"Ling, tidurlah, ini sudah jam satu pagi," ucap Ice, mengintip ke arah Lingling yang masih sibuk berkutat dengan bukunya di meja belajar.
"Sebentar lagi, aku mau menyelesaikan buku ini dulu," jawab Lingling tanpa menoleh.
"Berapa halaman lagi?"
"Dua ratus dua belas,"
Ice menghembuskan napasnya dengan kasar. Dua ratus halaman tidak akan selesai dalam waktu singkat, tapi Ice yakin bahwa dia tidak akan bisa menghentikan sahabatnya itu.
"Kalau kau haus pergilah ke bawah. Ada susu coklat di dalam kulkas, kau bisa memanaskannya di microwave," ucap Ice sambil menarik selimut yang sebagian besar dikuasai oleh Faye.
"Hmm," angguk Lingling.
"Faye! Bagi selimutnya!" kesal Ice, menendang tubuh bongsor sahabatnya yang sudah tidur nyenyak itu.
Faye mengguman tidak jelas lalu memberikan sebagian selimut yang melilit tubuhnya kepada Ice. Setelah menerima sedikit selimut, Ice pun memejamkan matanya dan memulai perjalanannya ke alam mimpi.
Suara detik jam menemani Lingling membaca kata demi kata yang tertulis di dalam lembar halaman bukunya. Dahinya berkerut setiap kali dia menemukan kalimat yang membingungkan, namun beberapa kalimat setelahnya Lingling akan menganggukkan kepalanya tanda bahwa dia sudah mengerti.
Sebelas halaman tersisa saat Lingling mulai merasa mengantuk. Dia melihat ke arah jam tangannya dan menemukan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 2 lewat 10 pagi. Tanggung sekali kalau dia berhenti membaca sekarang, jadi Lingling berpikir untuk pergi mengambil minum ke bawah, sekaligus menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku karena berada di dalam posisi yang sama selama satu jam lebih.
Dengan perlahan Lingling keluar dari kamar Ice, tidak ingin membangunkan dua sahabatnya yang sudah mendengkur saling bersahutan. Dia melangkah dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju lantai satu, merasa bahwa dirinya sedang terlihat seperti seorang pencuri saat ini.
Lingling pun pergi ke dapur dan mengambil sebuah gelas yang tersimpan di dalam lemari kaca, mengisi gelas itu hingga hampir penuh dengan air keran lalu menenggak habis isinya.
"Rasa air di rumah lebih enak," gumamnya pada dirinya sendiri.
Setelah merasa bahwa matanya sudah kembali segar, Lingling lalu mencuci gelasnya di wastafel dan meletakkannya kembali ke tempat penyimpanan. Saat dia berbalik, matanya langsung tertuju ke arah ruang tamu rumah Ice yang sangat luas. Di salah satu sofa yang ada di sana, terlihat ada seseorang yang sedang duduk sambil memeluk lututnya di depan dada.
Lingling bukan seorang pecundang yang takut hantu, tapi keadaan dapur dan ruang tamu yang gelap gulita karena tidak ada lampu yang menyala cukup membuat bulu kuduknya seketika berdiri. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali, berpikir bahwa kepalanya yang kelelahan sedang bermain-main dengan penglihatannya. Namun berapa kalipun dia berkedip, sosok itu masih ada di sana.
Seperti pemeran utama film horor yang selalu dipenuhi rasa penasaran, Lingling menemukan dirinya melangkah mendekati sosok itu. Dia teringat pada salah satu artikel yang pernah dia baca. Menurut artikel itu, jam dua sampai tiga pagi adalah waktu dimana roh dan arwah sering bergentayangan di dunia manusia. Apakah hari ini dia akan mendapat pengalaman baru dan bertemu dengan hantu untuk pertama kali dalam hidupnya?
Jarak antara Lingling dan sosok itu semakin dekat. Kaki Lingling terus melangkah hingga akhirnya dia dan sosok itu hanya dibatasi oleh satu sofa saja. Lingling menyipitkan matanya, berusaha untuk melihat penampilan sosok itu dengan jelas. Sayangnya, sosok itu menyandarkan kepalanya di belakang lutut sehingga wajahnya tidak terlihat sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agent 00K
FanfictionKehilangan satu paru-paru tidak akan menghentikan ku untuk mencintai mu dalam setiap hembusan napas ku Lingling Kwong