CHAPTER 51: KEBERANIAN (1)
[Flashback]
DANAU begitu melimpah di Yunmeng. Bahkan Lianhua Wu—tempat kediaman sekte paling besar di Yunmeng—juga dibangun berdekatan dengan danau.Beberapa kali dayung dari ujung Lianhua Wu akan tampak sebuah danau teratai besar dengan luas lebih dari seratus lima puluh kilometer persegi. Daun teratai yang hijau dan lebar serta bunganya yang bersemu merah muda saling bersentuhan. Saat semilir angin berembus, kuntum bunga dan daunnya akan bergoyang-goyang seakan sedang menganggukkan kepala. Di tengah kesucian dan keanggunan itu, siapa saja juga bisa merasakan sekelumit kecanggungan yang naif.
Lianhua Wu tidaklah seperti kediaman sekte lain yang seperti berada di dunia lain—menutup pintu dan tidak membiarkan rakyat biasa menginjak tanah kediaman mereka dalam batas-batas tertentu. Dermaga danaunya terletak tepat di depan pintu masuk Lianhua Wu, sering dipenuhi oleh kerumunan kios yang menjajakan polong biji, kastanye air dan segala macam kue kering. Bocah-bocah berhidung meler dari deretan rumah penduduk juga bisa menyelinap masuk ke lapangan Lianhua Wu untuk menonton para kultivator berlatih pedang. Toh mereka tidak akan dimarahi kalau ketahuan. Bahkan terkadang mereka bisa bermain dengan murid-murid dari Sekte Jiang.[Polong biji: (Seed pods) biji pada buah/tanaman. Mungkin yang dimaksud di sini adalah biji teratai.]
[Kastanye air: (Water chestnut) umbi dari tanaman air. Rasanya mirip kombinasi bengkuang dan lobak. Ada banyak di daratan Cina dan sering dipake di masakan oriental.]
Saat muda dulu, Wei WuXian sering memanah layang-layang di tepian Danau Teratai.
Pandangan Jiang Cheng terpaku pada layang-layangnya sendiri, sesekali melirik ke milik Wei WuXian. Layang-layang Wei WuXian sudah terbang tinggi di angkasa, tapi dia masih belum berniat menarik busur panahnya. Dengan tangan kanan di atas alis, dia menengadah sambil tersenyum lebar, seakan merasa kalau layang-layangnya masih belum cukup jauh.
Melihat layang-layang itu hampir melayang keluar area yang biasanya berhasil dia panah, Jiang Cheng pun mengertakkan gigi, memposisikan anak panahnya dan menarik busur. Anak panah berbulu putih itu pun melesat jauh. Layang-layang bergambar monster bermata satu miliknya terpanah tepat sasaran dan langsung jatuh. Alis Jiang Cheng terangkat, "Kena!
"Tepat setelahnya, dia bertanya, "Punyamu sudah terbang tinggi.
Yakin panahmu bisa kena?
"Wei WuXian, "Mau bertaruh?
"Akhirnya Wei WuXian menarik anak panahnya dan membidik. Begitu busurnya melengkung penuh, dia langsung melepaskannya.
Tepat sasaran!
Alis Jiang Cheng berkerut lagi.
Dia mendengus. Bocah-bocah lain menyingkirkan busur dan pergi mengambil layangan masing-masing supaya mereka bisa mengurutkan peringkat berdasarkan jaraknya. Jarak yang paling dekat akan menerima ranking paling rendah. Selalu, yang paling terakhir adalah shidi tertua keenam. Mereka pun menertawakannya cukup lama. Meski begitu, wajah bocah itu ternyata cukup tebal sehingga dia sama sekali tidak peduli. Layang-layang Wei WuXian yang paling jauh. Dan berdekatan dengannya, rangking nomor dua adalah Jiang Cheng. Baik Jiang Cheng dan Wei WuXian terlalu malas untuk mengambil layang-layang mereka. Para bocah pun bergegas ke arah lorong yang dibangun di atas permukaan air. Mereka bermain-main, meloncat ke sana kemari, sebelum akhirnya dua orang wanita muda bertubuh semampai muncul di hadapan mereka.Mereka berbusana seperti pelayan bersenjata lengkap dengan pedang pendeknya. Yang lebih tinggi menggenggam sebuah layang-layang dan anak panah, kini menghalangi jalur mereka.
Dia bertanya dingin, "Ini punya siapa?
"Semua bocah itu diam-diam mengutuk nasib sial mereka saat melihat kedua wanita itu.
Wei WuXian menyentuh dagu dan melangkah maju, "Itu punyaku,"Pelayan yang satu lagi mendengus, "Kau memang jujur.
"Mereka menyingkir dan memperlihatkan seorang wanita berbusana ungu yang juga membawa pedang.Wanita itu memiliki kulit yang cerah dan cukup cantik meski wajah lembutnya menampilkan kesan garang. Ujung bibirnya entah berkerut atau tersenyum—dia sedang tersenyum mengejek, mirip seperti Jiang Cheng. Jubah ungunya yang mengombak membalut pinggang rampingnya. Wajahnya sedingin batu giok, seperti tangan kanannya yang sedang menyentuh pangkal pedang. Sebuah cincin berhias batu kecubung tersemat di jari telunjuk kanannya.
Jiang Cheng tersenyum saat melihatnya, "Ibu!
"Sementara itu, sisa bocah lelaki lainnya menyapa dengan penuh hormat, "Nyonya Yu.
"Nyonya Yu adalah ibu Jiang Cheng.
Tentu saja, dia adalah istri Jiang FengMian yang dulu turut berkultivasi bersamanya. Harusnya dia dipanggil Nyonya Jiang. Namun entah karena suatu alasan, semua orang selalu memanggilnya Nyonya Yu. Beberapa orang menduga kalau wanita itu tidak ingin memakai nama keluarga si suami karena kepribadiannya yang tegas. Namun baik pihak suami ataupun istrinya tidak ada yang saling memperdebatkan.Nyonya Yu berasal dari salah satu sekte yang ternama, Sekte MeishanYu. Di sektenya, dia mendapat ranking tiga, itulah kenapa dia dipanggil Nyonya Ketiga Yu.
Di dunia kultivasi, dia dijuluki 'Laba-laba Violet'. Hanya menyebut namanya saja bisa membuat orang lain ketakutan. Semenjak masih muda, kepribadiannya sudah begitu dingin dan tidak pernah terlalu disukai saat berbincang dengan orang lain. Bahkan setelah menikah dengan Jiang FengMian, dia selalu pergi berburu malam, tidak terlalu suka berdiam diri di Lianhua Wu Sekte Jiang. Pun kediamannya di Lianhua Wu berbeda dengan Jiang FengMian. Dia punya daerah sendiri, tempat dirinya dan beberapa anggota keluarga yang dia bawa dari Sekte Yu tinggal.
Dua wanita muda tadi, JinZhu dan YinZhu, adalah dua pelayan kepercayaannya. Mereka tidak pernah beranjak pergi dari sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MO DAO SU ZHI(GRANDMASTER OF DEMONIC CULTIVATION (Novel Terjemahan)
FantasyJudul alternatif: Mo Dao Zu Shi, Founder of Diabolism, 魔道祖师 Penulis: Mo Xiang Tong Xiu (MXTX) Tahun rilis: 2015 Genre: Xianxia, Action, Adventure, Mystery, Comedy, Yaoi (ini bl ya teman2 atau lelaki sesama lelaki kalau tidak suka boleh skip krna nn...