Third Person's POV
"Lingling..." lirih Faye.
Dia merangkak perlahan mendekati tubuh Lingling yang masih tertancap katana. Faye mengulurkan tangannya, berusaha meraih tubuh yang terdiam itu. Namun belum sempat ujung jarinya menyentuh Lingling, pemimpin yakuza itu menarik keluar katana nya hingga Lingling menyemburkan darah dari mulut nya.
"Khkk!"
"Lingling!" Faye bergegas menangkap tubuh sahabatnya yang jatuh lunglai ke depan. "Hey... hey... bertahanlah," ucapnya seraya menepuk-nepuk pipi Lingling.
"Hahh, padahal aku baru saja membersihkan katana ku tapi sekarang sudah kotor lagi. Kalian merusak suasana hati ku saja," ucap pria tua itu sambil memandangi katana nya yang berlumuran darah.
"Baiklah, sekarang giliran mu Nona Faye. Kau tidak perlu menangis seperti itu karena sebentar lagi kalian akan kembali bertemu di neraka,"
Pria itu kembali mengambil posisi bersiap, menarik katana nya ke belakang dan memusatkan perhatiannya kepada punggung Faye yang menghadap nya.
Di lain sisi, Faye tidak lagi memperdulikan apa yang akan terjadi padanya sebentar lagi. Satu-satunya hal yang ada dalam pikirannya saat ini adalah keadaan Lingling yang sekarat di dalam dekapannya. Rasa bersalah memenuhi relung hati Faye dan mencekat tenggorokannya, menghambat udara keluar-masuk dari paru-parunya yang terasa kering. Tangan kananya menekan luka menganga di dada sahabatnya itu.
"Maafkan aku Ling, maafkan aku," ucapnya di antara isakan tangis.
"Buka mata mu, teman. Buka mata mu dan lihat aku," ucap Faye seraya menggoyang-goyangkan tubuh Lingling.
"Hey, jangan diam saja. Bersuara lah! Katakan sesuatu!" terdengar rasa frustasi dan putus asa di suara Faye.
Bagaimana dia tidak meraung-raung seperti itu, Lingling tidak memberikan respon apapun kepada nya sedaritadi. Faye mengecek denyut nadi di leher Lingling, merasakan denyut kehidupan Lingling yang lemah di ujung jarinya.
"Selamat tinggal, Nona Faye. Sampai jumpa di neraka dalam beberapa tahun lagi," terdengar suara berat dari belakang.
Faye memejamkan matanya, dia sudah siap untuk menerima ajalnya hari ini. Setidaknya jika dia mati, rasa bersalahanya kepada Lingling akan sedikit terasa lebih ringan. Anggap saja itu sebagai hukuman baginya yang sudah bertidak seenaknya saja.
Saat rasa pasrah dan putus asa Faye sudah berada di titik puncak, dia mendengar derap langkah beberapa orang datang ke arahnya. Tidak berapa lama kemudian, dia mendengar suara melengking Ice meneriakkan nama nya.
"Faye!!"
"Ice.." lirih nya, seketika tubuhnya dipenuhi oleh rasa lega.
Ice sudah datang, mereka akan baik-baik saja. Lingling akan selamat, Lingling harus selamat.
"Tangkap mereka semua, jangan sampai ada yang kabur!" perintah seorang pria berseragam polisi kepada anak buahnya.
Suasanya di ruangan itu seketika menjadi kacau karena kedatangan polisi secara tiba-tiba. Para yakuza yang terpojok dan terkepung, tidak mempunyai pilihan untuk kabur.
"Lingling! Faye!" Ice bergegas menghampiri kedua sahabatnya.
"Ice... Lingling, cepat selamatkan dia! Cepat selamatkan dia!" ucap Faye seraya menyerahkan tubuh Lingling kepada Sang Dokter itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia terluka separah ini?" tanya Ice seraya menekan luka di dada Lingling, berusaha untuk menghentikan pendarahan nya.
"Bertahanlah sebentar, Ling. Tim medis sedang naik ke sini," ucap Ice berusaha untuk tetap tenang.
Sesuai dengan perkataan Ice, Yoko dan Becky tiba di lantai empat tidak lama kemudian. Betapa kagetnya dua gadis itu saat melihat keadaan Lingling dan Faye yang sudah babak belur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agent 00K
FanfictionKehilangan satu paru-paru tidak akan menghentikan ku untuk mencintai mu dalam setiap hembusan napas ku Lingling Kwong