Prisha masih bisa merasakan bekas tepukan menenangkan yang Mona beri di bahunya sewaktu tadi langkahnya terayun ragu-ragu demi membuntuti langkah Paradikta menuju kawasan green house milik La-Mona.
Yang belakangan Prisha justru kepikiran bahwa bukankah sebaiknya tadi Prisha setuju saja atas usulan Paradikta yang memintanya untuk keluar dari sana?
Bagaimanapun Paradikta yang sekarang suka sekali mengkonfrontasi. Entah Prisha nantinya menanggapi atau nggak, tapi dengan mereka pergi ke arah green house yang tak seberapa jauh jaraknya dari florist, anak-anak di La-Mona kemungkinan bisa mendengar suara Paradikta andai pria itu menyalak. Sudah begitu Prisha juga baru sadar kalau keberadaan mereka di sana malah seperti mengganggu operasional florist yang belum berakhir. Jesika yang tadi sibuk di green house saja terpaksa harus menyingkir gara-gara urusan Prisha yang jelas nggak penting-penting amat.
Namun, ya Prisha telah di sini. Maksudnya, di dalam rumah kaca yang atapnya tampak mulai dihinggapi rintik-rintik air. Ah, arak-arakan mendung yang siang tadi pekat menyelimuti Bogor agaknya sudah tiba di Jakarta.
Dan, seperti halnya mendung yang mampu mengikis terang, membawa dingin, bahkan mengubah bungah menjadi gundah, Prisha hanya berdiri tegang ketika Paradikta yang tampak menjulang dominan di hadapannya sambil menyakui sebelah tangannya di saku celana tanpa buang waktu langsung menembak melalui caranya bicara yang menggigilkan, "Kabur? Actually, really define yourself. Menghindar, berlari, dan sembunyi kalau perlu mungkin sampai kamu mati. Kurang pengecut apalagi kan?"
Prisha tahu dirinya pengecut meski tanpa Paradikta terang-terangan mencela di depan wajahnya.
Lagi, masa bodoh apa anggapan orang tentangnya, ketika ditawari bukankah itu wajar jika seandainya dia merasa tak tertarik lalu menampik? Okay, dia people pleaser, tetapi dia tak lantas kehilangan hak memilihnya kan?
Mengepalkan buku-buku jemarinya yang menggantung lemas di sisi tubuh, Prisha sama sekali tak bersusah-payah mengelak dari hunusan tajam tatapan beraroma meremehkan milik Paradikta begitu dia membalas tak kalah dinginnya, "Setahu saya kemarin Pak Damaja datang untuk menawarkan bukan memaksa." Bah! Definitely, salah satu kalimat terpanjang Prisha di lebih dari dua tahun ini.
Paradikta saja sontak mengumpulkan dua alisnya di tengah dahi, tetapi Prisha belum selesai. Wanita itu sama sekali tidak mengedipkan matanya yang entah mengapa terasa mulai memerih kala menyambung menyebalkan, "Kalau semua tawaran seharusnya diterima, itu berarti istri kamu semestinya sudah lebih dari lima kan?"
Mengingat dulu Eyang Gustiraja hobi sekali mengatur agenda perjodohan bagi cucu semata wayangnya ini. Paradikta beruntung dia segera menemukan Saniya. Kalau yang datang padanya selalu cewek-cewek yang takut kukunya rusak—Prisha secara pribadi tidak merasa ada yang salah dengan kriteria tersebut, cewek-cewek yang Eyang Gustiraja pilih adalah orang-orang terpandang di lingkungannya, hal yang normal jika mereka dibantu banyak Asisten guna mempermudah hidup mereka, tetapi Paradikta justru seperti antipati, bagi otaknya yang seksis cewek-cewek sejenis itu mungkin dikiranya hanya bakal merepotkan—dia boleh jadi akan berakhir sebagai bujang lapuk yang tiap tahun struggling gonta-ganti calon pasangan. Uh, okay, apa sekarang Prisha sudah seperti Paradikta yang mendadak suka mengkritik seseorang? Mencari-cari kesalahan yang dulu bahkan nggak kelihatan?!
"Oh, sialan, Prisha." Namun, tak terlihat marah, Paradikta malah rakus menyeringai. "So, you don't come?" sambungnya menantang, terdengar tak butuh jawaban sebetulnya.
Lagi, Prisha tahu ada baiknya dia berhenti. Dia tak perlu mengguyur bensin ke arah Paradikta yang belakangan ini begitu mudahnya terbakar emosi. Dia mending tidak makin jauh memprovokasi. Akan tetapi, terdapat secuil suara tumbuh di benaknya yang seolah mengingatkan kalau barusan Prisha telah berusaha keras. Apakah dia rela menyerah di saat Paradikta mungkin akan lebih getol menyerangnya?
![](https://img.wattpad.com/cover/265988745-288-k459845.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
General FictionPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...