Prisha hanya duduk sambil melipat defensif dua lengannya di dada bersama mata yang sesekali melirik demi mengamati Nur Ami—Pengasuh Naga yang selain berdarah muda, ternyata dia juga punya bakat mengoceh kecuali di depan Paradikta sih buktinya baru sepuluh menit mereka duduk-duduk di sana mulutnya sudah membocorkan banyak sekali hal yang terjadi dalam periode pendek dia bekerja—menyeka mulut belepotan anak asuhnya berbarengan dengan singgahnya suara grasak-grusuk ini:
"Eh eh, ini Naga buntutnya si Paradikta kan?"
Di kursinya yang persis sebelah-menyebelah dengan Prisha, Nur Ami sontak menganga-nganga. Wajar, toh bukan cuma dia saja kok yang kaget. Meski tak terlalu menampakkannya, jantung Prisha pun sempat bertalu dua kali lebih cepat sewaktu tiba-tiba dari balik pot-pot gantung berisi tillandsia yang menyebar di lantai satu brunch cafe dekat Cévo Tower mencuatlah sosok ayu Pamela.
Actually, yaps, Pamela yang Artis itu. Dia bahkan masih memakai kacamata hitam dengan tangkai berhias tulisan Christian Dior yang berukuran super-lebar hingga nyaris menutupi separuh wajahnya.
"Hai, Naga? Habis maam apa nih? Naga masih ingat sama aku nggak sih? Aku loh itu si Tante Gorgeous. Dulu Naga pengen minta gendong, tapi aku nggak bisa takut leher kamu kecengklak. Naga ingat kan?" Tak hanya sok kenal sok dekat, Pamela dengan begitu entengnya bahkan langsung menjawil ringan pipi chubby Naga—well, dia bahkan mencubitnya bak pipi itu sebongkah roti—bikin Nur Ami yang sempat terpesona sontak menggeret Naga yang tengah duduk di high chair agar lebih dekat padanya.
"Ih, nggak usah takut kali!" Pamela rupanya sadar akan aksi preventif itu. "Eh, iya, sampai kelupaan. Hai-hai, Gaes!" Kali ini perempuan ramping itu telah menyingkirkan kacamatanya ke atas kepala sehingga wajahnya yang bersinar makin jelas terpancar secara menyilaukan. "Em, mengingat gosip soal gue lagi deres banget di media belakangan, dan dari ekspresi-ekspresi kalian kayaknya nggak mungkin lah ya kalo kalian nggak tahu siapa gue?" Dia lantas mengibaskan pelan surainya yang wanginya membabi buta.
"Tapi, ya, barangkali kalian cuma tahu muka, tapi lupa nama. Kenalin deh ya, gue Pamela Harris. Dan, nggak perlu takut! Gue cukup kenal kok sama Paradikta. Belum ada setengah jam gue juga baru aja dari kantornya, walau ya buat ketemu orang lain sih." Pamela kikuk meringis sembari menyodorkan tangannya yang jarinya terlihat panjang-panjang, lentik, juga indah dalam sapuan cat warna merah.
Tak langsung menyambut uluran itu, Nur Ami malah menoleh ke arah Prisha yang diam saja.
Namun, apa memang yang harus dilakukan Prisha?
Di hadapan mereka kini ada seorang Pamela Harris. Gosip-gosip di televisi selalu menyiarkan kalau perempuan ini sangatlah bengis. Dia terlahir sebagai pemilik sendok perak maka, tak ayal kalau dia kerap berperilaku sengak.
Meski demikian cukup banyak yang bersimpati padanya. Khususnya, sewaktu salah satu portal berita membocorkan mengenai alasan perceraiannya dengan sang suami. Katanya, dia diselingkuhi. Sebagian tentu beramai-ramai menyukurinya karena Pamela dinilai bukanlah figur istri yang baik. Tetapi, sebagian lagi, utamanya di kampung Prisha semua orang menangis sedih begitu mendengar beritanya.
Bagaimana enggak? Pamela Harris ini sudah sangat berjasa. Siapa sangka jika selain terus aktif berdonasi tiap tahun ke desa sehingga anak-anak kecil di sana bisa gonta-ganti seragam di tiap ajaran baru, dia juga membangun ulang satu sekolah dasar yang kala itu sempat roboh diterjang beliung, dan tak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah.
Lagaknya memang sudah seperti Caleg-Caleg jelang pemilu, tetapi orang-orang di kampung Prisha langsung berbondong memujinya bak sesosok Malaikat tanpa sayap ketika tahun lalu Pamela membiayai penuh perawatan seorang ibu dan bayinya bahkan sampai-sampai dia membawa mereka ke rumah sakit terbaik di Singapura.
Andai Umi atau orang-orang di desa tahu kalau Pamela Harris tengah mengajak Prisha salaman, dia mungkin nggak akan bisa berkebun sampai semingguan karena, silih berganti orang-orang di kampung bakal bertamu untuk berebutan mendengar ceritanya.
Well, beruntung Prisha tak pandai bicara lebih-lebih mendongeng. Dan, lebih beruntung lagi karena di depannya Pamela tampak segera menarik kembali tangan cantiknya sebelum mereka saling bersentuhan dan mencipta sejarah.
"Berarti Naga sekarang tuh yang ngasuh dua orang, ya?" tanya Pamela sembari melipat sebelah tangannya guna dia pakai menyangga dagu di meja.
"Anu, pengasuhnya saya saja kok, Kak. Kalau Mbak yang ini—" Nur Ami sepertinya hendak mengenalkan Prisha sebagai calon istri Bosnya, tetapi tak terselesaikan sebab, Pamela terus asyik merepet sendiri.
"Tapi, Naga anaknya emang sehari-hari anteng gini, ya?" simpulnya seraya memakukan pandangan sejenak ke arah Naga yang menyedot susunya dalam botol.
"Iya, Kak. Paling nangis kalau di rumah sepi. Mungkin Den Naga kangen Mama sama Papanya," sahut Mbak Ami.
Pamela terdengar menggumam panjang. Prisha pun melihatnya yang lantas melempar lemas punggungnya ke sandaran kursi sebelum akhirnya mendumal, "Gue emang nggak pernah suka sih sama Saniya yang sok paling paripurna sejagat raya itu! Tapi, kalau dipikir-pikir kasihan juga Naga ditinggal masih sekecil ini, apalagi dia anaknya manis gini."
"Ibu Saniya dari dulu memang tabiatnya sulit menerima kritikan toh, Kak Pamela?"
See? Apa tadi Prisha bilang? Nur Ami ini suka banget bercuap-cuap ria. Belum ada sepuluh menit kenal Pamela saja, dia tampaknya sudah mau gelar lapak untuk ber-ghibah ria.
"Oke oke, ngomongin orang mati tuh kesannya kayak rendahan banget nggak sih? Cuma, beuh, sekali aja deh ya, dan elo jangan cerita-cerita ke yang lain!" Pamela mulai bisik-bisik, tetapi karena situasi cafe lagi sepi di hampir jam 2-an ini, Prisha yang jaraknya lumayan dekat jadi bisa dengan mudah menjaring obrolan di antara keduanya.
"Saniya nih ya asal lo tahu keras kepalanya itu nggak ada obatnya! Modusnya suka alus banget, tapi sebenarnya dia lagi maksa orang lain buat sesuara atau ngelakuin apa yang dia mau! She is totally a rabel! Radi aja yang kelewat oon cintanya, gue aja empet kalo ke kondangan dan mesti ngelihat mereka datang duaan!
"Bukannya gue iri karena framing dia lebih oke dari gue. Atau, karena rumah tangganya dinilai lebih harmonis dari gue. Cuma ... argh, pokoknya dia jagonya backbiting deh! Gue aja nggak cuman sekali kok kena tusuk dia, dan elo mungkin ngalamin juga kan pas ngasuh Naga?"
Nur Ami meringis kaku. "Saya sebenarnya masih baru sih, Kak. Mulai mengasuh Den Naga pas Bu Saniya sudah nggak ada. Tapi, dari senior saya di yayasan yang sebelumnya sempat bantu untuk mengasuh Den Naga, ada yang bilang kalau—"
Kalimat itu mengambang serta kecil kemungkinan akan tertuntaskan sebab, sepasang mata belo Nur Ami keburu makin membesar saat tahu-tahu dia melihat atasan yang tadi mengusirnya begitu saja muncul dari arah pintu masuk cafe.
Prisha yang sejak mengiringi Nur Ami serta Naga duduk di sana tanpa sedikit pun berbicara sempat mengira Paradikta yang langkahnya terayun lebar-lebar itu hendak meraup Naga. Namun, saat pria itu sudah tiba di meja mereka, Paradikta yang telah menggulung lengan kemejanya serta tampak berantakan malah langsung mencekal pergelangan Prisha sambil kemudian berkata buru-buru, "Dokumen-dokumen kamu sudah siap?"
"Dokumen?" Prisha refleks menyalin tak mengerti.
Satu helaan napas kencang lalu Paradikta dengkuskan mengiringi kalimatnya yang terlontar jengah, "Siap tidak siap itu bisa dipikirkan nanti. Sekarang, kita berangkat ke KUA."
"Maksud ka—"
"Cepat bawa Naga!" Entah Paradikta memerintah pada siapa yang jelas dia lantas tergesa-gesa menyeret Prisha buat lebih dulu keluar dari sana.
***
Kecepatan ya update-nya? Hehe.
Ah, mesti banget sih baca bab-bab berikutnya karena ada surprise :)
Apakah Prisha memang seperti yang sejauh ini kamu kira? Sungguhkah dia oon? Let's see ya.
Bab 30 kalau keburu update besok atau kalau enggak lusa.
Terima kasih sudah bersabar dengan cerita ini ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Air Mata
General FictionPrisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas...