Bab 4. Persaingan.

71.4K 5.6K 252
                                    

Note: Vote sebelum membaca agar aku rajin update.

* * *

Charlotte sedikit merasa keheranan ketika mendengar Grace memanggilnya dengan nama lengkap. Charlotte sudah yakin seratus persen bahwa ia telah menggunakan kekuatan sucinya untuk kembali ke masa lalu.

"Ah, tidak. Saya mendengar nama nona dari Tuan Xavier," jelas Grace sembari mengusap air matanya agar berhenti menangis.

Charlotte sedikit merasa lega karena setidaknya tidak ada di dunia ini yang tahu bahwa kini dirinya sudah kembali ke masa lalu berkat pertolongan dari dewa.

"Baiklah jika kau tidak ada urusan yang penting denganku, aku akan segera pergi," ujar Charlotte.

Mendengar perkataan tersebut membuat Grace seketika mematung, dalam hati ia mulai bertanya-tanya apakah Charlotte tidak mengingatnya sama sekali? Ataukah memang hanya Grace yang mengingat kejadian di masa lalu.

"Jangan berpikiran yang buruk, Grace. Bisa saja nona tidak mengingat semuanya, setidaknya nona masih hidup dan aku harus berguna di masa yang sekarang ini," gumam Grace.

Grace menatap punggung Charlotte dari belakang dengan tatapan penuh kesedihan, rasanya Grace ingin sekali mengatakan yang sebenarnya pada Charlotte, tetapi rasa takut dalam dirinya teramatlah besar.

* * *

Charlotte memasuki mansion kemudian menuju ke arah meja makan, di sana sudah ada ayah, ibu dan adik kandungnya yang bernama Raeliana.

"Kakak!" sapa Raeliana dengan suara yang penuh semangat.

Charlotte duduk di samping adiknya kemudian membaca doa lalu memakan makanan yang berada di depannya.

"Hari ini ayah akan pergi berperang, apa kalian tidak memiliki hadiah untuk ayah?" tanya Trishan. Ia adalah pemimpin keluarga Count.

Mendengar ucapan tersebut membuat Raeliana buru-buru mengeluarkan sebuah lukisan kemudian menunjukkannya kepada sang ayah.

"Aku membuat lukisan ini sepanjang malam demi bisa memberikannya khusus untuk ayah!" ujar Raeliana dengan senyuman ceriahnya.

Jika ini adalah dua tahun yang lalu, itu artinya Raeliana baru berumur lima belas tahun. Gadis itu benar-benar sangat aktif untuk mengalahkan Charlotte di rumah tersebut.

"Kak Charlotte pasti tidak pernah menyangka bahwa aku akan merebut posisinya sebagai anak tersayang di keluarga ini." Raeliana membatin.

"Wah, kau benar-benar anak yang sangat jenius. Aku tidak percaya diumurmu yang masih terlalu muda, kau sangat pandai melukis," puji Trishan.

"Terimakasih, Ayah. Aku rasa kakak punya hadiah juga untuk ayah, cobalah bertanya pada kakak juga," ujar Raeliana sembari tersenyum.

"Skakmat kau, aku yakin kau lupa bahwa ayah akan pergi berperang hari ini, jadi aku yakin kau tidak menyiapkan hadiah apa-apa untuk ayah. Aku yakin kau hanya dapat tersenyum bodoh hari ini dengan harapan ayah mau memaafkanmu," batin Raeliana.

Charlotte tersenyum tipis kemudian menghentikan aktivitas makannya, ia tidak mengeluarkan hadiah apa-apa dari balik sakunya tetapi ia malah menatap ke arah ayahnya dengan serius.

"Apa ayah yakin ingin membawa lukisan itu ke medan perang?" tanya Charlotte sembari tersenyum tipis.

Deg!

Bagaikan tersambar petir, tubuh Raeliana mendadak menjadi patung ketika mendengar kalimat tersebut bisa keluar dari bibir Charlotte. Di mata Raeliana, Charlotte adalah gadis polos dan suci yang tidak akan berani mengatakan kalimat yang seperti itu.

I Became The Devil's Wife  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang