada suaranya penuh empati. "Nak, kamu bisa masuk ke kelas yang bertuliskan XI-MIPA 2. Kelasnya lurus saja ke depan," lanjutnya, menunjuk arah kelas. Andara mengangguk dan mulai berjalan dengan langkah ragu, memasuki kelas yang masih asing baginya.

Setelah Andara pergi, Bu Indri berbalik ke Mahesta. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan Andara sampai bisa seperti ini?"

Mahesta tidak menyembunyikan apapun. Dengan jujur, dia menceritakan semua yang terjadi, tanpa ada yang disembunyikan. Suaranya stabil namun penuh kesedihan, setiap kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan ketulusan dan keprihatinan.

Bu Indri terdiam sejenak, meresapi cerita Mahesta. "Begitu, ya... Saya sangat sedih mendengarnya. Kalau Bapak tahu, Andara itu di kelas sangat aktif. Dia pintar, terutama dalam pelajaran saya, Bahasa Indonesia."

Mahesta tersenyum tipis, kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Kalau begitu, saya pamit, Bu. Saya mohon jaga Andara dengan baik," katanya, suaranya penuh harap.

Bu Indri mengangguk dengan penuh kesungguhan. "Oh, tentu saja, Pak. Terima kasih atas kejujurannya. Kami akan menjaga Andara dengan baik," jawabnya, matanya menatap Mahesta dengan penghargaan.

****

Marvin duduk dengan malas di meja kelasnya, menundukkan kepala di atas lengan yang terlipat. Suasana kelas terasa hampa baginya, terutama karena gadis yang ia sukai tidak pernah terlihat selama seminggu terakhir. Hari-harinya dipenuhi kebosanan yang nyaris tak tertahankan.

Tiba-tiba, suara langkah cepat dan teriakan kegembiraan memecah keheningan kelas. "Andara!" teriak Lena, sahabatnya, dengan nada penuh keterkejutan dan kegembiraan. Lena berlari ke arah Andara dengan antusias, lalu memeluknya erat-erat, seolah takut kehilangan sahabatnya lagi. "Gue kangen banget sama lo," kata Lena dengan suara serak oleh emosi.

Andara, sedikit terkejut oleh pelukan yang tiba-tiba itu, mencoba melepaskan diri dengan sedikit tergagap, "I-iya, lepasin dulu bisa gak, gue gak bisa nafas."

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang