Paradikta: Saya pulang agak larut hari ini.
Paradikta: Siapa tahu Naga bertanya, kamu bisa jawab begitu.Paradikta: Tidak usah salah paham. Saya bukannya berniat memberi kamu kabar kok.
Siapa yang dia pikir akan salah paham?
Prisha urung menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku saat benda itu lagi-lagi bergetar dan berkedip-kedip menyala.
Paradikta: Sedang apa?
Barusan saja maghrib. Paradikta mungkin sedang sejenak beristirahat. Prisha sendiri bersama-sama Nur Ami baru saja selesai menunggui Naga yang ternyata sudah tahu caranya ambil wudhu juga sholat sendiri.
Meski ya harusnya sih bakalan lebih baik jika ada Paradikta yang menuntunnya di sana. Namun, ya, apa memang yang bisa diharapkan dari ayah aneh satu itu?
Prisha ingat tadi Nur Ami membagikan beberapa jepretan amatir foto Naga lagi ber-wudhu. Prisha tak tahu apa yang Paradikta maksud dengan pertanyaannya yang sok akrab, tapi dia memilih langsung mengirimkan foto tersebut kepada Paradikta dengan secuil harap kalau nanti ketemu pria itu bisa mengeluarkan sedikit pujian untuk anaknya yang telah giat belajar.
Prisha: Melampirkan satu foto.
Paradikta: Dia sudah hapal gerakkannya tanpa harus dikasih tahu dulu?
Ini agak em, janggal. Bahkan klasifikasinya boleh jadi sudah di level tak wajar. Namun, sungguh, seperti ada setitik kebanggaan ketika Prisha akhirnya mengetikkan balasan.
Prisha: Iya.
Padahal Naga bukan anaknya. Bukan siapa-siapanya. Prisha bahkan tidak di sana saat anak itu berjuang untuk mempelajari semua itu. Namun, membayangkan anak yang sering bermain sendirian dan kesepian itu ternyata hebat rasanya ... em, sulit diungkapkan melalui kata-kata Prisha yang terbatas sih. Pokoknya, seperti muncul semarak getar menyenangkan di dada Prisha.
Paradikta: Terakhir, dia cuma bisa gerakannya saja itu juga belum hapal harus dikasih tahu gerakkan mana yang harus dilakukan lebih dulu tanpa bisa baca doanya. Masih begitu?
Entah kapan kali terakhir yang dimaksudkan oleh Paradikta. Meski memang masih sedikit terbata-bata, tapi untuk anak seusia Naga, apa yang dia bisa tadi terbilang luar biasa!
Prisha: Sudah bisa.
Nur Ami bahkan tadi berjanji akan bantuin Naga supaya hapalan doanya makin lancar.
Paradikta: Kamu juga?
Greget yang sempat malu-malu bertahta di dada Prisha segera tergulingkan dari singgah sananya. Prisha bahkan sudah mengamati layar ponselnya dengan alis yang nyaris menyatu di tengah.
Prisha: Apa?
Tentu dia dilanda kebingungan.
Paradikta: Sudah bisa banyak bicara hari ini?
Lalu, di antara semua pertanyaan entah mengapa Paradikta malah menanyakan mengenai hal itu.
Bicara banyak?
Prisha selalu lebih banyak mendengar daripada bicara. Kecuali jika sedang dalam sesi konseling bareng Najandra. Pun, ya dia lumayan banyak bicara dalam chat hari ini guna meladeni Paradikta. Serta ya, bicara terkadang bisa mengentaskannya dari rasa tak nyaman yang sering kali membelenggu.
Paradikta: Sudah?
Tak lama Paradikta kembali bertanya. Dia kira topik bahasannya masih sama. Jadi, Prisha mengetik balasan singkat berupa:
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
General FictionPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...