Hangat.

3.7K 689 51
                                    

Paradikta kira hatinya sudah mati. Setelah bertubi-tubi kecewa, dia kira dia tak lagi memiliki nurani. Gustiraja yang di sepanjang hidup meremehkan serta mencelanya, yang bahkan tak pernah sekali pun tampak menyesal tentu menjadi orang pertama yang harus bertanggung jawab akan hal itu. Ditambah Saniya yang tertangkap basah selingkuh di depan matanya bahkan tak pernah benar-benar terlihat merasa bersalah lebih-lebih meminta maaf yang lantas menjadikan batinnya kian membatu. Lalu, Prisha ... dulu perempuan itu kabur darinya tanpa sedikit pun memberi penjelasan seolah kebersamaan mereka sebelumnya hanya berarti bagi Paradikta, tapi tidak bagi perempuan itu. Jujur saja, Paradikta rasanya sudah muak dikecewakan hingga di suatu waktu dia tak lagi memiliki rasa iba biarpun melihat Janaga menangis karenanya.

Well, Damaja yang maha penyabar saja sampai berkali-kali mengingatkan dan menegurnya setiap kali Paradikta kedapatan mengabaikan eksistensi Naga di sekitarnya. Katanya, dibanding manusia, Paradikta sungguh lebih mirip seonggok daging berjalan. Tapi, di manakah memang letak salahnya? Siapa yang tahu Naga benar anaknya? Bisa saja dia hasil dari hubungan pria antah berantah yang rajin tidur dengan istrinya? Maka, daripada berperilaku layaknya monster seperti Gustiraja dan membuat orang lain trauma, tentu lebih baik sebisa mungkin menghindarinya!

Kendati begitu menurut Damaja langkah Paradikta tetap keliru. Saat sedang marah-marahnya ayahnya itu bahkan menggerutu bahwa Paradikta, he is such an emotionally unavailable man!

Sesuatu yang sempat lama Paradikta setuju dan percayai.

Namun, malam ini, di tengah sengatan embus angin yang kian menggigilkan, lengan Paradikta yang di tiga tahun belakangan agaknya tak pernah memeluk raga siapa pun tahu-tahu dengan begitu yakinnya melingari punggung Prisha. Punggung yang teramat hebatnya berguncang hingga Paradikta harus erat-erat membelenggunya saking ngerinya raungan Prisha yang bak baru saja mendengar bahwa dunia kan kiamat esok.

Iya, mungkin begitulah yang sedang terjadi dengan dunianya Prisha.

Entah apa yang telah terjadi di sisa hari yang perempuan itu habiskan di Bogor. Entah siapa yang sudah dia temui. Entah apa yang dia dengar maupun dapati. Sopirnya pun tak ada memberi Paradikta kabar khusus. Namun, Prisha justru pulang dalam kondisi begini.

Prisha ... dia bukannya sama sekali tidak pernah menangis, tapi seingat pria itu dia tak pernah terdengar senelangsa ini.

Prisha ... saat bersamanya dia tak pernah tampak sesedih ini. Atau, bahkan pernah dan justru lebih hanya saja Paradikta gagal untuk melihatnya? Oh, entahlah.

Namun, sungguh, andai Paradikta melepaskan rangkulannya saat ini yang membelenggu kuat-kuat tubuh perempuan itu hingga rekat di dadanya, Prisha mungkin akan luruh hingga bersimpuh.

Prisha tak hanya kacau. Dia tak cuma berantakan.

Melalui suara napasnya yang dengan hebat tersendat-sendat juga deras air matanya yang jatuh hingga dada Paradikta terasa basah di sana-sini, pria itu tentu lebih dari tahu bahwa istrinya ... hancur. Dan, Paradikta pun tahu bahwa dia pernah berada di posisi ini sehingga dia bertekad untuk tak kan melepaskannya.

"K-amu ... be-nar." Bahkan, Prisha masih terus mengulang untuk tergugu-gugu membisikkan kalimat yang sama.

Benar? Namun, soal apa kiranya? Tidak mungkin kalau itu soal yang sama dengan apa yang Paradikta pikirkan kan? Sebab, jika iya maka dia bahkan masih belum mampu memercayainya!

Pun, di luar itu dari mana memang Prisha bisa mengetahui sesuatu yang bahkan baru Paradikta ketahui berkat bantuan Private Investigators?

Laki-laki itu terus menebak-nebak bersama tangannya yang tiada lelah menepuki pelan bahu Prisha hingga dia tidak yakin berapa lama waktu yang mereka habiskan guna berpelukan di taman. Namun, itu sepertinya cukup lama sebab tubuhnya yang semula hangat tahu-tahu sudah berubah mendingin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jangan Ada Air MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang