Senyum miring ibu adalah satu-satunya yang menjadi fokus Prisha kala dia berdiri tegang dengan jantung yang mulai bertalu-talu kian kencang persis di sisi kiri Paradikta—berusaha untuk tak terlalu berdempetan hingga bersentuhan, tentu saja.
"Saya masih ingat saat Nak Radi datang ke rumah di satu malam sambil membawa banyak sekali belanjaan." Kejadian itu ... Prisha dan Paradikta masih di awal-awal dekat. Paradikta berkali-kali menanyainya tentang di mana Prisha tinggal? Laki-laki itu juga mengaku telah menahan diri untuk tak mencari tahu sendiri dengan menanyai orang HR. Prisha ingat dia hanya menyebut satu nama keluarahan di bagian terbarat Jakarta, tapi berbekal itu saja ternyata mudah bagi Paradikta untuk tahu-tahu menampakkan diri di depan rumahnya. Well, dengan memboyong seabrek paper bag juga kantung keresek seolah mereka kerabat dekat, dan suatu hal wajar bila dia ujug-ujug berkunjung selepas memborong gila-gilaan di satu outlet fresh market demi memenuhi kulkas Prisha.
Entah apa motif ibu tiba-tiba kembali menyinggung memori yang mungkin bahkan sudah Paradikta lupakan itu. Wanita yang sudah tidak Prisha temui selama tiga tahun, dan membuat Prisha menyadari bahwa tiga tahun bukanlah waktu yang singkat sehingga kerut-kerut di seputaran mata ibu yang dulu samar kini makin jelas terlihat. Namun, betapa pun tiga tahun membawa perubahan pada tanda-tanda fisik ibu yang tak lagi muda, tapi kobar kebencian di mata wanita itu setiap kali matanya memindai Prisha tetap abadi tersisa. Uh, sungguh sayang sekali.
Mengusap lengan kurusnya yang diinfus ibu kembali berkata-kata dalam nada menerawang, "Waktu itu, saya bertanya-tanya betulkah Prisha kalau keluar rumah rapi-rapi untuk pergi kerja kantoran? Setelah semua kekacauan yang dia buat bisa diterimakah dia di masyarakat? Atau, jangan-jangan dia menipu saya dengan mengaku kerja kantoran, tapi realitasnya dia bekerja di 'bidang' yang lainnya? Bagaimana pun dia butuh uang untuk menyambung hidup. Dan, orang-orang kepepet seperti dia tentu rela melalukan apa saja termasuk ... menjual harga diri mereka."
Prisha tahu ibu membencinya. Sangat malah. Ibu mengatainya sebagai pembawa sial, pembunuh, dan manusia tak tahu malu, sudah hal lumrah juga untuknya dengar. Namun, sungguh Prisha tak pernah mengira kalau ibu sempat punya pemikiran demikian jauh tentangnya.
Mungkin karena itulah. Karena, beliau menganggap Prisha kerja kotor selama ini sehingga dulu ibu bahkan nggak mau memakan sesuatu yang dibeli dengan uangnya.
"Namun, setelah sekian lama Nak Radi datang sebagai satu-satunya orang. Mengaku sebagai apa waktu itu? Teman? Temannya Prisha? Prisha Si Membosankan yang memang sudah sepantasnya dijauhi oleh orang-orang? Prisha yang tidak punya hati terlebih nurani itu?" Ibu menggeleng-gelengkan miris kepalanya seolah mengibai nasib Paradikta di masa lalu yang sempat berhubungan dengan manusia sejenis Prisha. "Lalu, saya pun kembali bertanya-tanya. Apa sebetulnya yang sudah diberikan oleh Prisha ke Nak Radi sampai-sampai ada orang setipe Nak Radi, yang bisa-bisanya sudi untuk dekat-dekat dengan dia bahkan sampai dengan bangga mengaku berteman?" Kali ini ibu lagi-lagi melirik Prisha menggunakan pandangan paling tak bersahabat yang beliau punya. Membikin Prisha yang selepas tiga tahun tak menemukan amukan kesumat dendam ibu menjadi sontak jiper. Maka, ya, Prisha bahkan tak ada intensi untuk melihat seperti apa reaksi Paradikta yang masih bertahan diam di sisinya.
"Ah, tapi saya segara sadar. Mungkin relasi di antara kalian memang tidak sampai sejauh yang sempat ada di pikiran saya. Mengingat di lingkungan seperti apa Nak Radi hidup, skandal pastilah akan kaum kalian intens hindari. Toh, bagaimana pun Prisha ini seorang Penipu Ulung. Kalau semua orang bisa dia kelabuhi untuk menyelamatkan diri dari hukuman selepas membunuh seseorang. Apalagi cuma menipu Nak Radi kan?" Terus memelihara senyum sensinya, picingan netra ibu lantas beralih ke arah Paradikta.
Ibu sempat mengeluarkan beberapa kali decakkan bernada kecewa sewaktu melanjutkan dengan sarat nyinyiran, "Saat itu, saya yakin bahwa Nak Radi tentulah belum tahu hal-hal apa saja yang sudah dengan keji Prisha lakukan di sepanjang hidupnya. Dan, selepas tahu ... ya, seperti yang sempat semua orang lihat. Keputusan menikah bersama wanita yang setara dengan Nak Radi, serta menghapus seluruh jejak Prisha adalah jalan yang menurut saya tepat. Bahkan, saya sempat sangat mengapresiasi langkah Nak Radi itu. Karena, saya sendiri bisa mengerti. Manusia yang bagai bom waktu seperti Prisha memang sebaiknya ditinggalkan. Sayangnya, keputusan yang baru-baru ini Nak Radi ambil lah yang saya rasa agaknya keliru. Menikah sama Prisha?" Ibu mendesahkan lelah napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
General FictionPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...