Naga sudah tidur sejak mungkin sekitar satu jam-an yang lalu. Well, setelah dia kenyang makan malam, Naga bahkan masih sempat bertahan untuk terjaga dan lebih dahulu membantu Prisha guna memetiki kelopak-kelopak mawar, yang niatnya akan Prisha olah menjadi rose petal jelly buat dia berikan pada Umi Amilah sebelum mereka pulang—semula, Prisha berpikir akan tinggal lebih lama setidaknya sampai dia yakin kalau mawar-mawarnya akan baik-baik saja, tapi sekarang dia juga punya ibu yang harus secara intensif dia jaga dan awasi. Lalu, mengingat Umi bahkan sudah sangat baik, tetapi Prisha justru tak membawakannya oleh-oleh apa pun dari Jakarta, maka dia putuskan untuk membuatkan dessert sederhana. Well, Umi Amilah agaknya sangat suka jelly. Terakhir, Prisha sempat membagi rose pudding yang dia buat dari campuran rose water di mana ibu dari Najandra itu bahkan langsung menodong Prisha untuk men-sharing resepnya.
Hujan di luar masih deras. Prisha menggerakkan tangannya guna membenahi letak selimut yang membungkus hangat tubuh kecil Naga. Anak itu meringkuk tenang. Napasnya pun amat beraturan seolah sama sekali tak terganggu dengan suara-suara kodok yang tiada berhenti berbunyi—terlebih rumah Prisha nyaris dikelilingi oleh empang-empang milik tetangganya yang menjadi primadona untuk katak-katak bermukim—atau pun kasur tipis yang dia tiduri di mana tentu tak senyaman apa yang Naga miliki di sepanjang malam-malamnya di rumah Paradikta.
Prisha betah menepuk-nepuk pelan lengan Naga bak meninabobokannya. Sesuatu yang bisa dibilang tidak pernah Prisha dapatkan dari ibunya sewaktu kecil dulu.
Well, mungkin karena dia bukan anaknya?
Lagi, untuk apa repot-repot meninabobokan anak milik perempuan lain?
Suara yang seakan menyindir itu sontak enyah ketika dari balik punggungnya mendadak muncul suara deheman pelan.
Oh! Tak perlu menoleh, itu jelas Paradikta.
Entah dari mana saja dia. Saat tadi Prisha sibuk mengurusi mawar bersama Naga, pria itu sempat menghilang ke teras setelah merepet dan mengeluh tentang betapa sulitnya jaringan internet di kampung Prisha. Well, hujan memang biasanya membuatnya lebih buruk, apalagi kalau mati lampu. Jangan sekali-kali deh berharap bisa internetan! Jaringan seperti berganti otomatis menjadi 2G! Situasi yang tentu tidak Paradikta harapkan yang kalau weekend jadwal virtual meeting-nya tetap ramai.
"Kamu biasanya ngusir nyamuk pakai apa?" Paradikta yang langkahnya terdengar mendekat terdengar sensi bertanya. "Saya digigitin nyamuk sampai bentol-bentol nih! Gimana kalau salah satu nyamuk yang menggigit saya tadi ternyata aedes aegypti? Kamu mesti tanggung jawab ya kalau saya sampai kenapa-napa! Satu menit waktu saya saja nilainya lebih tinggi dari UMR Jakarta!" lanjutnya sengak.
"Bukannya kamu justru senang?" timpal Prisha tak ikut terpatik dan masih tanpa sedikit pun melirik.
"Gimana?"
Prisha mendesahkan napasnya samar, sembari lantas mengulurkan satu sachet obat anti nyamuk wangi lavender yang dia beli dari warung. "Kamu sempat ingin ikut masuk ke makam Saniya kalau kamu sudah lupa."
Paradikta refleks mendengkuskan napasnya dan menggeram rendah—mungkin sadar jika dia bersuara lebih keras akan bikin Naga kembali terbangun. Kendati, begitu di bawah remangnya cahaya lampu kamarnya Prisha yang akhirnya mendongak toh tetap bisa melihat betapa wajah Paradikta sontak memerah.
Dia ... kesal. Sebab, terlalu mustahil kalau dia malu kan? Malu karena Prisha mengingatkannya terhadap tingkahnya yang pernah sangat kekanakan. Duh, Paradikta versi ini manalah punya urat malu!
Mendaratkan bokongnya untuk duduk di sisi lain ranjang yang kosong, Paradikta tampak hanya membolak-balik obat anti nyamuk yang Prisha berikan.
"Produk murahan macam ini kamu sodorkan ... bisa-bisa kulit saya iritasi," gumamnya mencela.
![](https://img.wattpad.com/cover/265988745-288-k459845.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
Ficción GeneralPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...