+628110171728: [ share location📍]
+628110171728: 13.30.
+628110171728: Harus datang. Penting!Prisha sejenak termenung. Berkali-kali mematuti layar ponselnya, dia akhirnya yakin bahwa dia tak salah membaca.
Tapi, kenapa begitu mendadak? Dan, bukankah inilah yang Prisha tunggu-tunggu?
Bagai bermain petak umpet, ibu selalu menghindarinya. Tiga tahun. Ke mana pun Prisha mencari, selama ini sulit baginya mengendus jejak ibu. Seolah perempuan itu sengaja tak ingin dia temukan. Namun, pesannya tiba-tiba datang saat Prisha sudah menikah dengan Paradikta.
Mengapa? Seakan ibu sengaja menunggu satu momen besar untuk unjuk diri.
Well, ibu memang pernah menyinggung soal anak Uwa Ilyas yang dapat pasangan kaya raya. Secara tersirat beliau juga menyuruh Prisha buat pilih-pilih pas cari pasangan—meski hubungan ibu sama Prisha nggak kayak kebanyakan ibu dan anak lainnya, tapi pas bapak masih ada seenggaknya ibu masih mau ngomong sama Prisha, atau sekadar memberi saran-saran bernada menggerutu.
Cuma, apakah mungkin ibu memutuskan muncul hanya karena Prisha menikahi Paradikta? Karena pria itu kaya raya?
Eum, untuk ukuran ibu yang bahkan nggak mau memakan makanan hasil masakan yang bahan-bahannya dibeli pakai uang Prisha, rasanya mana peduli sih beliau sama seberapa banyak pun uang yang dimiliki suaminya!
Jadi, apa alasan ibu sebenarnya?
Kenapa ibu keluar dari persembunyiannya? Kenapa ibu memutuskan untuk mencari Prisha yang bahkan sudah dibuangnya?
"Suara kamu tidak jelas. Mengenai jadwal saya hari ini. Bisa kamu ulang bacakan lagi?"
Gema suara Paradikta yang mendekat membuat Prisha refleks mencampakkan kembali ponselnya ke atas meja.
Memilih buru-buru melanjutkan kegiatannya menuang susu segar ke dalam gelas, mata Prisha berhasil menangkap Paradikta yang agaknya sedang melakukan panggilan video bersama Sekretarisnya bergabung dengannya di meja makan.
Pria itu sekilas tertangkap melirik heran ke atas piring saji di hadapannya yang memuat setangkup toast bread, dihidangkan berdampingan sama scrambled egg, juga secangkir kopi drip Vietnam.
Sejujurnya, bukan niat Prisha memasak buat Paradikta. Uh, ya kali!
Walau semalam Paradikta memberi tahu kalau Naga akan langsung berangkat ke preschool-nya dari kediaman Damaja. Namun, Prisha masih punya setitik harapan kalau sama seperti pagi sebelumnya, Naga bakal tiba-tiba mengetuk pintu kamar lalu mengajaknya sarapan. Jadi, Prisha sengaja bangun lebih awal demi menyempatkan diri untuk memasak.
Menu simple yang nggak perlu pakai pisau memang. Lagi, kendati Naga tidaklah picky soal makanan, tapi kemarin Prisha lihat kalau anak itu lahap sekali waktu memakan olahan telur. Prisha pikir bisa memperoleh pemandangan indah itu lagi pagi ini. Ternyata, tidak. Paradikta serius bahwa Naga tidak pulang hari ini.
Maka ya, daripada mubazir, tidaklah terlampau penting mau siapa kek yang menyantap kan?
"Instruksi saya kurang jelas?!" sindir Paradikta, suaranya yang terkesan judes bahkan ikut mengageti Prisha.
"O-oh? Iya, jelas, Pak. Untuk, sepanjang pagi Bapak ada meeting internal di kantor. Setelah itu, di jam makan siang Bapak diagendakan untuk bertemu dengan Sekjen Partai Pelita Kebangkitan Rakyat Indonesia, Bapak Budi Yanuar, di salah satu rumah makan Sunda. Hanya saja terdapat laporan perubahan lokasi pertemuan. Sekitar setengah jam dari sekarang akan di-update kembali mengenai lokasi pastinya oleh Asisten Pak Yanuar, Pak. Kemudian—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
Fiksi UmumPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...