Concert(2)

723 94 28
                                    

Third Person's POV

Hari dimana mereka pergi jajan bersama itu adalah hari terakhir Orm bertemu dengan Lingling. Setelahnya, teman Ice itu tidak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya di hadapan gadis itu. Entah sudah berapa kali Ibu Orm menyuruh Ice untuk mengundang Lingling untuk makan malam di rumah mereka, namun gadis itu selalu menolaknya. Dia beralasan bahwa dia tidak punya waktu luang karena sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian pengambilan sertifikasi.

"Apakah ujian sertifikasi sesulit itu?" tanya Ibu Orm pada suatu malam saat keluarga mereka sedang makan malam.

"Tentu saja, Bi. Tapi menurutku itu bukan masalah besar untuk Lingling, dia seharusnya bisa melewatinya dengan mudah," jawab Ice seraya mengendikkan bahunya.

"Lalu kenapa dia sangat sibuk akhir-akhir ini?" tanya Ibu Orm lagi.

"Dia punya kehidupannya sendiri, Bi. Dari dulu juga dia sudah sesibuk ini, kok. Ini bukanlah hal yang baru," jawab Ice, merasa jengah karena harus menjawab pertanyaan yang sama berkali-kali. "Daripada membahas Lingling, bagaimana kalau kita membahas Orm yang akan tampil perdana sebagai concert master di konser Kakek minggu depan?" ucapnya berusaha mengubah topik pembicaraan.

"Memangnya apa yang mau dibahas tentang itu? Semua persiapannya berjalan dengan lancar," ucap Orm sambil mengunyah makanannya.

"Bagaimana dengan latihanmu? Apa kau latihan dengan rajin, bocah?" 

Pertanyaan Ice itu membuat Orm menatapnya dengan tajam. Semua orang yang ada di rumah mereka tentu tau bagaimana giatnya gadis itu latihan selama sebulan belakangan ini. Dia bahkan menghabiskan lima jam sehari, mengurung diri di dalam ruang latihan untuk menyempurnakan permainannya.

"Aku tarik kembali pertanyaanku," ucap Ice, merasa takut karena ditatap oleh adik sepupunya.

"Kak Ice, aku mau minta tolong sesuatu," ucap Orm seraya mengambil sesuatu dari dalam kantong jaketnya.

"Apa itu? Jangan meminta yang aneh-aneh,"

Orm mendecak kesal. Tidak bisakah Ice sehari saja tidak memancing emosinya? 

"Aku mau menitipkan tiket konser untuk Kak Lingling," ucap gadis itu seraya menyerahkan sebuah amplop putih dengan nama Lingling tertulis di salah satu sisinya.

"Kenapa tidak kau sendiri yang memberikannya? Bukankah kalian sudah saling bertukar id Lone?" tanya Ice sambil mengambil amplop itu.

"Aku sudah mengirimkan pesan beberapa kali, tapi Kak Lingling bahkan tidak melihatnya," ucap Orm, mulutnya manyun ke depan. "Aku rasa dia memang sangat sibuk hingga bahkan tidak bisa melihat pesanku."

Ice tersenyum kecut. Dia sebenarnya punya punya hipotesis sendiri mengenai alasan Lingling bersikap seperti ini kepada keluarganya, terkhusus Orm.

Mari kita kembali mundur ke beberapa hari yang lalu, dua hari setelah Lingling dan Orm pergi bersama untuk terakhir kalinya. 

Flashback

Seperti biasa, setiap malam Sabtu, Lingling, Ice dan Faye akan berkumpul di perpustakaan sekolah untuk belajar bersama. Meskipun mereka bertiga berada di jurusan yang berbeda-beda, namun terkadang mereka menggunakan kesempatan itu untuk saling bertukar pikiran atau sekadar membicarakan kehidupan mereka seminggu belakangan.

Faye lah yang menjadi orang pertama yang mengangkat isu tentang peristiwa yang dialami Orm.

"Bagaimana kelanjutan dari kasus sepupumu kemarin?" tanyanya, melihat ke arah Ice dari balik buku yang sedang dia baca.

Ice menghela napas panjang lalu meletakkan buku Human Anatomy & Physiology yang sedang dia baca ke atas meja. Calon dokter itu melepaskan kaca mata baca yang sedang dia kenakan lalu memijit pelipisnya yang terasa nyeri.

Agent 00KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang