Pendamping

744 98 8
                                    

Ice berjalan dengan langkah cepat, mengitari semua ruangan yang bisa dia temukan di sekitar aula konser. Wajahnya terlihat bingung, tangan kanannya memegang ponsel yang sedang berusaha untuk menelepon Lingling.

"Dia kemana sih?" gumam Ice.

Lingling tiba-tiba menghilang saat Ice sedang berbicara dengan salah satu tamu kenalan ibunya. Saat itu, setelah konser selesai, beberapa orang datang untuk menyapa cucu tertua dari keluarga Takanashi itu. Mau tidak mau Ice harus meladeni mereka semua dengan serangkaian basa-basi yang menurutnya sangat melelahkan. 

Namun saat dia sudah bisa mencari alasan untuk melarikan diri dari pusat atensi yang tertuju padanya, Ice tidak menemukan keberadaan Lingling di sekitarnya. Sahabatnya, yang tidak menyukai keramaian itu, sudah pergi entah kemana.

Ice akhirnya bisa menghela napas lega saat menemukan Lingling sedang duduk di salah satu sofa yang ada di lobi lantai satu, dengan laptop kesayangannya berada di atas pangkuannya. 

"Ling! Aku mencarimu sejak tadi," ucap Ice seraya menghampiri sahabatnya itu.

Lingling bergeming, seakan tidak mendengar suara Ice sama sekali. Jemarinya bergerak dengan cepat di atas papan keyboard, dahinya berkerut hampir menyatu, dan tentu saja kebiasaan buruknya menggigit bibir juga sedang dia lakukan.

Ice pun duduk di sebelah Lingling yang sedang fokus, mencoba untuk mengintip layar laptopnya untuk melihat apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh gadis itu. 

"Ling, ini-"

"Kau tidak melihat apapun Ice," ucap Lingling cepat. "Saat ini kau hanya melihat aku yang sedang mengecek nilai ujianku tadi pagi," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

Ice mengangguk paham, katanya, "Benar, aku tidak melihat apapun. Woah! Nilaimu tinggi sekali, teman. Kau pasti lulus dengan nilai ini, kan?" 

Lingling terkekeh, dia rasa Ice akan sukses jika mengikuti audisi menjadi aktris. Kemampuan akting sahabatnya itu benar-benar bagus, pikirnya.

"Apakah kau masih lama?" tanya Ice.

"Sebentar lagi, aku hanya perlu menyetel waktunya," jawab Lingling.

"Kita harus cepat. Acara ramah-tamahnya akan dimulai sebentar lagi," ucap Ice. 

"Tiga menit, berikan aku tiga menit untuk menyelesaikan nya," 

Ice mengangguk, melihat jam yang tersampir di tangan kirinya. Diapun menunggu dengan setia hingga Lingling selesai 'mengecek nilai ujiannya', sesekali mengintip layar laptop dan membaca beberapa baris kalimat yang tertera di sana.

Tepat tiga menit kemudian, Lingling mematikan laptopnya dan menyusunnya kembali masuk ke dalam tas. Dia lalu menitipkan benda itu kepada resepsionis, sama seperti yang tadi dia lakukan sebelum pergi ke ruang tunggu Orm.

"Ayo," ajak Lingling setelah semua urusannya selesai.

Mereka berdua pun kembali naik ke ruang aula konser. Saat mereka masuk ke dalam aula, ternyata Kakek Ice sudah naik ke atas panggung dan sedang memberikan pidato penyambutannya di depan semua tamu yang hadir.

"Sial, Ice! Kita terlambat," ucap Lingling, terlihat kepanikan terpancar dari wajahnya.

"Terlambat untuk apa? Pidato Kakek adalah pembuka dari acara ramah-tamah ini," ucap Ice, menuntun Lingling melangkah maju untuk duduk di meja yang letaknya ada di paling depan, di mana ibu, ayah, bibi, paman dan adik sepupunya sudah berkumpul.

"Bukankah katamu malam ini Kakek mu akan mengumumkan pertunangan Orm?" bisik Lingling mengecilkan volume suaranya, merasa segan karena mereka harus melewati meja-meja yang sudah ditempati tamu yang lain.

Agent 00KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang