JEV💔NATHAN

1.8K 109 12
                                    

Di pesisir yang sepi, ketika matahari perlahan tenggelam di ujung lautan, ada seorang pemuda yang duduk terdiam di kursi rodanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di pesisir yang sepi, ketika matahari perlahan tenggelam di ujung lautan, ada seorang pemuda yang duduk terdiam di kursi rodanya. Angin laut yang dingin menerpa wajahnya, seolah mencoba meredakan panas yang membara di dalam dadanya. Jevian, dengan tubuh yang semakin hari semakin melemah, kini hanya bisa merasakan dunia dari balik kulit yang kian pucat dan napas yang semakin pendek. Dia mengenakan pakaian pasien rumah sakit yang lusuh, warna putihnya kontras dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang letih.

Langit di atasnya cerah, dengan beberapa awan putih menggantung seolah enggan bergerak. Tapi meskipun hari begitu indah, hati Jevian terasa sebaliknya, yaitu gelap, penuh dengan luka yang tak terucapkan. Di tengah keindahan alam yang membentang di hadapannya, Jevian hanya bisa merasakan kesepian yang menyiksa.

Angin laut terus berhembus pelan, membawa aroma asin yang biasanya menenangkan. Namun kali ini, tidak ada yang bisa mengusir beban yang menghimpit dadanya. Setiap desiran ombak yang mencapai pantai terdengar seperti bisikan, mengingatkannya pada setiap janji yang tak pernah terpenuhi. Jevian membiarkan air matanya jatuh, tanpa upaya untuk menahan atau menyembunyikannya. Di tempat ini, di antara langit cerah dan laut yang berkilauan, dia sendirian dengan rasa sakit yang hanya dia sendiri yang mengerti.

Di hadapannya, ombak datang dan pergi, terus menghempas pantai tanpa henti, seperti ingatan-ingatan yang tak pernah berhenti menghantui benaknya. Dulu, baginya suara deburan ombak selalu membawa ketenangan, tapi sekarang, suara itu hanya mengingatkannya pada sesuatu yang telah hilang. Atau lebih tepatnya, seseorang.

Jevian membiarkan air mata yang sudah tak mampu ia bendung mengalir, seperti sungai kecil yang mengalir tanpa arah, mengikis sisa-sisa kekuatan yang dia miliki. Dia tahu, seharusnya air mata ini bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk seseorang yang telah begitu berarti dalam hidupnya.

Semua ini tentang Nathan, sosok yang dulu menjadi pusat dunianya, sumber kekuatannya untuk bertahan melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Dulu, Nathan selalu ada di sampingnya, menemani setiap langkahnya, dan menemaninya di setiap tarikan napas yang penuh rasa sakit. Namun, kini Nathan sudah tak lagi di sisinya. Nathan yang dulu adalah matahari dalam gelapnya dunia Jevian, kini telah menemukan cahayanya sendiri, cahayanya yang baru, Nara.

Jevian tak pernah menuntut banyak, hanya kehadiran dan perhatian dari Nathan. Namun sekarang, semua itu perlahan menjauh, seperti pasir yang tergerus oleh ombak. Nathan tak lagi ada di sisinya, karena semua perhatian dan waktunya kini adalah hanya milik Nara.

Jevian tak pernah marah ketika Nathan memutuskan untuk bersama Nara. Baginya, Nathan berhak bahagia. Tapi kenyataan bahwa Nathan mulai melupakan semua yang dulu mereka miliki, semua janji dan harapan yang mereka bangun bersama, itulah yang menghancurkannya. Tanpa Nathan di sisinya, Jevian merasa kehilangan alasan untuk terus berjuang. Setiap hari terasa semakin berat, sementara kekosongan di hatinya terus tumbuh, melahap semua sisa keberanian yang masih ada.

Namun, kehilangan Nathan adalah luka terdalam yang pernah Jevian rasakan. Bukan karena Nathan telah pergi, tetapi karena Nathan telah menjadi milik hati yang lain. Setiap detik yang Jevian lalui kini terasa seperti duri yang menusuk ke dalam, mengingatkan bahwa Nathan sudah tidak lagi miliknya, bahwa kebersamaan mereka hanyalah kenangan yang perlahan pudar. Nara, gadis itu, membawa Nathan menjauh dari Jevian, mengambil tempat yang dulu selalu diisi oleh kebersamaan dan perhatian sepupu yang kini terpisah jarak tak kasat mata.

My Family My Doctor || JENO × JAEMIN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang