CHAPTER 61: KEJAHATAN (1)
"AHHHHHHH...!!!"
Wang LingJiao terlonjak duduk di ranjangnya sambil berteriak.
Wen Chao yang tengah membaca sepucuk surat di mejanya pun langsung menggebrak permukaan meja dengan marah, "Kenapa kau menjerit-jerit tengah malam begini?!"
Wang LingJiao terengah-engah seolah masih belum bisa meredam rasa syoknya, "Saya... Saya bermimpi tentang si Wei lagi. Saya memimpikannya lagi!
"Wen Chao, "Sudah tiga bulan berlalu sejak aku melemparnya di Bukit Luanzang. Kenapa kau masih memimpikan dia? Ini sudah berapa kali?"
Wang LingJiao, "Saya... saya juga tidak tahu. Belakangan ini saya seringkali memimpikan dia."
Wen Chao sudah merasa kesal saat membaca surat itu. Dia tidak punya waktu untuk memperhatikan wanita itu dan juga tidak punya keinginan untuk memeluk dan menghiburnya seperti yang biasa dia lakukan dulu.
Malah, dia berujar tak sabar, "Kalau begitu jangan tidur!"
Wang LingJiao menyingkir dari tempat tidur dan menghambur ke meja Wen Chao, "Wen Gongzi, saya... semakin saya pikirkan, semakin saya ketakutan. Rasanya seperti... sebelumnya, apa kita membuat kesalahan besar?
... Dia dilempar ke Bukit Luanzang, tapi apa mungkin dia tidak mati?
Apa mungkin dia..."
Urat nadi di pelipis Wen Chao mencuat, "Mana mungkin?
Sebelumnya sudah berapa banyak kultivator dari sekte kita yang dikirim untuk membersihkan Bukit Luanzang?
Memangnya ada yang kembali hidup-hidup?
Dia sudah dilempar ke sana, berarti mayatnya juga sudah membusuk!"
Wang LingJiao, "Tetap saja menakutkan meskipun dia mati!
Kalau dia benar-benar melakukan hal seperti di perkataannya dan menjadi hantu ganas dan kembali untuk menghantui kita...
"Selagi wanita itu menyerocos, mereka berdua mengingat hari itu; mengingat seperti apa wajah Wei Ying saat dia dijatuhkan dan seperti apa ekspresinya.
Mereka bergidik ngeri.
Wen Chao langsung menyangkal, "Tetap saja mustahil sekalipun dia mati!
Semua jiwa orang yang mati di Bukit Luanzang akan terus terbelenggu di sana. Jangan menakuti dirimu sendiri. Kau tidak lihat aku sedang kesal?!"
Dia meremas surat itu hingga menjadi bola dan melemparnya.
Suaranya penuh kebencian, "Sunshot Campaign apa?
Memanah Matahari. Mereka ingin memanah matahari sampai jatuh?
Terus saja bermimpi!"
Wang LingJiao beranjak bangkit, berhati-hati sekali menuang secangkir teh. Dalam hati, dia memikirkan kata-kata penuh rayu sebelum mengucapkannya dengan suara manis, "Wen Gongzi, sekte-sekte kecil itu pasti hanya bisa bertahan selama beberapa hari lagi.
Wen Zongzhu pasti akan..."
Wen Chao membentak, "Tutup mulutmu!
Kau tahu apa?!
Enyahlah, jangan membuatku jengkel!"
Wang LingJiao merasa disalahkan, tapi dia juga merasa benci. Dia meletakkan cangkir tehnya, merapikan rambut dan jubahnya lalu melangkah keluar sambil tersenyum.Begitu keluar dari pintu, senyum di wajahnya langsung sirna. Dia membuka remasan surat di tangannya. Tadi saat berjalan keluar, diam-diam dia memungut surat yang dilempar Wen Chao. Wanita itu ingin melihat sebenarnya berita apa yang Wen Chao terima sampai membuatnya jengkel begitu. Namun Wang LingJiao tidak bisa membaca dengan baik. Setelah cukup lama mengamati, dia akhirnya bisa menduga bahwa surat itu berisi:
putra tertua dari Pemimpin Sekte Wen sekaligus kakak Wen Chao bernama Wen Xu, sudah dipenggal kepalanya oleh salah satu pemimpin sekte yang membangkang.
Dan kini, kepalanya dipertontonkan di ujung pedang sebagai simbol kekuatan di depan formasi perang!
Wang LingJiao membeku.Sekte GusuLan sudah dibakar, Sekte YunmengJiang sudah dihancurkan, dan banyak lagi sekte lain, baik yang besar maupun kecil, yang sudah ditumbangkan. Bukan berarti tidak pernah ada pertentangan, tapi mereka biasanya cepat diberangus oleh Sekte QishanWen. Oleh karena itu, sejak tiga bulan yang lalu, Sekte Jin, Nie, Lan dan Jiang mengikat aliansi dan memimpin pemberontakan. Saat mereka muncul di bawah bendera 'Sunshot Campaign', tidak ada yang menganggap mereka serius.Pemimpin Sekte Wen sebelumnya angkat bicara. Di antara keempat sekte itu, Sekte LanlingJin-lah yang paling tak berpihak—saat menyaksikan semua sekte menjalani ekspedisi dengan penuh kemarahan, mereka juga ingin bergabung. Namun justru merekalah yang harus menelan lebih banyak kekalahan daripada kemenangan. Mereka akan segera sadar bahwa tidak ada gunanya ikut-ikutan. Barangkali mereka akan kembali memeluk kaki Sekte Wen dan memujanya sekali lagi;
Pemimpin Sekte QingheNie begitu kaku sehingga mudah meledak amarahnya—suatu saat nanti, tanpa orang lain bertindak pun dia pasti akan mati di tangan orang-orangnya sendiri cepat atau lambat;
Sekte GusuLan sudah dibakar hingga menyisakan puing-puing. Meskipun Lan XiChen masih ada untuk mewarisi posisi pemimpin sekte setelah memindahkan Paviliun Perpustakaan, dia hanyalah seorang junior yang tidak bisa berbuat banyak; yang paling menggelikan adalah Sekte YunmengJiang. Orang-orangnya entah sudah dibunuh atau terpencar tak keruan dan hanya menyisakan Jiang Cheng yang bahkan lebih muda dari Lan XiChen. Dia masih seperti bayi yang baru lahir kemarin sore, tidak punya siapa pun di tangannya tapi masih berani menganggap diri sebagai pemimpin sekte. Bahkan dia berani mengibarkan bendera pemberontakan selagi merekrut murid-murid baru.Situasi itu bisa disimpulkan dalam dua hal:
tak menjanjikan dan terlampau percaya diri.Semua orang yang berada di pihak Sekte Wen menganggap Sunshot Campaign hanyalah lelucon semata. Namun tiga bulan kemudian, keadaannya sama sekali tidak seperti yang mereka bayangkan. Banyak tempat di Hejian dan Yunmeng yang sudah diambil alih, tapi bukan itu yang paling penting. Hari ini, anak tertua Pemimpin Sekte Wen dipenggal kepalanya.Wang LingJiao merasa cemas. Dia pun kembali ke kamarnya dengan gelisah. Kelopak matanya terus berkedut. Satu tangan mengusapnya, sedangkan tangan lain menekan dadanya, mencoba memikirkan rute melarikan diri.Dia sudah mengikuti Wen Chao hampir setengah tahun lamanya. Setengah tahun adalah waktu terlama yang bisa Wen Chao habiskan dengan seorang perempuan—dari mencintainya hingga menjadi muak padanya. Wang LingJiao mengira dirinya berbeda dan bisa bertahan sampai akhir, tapi kejengkelan Wen Chao yang makin meningkat beberapa hari ini malah membuktikan sebaliknya. Dia tidak ada bedanya dengan wanita lain.
Sambil menggigit bibir, Wang LingJiao tercenung cukup lama. Kemudian dia berjongkok dan menarik peti kecil dari bawah tempat tidurnya.Peti itu menyimpan barang berharga dan senjata yang berhasil dia kumpulkan selama setengah tahun berada di sisi Wen Chao. Barang berharga bisa dia jual, dan senjata bisa dipergunakan untuk melindungi diri. Meski dia merasa enggan, tapi hari ini tetap datang juga.Wang LingJiao berniat menghitung seberapa banyak harta yang dia punya. Sehingga dia pun mengeluarkan sebuah kunci mungil dari dalam sabuk dan bergumam selagi membuka gemboknya, "Dasar lelaki sampah.
Orang sepertimu akan mati cepat atau lambat. Seharusnya aku yang senang karena tidak perlu melayanimu lagi... Ah!"
Dia ambruk ke lantai.
Barusan saat membuka peti itu, dia melihat apa yang ada di dalam sana.Barang berharganya sama sekali tidak ada.Yang ada hanyalah sesosok anak kecil berkulit pucat yang sedang meringkuk!
Wang LingJiao begitu kaget sampai berteriak. Sambil menendang kakinya, dia berupaya bergeser mundur. Peti miliknya selalu tergembok. Satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan kunci yang selalu dia bawa sepanjang waktu. Bagaimana bisa ada bocah kecil di dalam sana?
Peti itu bahkan tidak dibuka setiap bulan. Kalau ada seorang bocah yang bersembunyi di dalamnya, mana mungkin dia tidak tahu?
Mana mungkin bocah itu masih hidup?
Peti itu tertendang olehnya. Mulut peti mengarah ke tanah sedangkan bagian bawahnya menghadap ke atas. Selama beberapa saat, tidak terjadi apa-apa.Wang LingJiao merangkak dengan kaki gemetar. Dia ingin mendekat untuk melihat, tapi dirinya tidak berani. Dia membatin, Ada hantu, ada hantu!
Level kultivasinya sangatlah rendah. Kalau benar itu hantu, dia tidak akan bisa menghadapinya. Mendadak, dia teringat bahwa tempat ini adalah balai pengawasan. Jimat-jimat banyak ditempel di luar gerbang dan setiap bangunan. Kalau memang ada hantu, jimat itu pasti akan melindunginya. Maka segera dia bergegas keluar, menyambar salah satu jimat di luar kamarnya dan menempelkan benda itu di dadanya.Dengan jimat sudah melekat di tubuhnya, pikirannya pun akhirnya lega. Wanita itu menyelinap kembali ke dalam kamar, menemukan galah panjang penggantung pakaian, lalu memakainya untuk membalik peti dari kejauhan. Di dalam sana, harta karunnya tertata rapi. Tidak ada sosok bocah sama sekali.Wang LingJiao mengembuskan napas lega. Dengan tongkat panjang di tangannya, dia pun berjongkok hendak menghitung harta. Namun mendadak dia menyadari dua cahaya putih berpendar dari bawah ranjangnya.Itu adalah sepasang mata.Sesosok bocah berkulit pucat tengah tengkurap di bawah ranjang dan menatap matanya dalam-dalam.Ini kali ketiga Wen Chao mendengar teriakan Wang LingJiao malam ini.
Gejolak api dalam dirinya menggila saat dia berkoar, "Dasar perempuan jalang!
Kau terlalu berisik, tidak bisakah kau berhenti membuatku kesal?"
Kalau bukan karena belakangan ini ada banyak berita menyebalkan yang datang dan membuatnya tidak punya waktu untuk mencari wanita cantik lain—dia takut kalau wanita yang ingin ditidurinya ternyata adalah pembunuh cantik dari sekte kecil yang licik dan mungkir—Wen Chao pasti sudah menyuruh wanita itu enyah sejak lama.
Wen Chao berteriak, "Siapa saja! Buat dia diam!"
Tidak ada yang menjawab. Wen Chao menendang kursinya, merasa makin dongkol, "Pergi ke mana kalian, bangsat?!"
Mendadak pintu terbuka.
Wen Chao, "Aku bilang, buat wanita jalang itu diam, bukan masuk ke sini..."
Begitu dia memutar badan, separuh kalimatnya tersangkut di tenggorokan. Dia melihat seorang wanita berdiri di depan rumahnya.Fisik wanita itu terpelintir kacau, seolah habis dibanting hingga hancur lalu digabungkan lagi. Kedua matanya melihat ke arah yang berbeda;
mata kiri memandang ke atas dan yang kanan memandang ke bawah. Seluruh wajahnya terpilin mengerikan.Wen Chao berupaya keras sampai akhirnya berhasil mengenali sosok itu dari jubahnya yang agak terbuka.
Dia adalah Wang LingJiao!
Tenggorokan Wang LingJiao tersedak. Dia maju beberapa langkah dengan tangan menggapai-gapai, "... Tolong... Tolong... Tolong aku..."
Wen Chao memekik. Dia menarik pedang barunya dan menebas wanita itu, "Pergi! Pergi!"
Pundak Wang LingJiao terparang pedang.
Sosoknya makin terpelintir saat dia menjerit, "Ahhhhhh... Sakit, ahhhh... Sakit, ahhhh!!!"
Wen Chao bahkan tidak berani mencabut pedangnya. Dia menyambar kursi dan melemparkannya ke arah wanita itu. Kursi itu mengenainya dan langsung hancur berkeping-keping. Wang LingJiao terhuyung-huyung sebelum jatuh berlutut dan ambruk ke tanah, seolah sedang bersujud ke seseorang dan bergumam, "... Maafkan aku... Maafkan aku... Lepaskan aku, lepaskan aku, lepaskan aku..."
Saat kepalanya membentur lantai, darah menetes-netes dari qiqiaonya. Tubuhnya menghalangi pintu masuk sehingga Wen Chao tidak bisa pergi.
Dia hanya bisa membuka jendela dan berteriak selantang mungkin, "Wen ZhuLiu! Wen ZhuLiu!!!"
Di atas lantai, Wang LingJiao sudah mengambil salah satu kaki kursi dan dengan gila menyumpalkannya ke dalam mulut sambil tertawa, "Baiklah, baiklah, akan kumakan, akan kumakan! Haha, akan kumakan!"
Sebongkah besar kaki kursi sudah ditelan bulat-bulat!
Wen Chao syok setengah mati. Begitu hendak meloncat kabur dari jendela, mendadak dia menyadari bahwa di pekarangan itu, sesosok siluet hitam sedang berdiri di tengah pancaran sinar bulan.Pada saat bersamaan:
Jiang Cheng sedang berdiri di depan sebuah hutan. Begitu menyadari ada yang mendekat, dia pun menoleh sedikit. Sosok itu berpakaian serbaputih, mengenakan pita dahi yang ujungnya mengombak di belakang punggung bersama rambutnya. Wajahnya lebih tampan dari apa pun dan secerah batu giok. Di bawah sepuhan sinar bulan, sekujur tubuhnya seperti terselimuti cahaya yang lembut.
Jiang Cheng berujar dingin, "Lan Er Gongzi."
Ekspresi Lan WangJi sangat khidmat.
Dia mengangguk, "Jiang Zongzhu."
Setelah keduanya saling sapa, tidak ada lagi yang berbicara. Mereka sama-sama membawa serta anak buah dan terbang dengan pedang dalam diam.Dua bulan yang lalu, Dua Giok dari Lan bekerja sama dengan Jiang Cheng untuk menghimpun serangan mendadak. Mereka mengambil kembali pedang-pedang yang terkumpul milik banyak murid dari berbagai sekte saat pendoktrinan Wen Chao. Kemudian pedang-pedang itu dikembalikan ke pemiliknya masing-masing. Baru sejak saat itu Sandu dan Bichen kembali ke tangan mereka.Mata terang Lan WangJi melirik pedang lain di pinggang Jiang Cheng. Kemudian dia memalingkan pandangan.
Beberapa saat kemudian, dia bertanya sambil menatap lurus ke depan, "Apa Wei Ying masih belum muncul?"
Jiang Cheng memandangnya, seperti terkejut karena mendadak ditanyai perihal Wei Ying.
Dia pun menjawab, "Belum."
Dia menatap Suibian yang menggantung di pinggangnya, "Orang-orangku masih belum mendapat kabar apa pun tentang dia. Tapi begitu kembali, dia pasti akan menemukanku. Setelah dia muncul, akan kukembalikan pedang ini padanya."
Segera setelah itu, kelompok yang mereka pimpin telah tiba di balai pengawasan yang merupakan tempat persembunyian Wen Chao. mereka pun mempersiapkan penyerangan malam. Sebelum masuk ke sana, wajah Lan WangJi menegang, sedangkan Jiang Cheng mengerutkan keningnya.Energi gelap dan penuh kebencian nyaris melimpah-ruah di tempat ini.Namun jimat-jimat di kedua sisi pintu masih utuh. Jiang Cheng mengisyaratkan para kultivator untuk berpencar dan bersembunyi di balik tembok sementara dirinya mengayunkan Sandu. Energi pedang itu menyerang dan menghancurkan pintu.Sebelum masuk ke dalam, pandangan Lan WangJi menyapu jimat-jimat yang ditempelkan di sisi pintu.Pemandangan di dalam balai pengawasan lebih dari sekadar mengerikan.Di dalam pekarangan, mayat bergelimpangan di mana-mana. Tidak hanya di pekarangan saja, tapi juga di semak-semak, lorong, pagar, bahkan atap, semuanya bertumpukan mayat.Semua mayat itu mengenakan jubah matahari. Mereka adalah murid-murid dari Sekte Wen. Dengan Sandu-nya, Jiang Cheng membalik salah satu mayat dan melihat garis-garis darah yang saling-silang di wajah pucat itu, "Pendarahan qiqiao."
Lan WangJi berdiri di sisi lain, "Yang satu ini tidak."
Jiang Cheng menghampirinya.
Dia melihat mata mayat itu terpelintir ke belakang. Wajahnya rusak. Empedu kekuningan menetes-netes dari mulutnya. Mayat itu mati karena ketakutan.
Salah satu murid bawahannya melapor, "Zongzhu, kami sudah selesai menyelidiki. Mereka semua sudah mati. Dan, setiap mayat mati dengan cara yang berbeda-beda."
Dicekik, dibakar, diracun, dibekukan, digorok lehernya, ditikam kepalanya...
Setelah Jiang Cheng selesai mendengarnya, dia berujar dingin, "Sepertinya ada yang sudah membantu kita menyelesaikan tugas malam ini."
Lan WangJi tidak mengatakan apa-apa. Dialah yang pertama masuk ke dalam rumah itu.Pintu kamar Wen Chao terbuka lebar. Hanya tersisa satu mayat perempuan di dalam sana. Mayat itu mengenakan pakaian yang tipis. Separuh kaki kursi dijejalkan ke dalam tenggorokannya. Dia sudah bunuh diri dengan memaksa diri menelan kaki kursi ke dalam perutnya.Jiang Cheng membalik wajah terpelintir mayat itu. Setelah mengamati cukup lama, dia tertawa dingin. Dia mengambil kaki kursi lain lalu menyurukkannya ke mulut wanita itu. Entah bagaimana dia berhasil menjejalkan separuh lainnya ke dalam tubuh mayat itu.Dengan mata memerah, dia beranjak bangkit. Saat hendak bicara, dia melihat Lan WangJi sedang berdiri di depan pintu sambil merenungkan sesuatu. Jiang Cheng menghampirinya, mengikuti arah pandang Lan WangJi dan melihat selembar jimat kuning berlukis merah yang menempel di pintu.Meski dalam sekilas pandang jimat itu tidak berbeda, setelah dicermati lagi, ternyata ada sedikit perbedaan yang membuat tidak nyaman.
Lan WangJi, "Terlalu banyak."
Jiang Cheng semakin tegang, "Sudah kuduga."
Mereka sudah menguasai teknik menggambar jimat kediaman sejenis ini sejak berusia lima belas atau enam belas tahun. Namun ditengah coretan merah terang di jimat itu, sepertinya ada coretan kuas yang berlebihan. Coretan itulah yang sepenuhnya mengubah pola jimat. Dan kalau dilihat sekarang, jimat yang menempel di pintu tampak seperti wajah seseorang yang sedang tersenyum mengerikan.
Mayat Wen Chao dan Wen ZhuLiu tidak bisa ditemukan di balai pengawasan. Diduga mereka sudah kabur menuju Qishan. Jiang Cheng langsung memimpin bawahannya untuk meninggalkan balai pengawasan dan mengejar dua orang itu dengan menaiki pedang. Akan tetapi, Lan WangJi malah kembali ke Gusu terlebih dahulu.Pada hari kedua, Lan WangJi berhasil menyusul Jiang Cheng.
Dia mengeluarkan jimat yang diambilnya kemarin, "Jimat ini sudah dibalik."
Jiang Cheng, "Dibalik? Apa maksudnya?"
Lan WangJi, "Jimat normal mengusir makhluk jahat. Yang ini menarik mereka."
Jiang Cheng sangat syok, "Jimat... yang bisa menarik makhluk jahat? Aku belum pernah dengar soal itu."
Lan WangJi, "Memang tidak lazim.
Tapi, menurut uji coba, terbukti bahwa jimat ini memiliki kemampuan untuk menarik makhluk jahat."
Jiang Cheng mengambil alih jimat itu dan mengamatinya dengan cermat, "Hanya ditambah beberapa coretan, dan seluruh fungsi jimat ini bisa dibalik? Apa ini perbuatan manusia?"
Lan WangJi, "Ada empat coretan yang ditambahkan, digambar menggunakan darah manusia. Semua jimat kediaman di balai pengawasan itu sudah diubah. Coretannya dibuat oleh orang yang sama."
Jiang Cheng, "Kalau begitu, siapa orangnya? Di antara banyak kultivator ternama, aku belum pernah dengar ada yang bisa melakukan hal seperti ini."
Lalu dia langsung meneruskan, "Tapi entah siapa pun orangnya, tidak masalah selama targetnya sama dengan kita—yaitu untuk membunuh semua anjing-anjing Wen!"
Mereka berdua menuju ke Utara berdasarkan informasi yang diperoleh. Ke mana pun mereka pergi, mereka selalu mendengar pembicaraan tentang kemunculan mayat aneh di sana. Semuanya adalah mayat kultivator Sekte Wen dan mengenakan jubah matahari. Semuanya juga memiliki rangking dan tingkat kultivasi yang tinggi. Meski demikian, mereka semua mati dengan mengerikan dan bermacam-macam, digeletakkan di tempat umum sehingga banyak orang yang bisa menyaksikan.
Jiang Cheng, "Apa menurutmu semua orang ini juga dibunuh oleh orang itu?"
Lan WangJi, "Energi kelamnya cukup pekat. Sepertinya memang dilakukan oleh orang yang sama."
Jiang Cheng mendengus, "Kelam? Di dunia ini, mana ada yang lebih kelam dari anjing-anjing Wen?!"
Mereka sudah melakukan pengejaran sampai larut pada malam keempat. Akhirnya mereka menemukan Wen ZhuLiu di dalam pangkalan kurir di kota pegunungan terpencil.Pangkalan kurir itu memiliki dua lantai. Ada kandang kuda di sisi bangunannya. Saat Lan WangJi dan Jiang Cheng tiba, mereka kebetulan melihat sosok bayangan tinggi yang menghambur masuk dan mengunci pintu di belakangnya.
Karena resah akan teknik 'Tangan Pelebur Inti' dari Wen ZhuLiu, mereka berdua pun memutuskan untuk tidak mengejutkan musuh. Mereka mendarat di atap, bukannya masuk lewat pintu depan. Jiang Cheng berusaha menahan kebencian yang begitu menggunung dalam benaknya. Sambil mengertakkan gigi, dia memandang tanpa berkedip lewat celah genting di atap itu.Wen ZhuLiu sepertinya baru saja menempuh perjalanan jauh. Di lengannya ada sosok lain. Seolah sedang menyeret kaki, dia melangkah ke lantai dua dan meletakkan orang itu di sisi meja. Kemudian dia berlari ke arah semua jendela dan menutup kelambu sehingga bahkan angin semilir pun tidak bisa tembus. Akhirnya dia kembali ke meja dan menyalakan lampu minyak.Cahaya lemah menerangi wajahnya yang masih pucat, masih dingin, tapi ada dua bayangan hitam di bawah matanya. Sosok lain di sisi meja tertutupi sepenuhnya. Bahkan wajahnya terhalangi jubah panjang bertudung. Seolah meringkuk di dalam kepompong yang rapuh, orang itu menggigil dan terengah-engah saat berteriak, "Jangan nyalakan lampunya!
Bagaimana kalau dia menemukan kita?!"
Lan WangJi mengangkat kepala, bertukar pandang dengan Jiang Cheng. Keduanya sama-sama terperangah.Orang ini pasti adalah Wen Chao. Tapi bagaimana bisa suara Wen Chao seperti ini?
Begitu tipis dan tajam, sama sekali tidak mirip Wen Chao yang biasanya!
Wen ZhuLiu menunduk untuk menggeledah barang-barangnya di dalam kain lengan, "Kalau kita mematikan lampu, apa dia tidak akan bisa menemukan kita?"
Wen Chao terengah-engah, "Ki-Kita sudah berlari jauh, sangat jauh. Di-Dia pasti tidak akan bi-bisa menangkap kita, kan?"
Wen ZhuLiu terlihat acuh, "Mungkin."
Wen Chao memberang, "Apa maksudmu mungkin?! Kalau kita belum lepas darinya, kenapa kau berhenti?!"
Wen ZhuLiu, "Kau butuh obat salep. Kalau tidak, kau pasti akan mati."
Sambil bicara, dia melepaskan tudung Wen Chao. Kedua manusia di atap terkejut bukan main.Di balik jubah bertudung itu bukanlah wajah tampan Wen Chao yang berminyak dan sombong, melainkan kepala botak yang terbungkus perban!Wen ZhuLiu melepaskan berlapis-lapis perban itu dan mempertontonkan kulit dari seorang pria botak. Di wajahnya, ada begitu banyak luka sayat dan bakar yang menyebar tak keruan, membuatnya terlihat seperti sudah dimasak. Jelek, mengerikan, mereka tidak bisa melihat seberkas bayangan orang yang dulu!
Wen ZhuLiu menarik keluar sebotol obat. Pertama, dia memberikan beberapa pil bulat untuk Wen Chao makan, lalu mengeluarkan sejumlah salep untuk dioleskan ke luka bakar di kepala dan wajahnya.
Wen Chao merengek kesakitan meski Wen ZhuLiu sudah menghentikannya, "Jangan menangis. Air matamu hanya akan membuat luka-lukanya bernanah dan semakin sakit."
Wen Chao hanya bisa menahan air matanya, bahkan menangis pun tidak bisa. Di bawah semburat cahaya api, seorang pria botak dengan luka bakar tengah memilin wajahnya. Suara teredam aneh keluar dari mulutnya. Nyala api terancam padam, hanya menyisakan cahaya kuning yang kecil. Pemandangannya lebih dari sekadar menakutkan.
Mendadak Wen Chao menjerit, "Seruling! Seruling! Apa itu seruling?! Aku mendengarnya memainkan seruling lagi!"
Wen ZhuLiu, "Tidak! Itu hanya angin."
Namun Wen Chao begitu ketakutan sampai terjungkal ke lantai dan menangis keras. Wen ZhuLiu mengangkatnya lagi. Sepertinya ada yang sudah terjadi dengan kaki Wen Chao sehingga membuatnya tidak bisa berjalan sendiri.Setelah Wen ZhuLiu selesai mengoleskan salep, dia mengeluarkan beberapa kue isi dari dalam kelepak dan menaruh satu di tangannya, "Makanlah. Setelah selesai, kita bisa meneruskan perjalanan."
Dengan tangan gemetar, Wen Chao menangkup kue itu di tangannya dan mulai menggigit. Jiang Cheng jadi mengingat keadaan sulit yang dialaminya bersama Wei WuXian pada hari mereka melarikan diri. Mereka bahkan tidak punya makanan sedikit pun. Situasi sekarang ini memang karma!
Hatinya dipenuhi sukacita. Ujung bibirnya terangkat dan dia mulai tertawa gila tanpa suara.Mendadak, ekspresi Wen Chao membatu begitu menggigit makanannya.
Dia melempar kue itu dan berteriak, "Aku tidak mau makan daging! Tidak mau! Tidak mau! Aku tidak mau makan daging!"
Wen ZhuLiu memberikannya kue lain, "Yang ini bukan daging."
Wen Chao, "Aku tidak mau makan! Jauhkan! Pergilah! Aku ingin mencari ayahku. Kapan kita bisa kembali ke ayahku?!"
Wen ZhuLiu, "Dengan kecepatan ini, dua hari lagi."
Kata-katanya cukup jujur, tidak berlebihan dan tidak dibuat-buat.
Namun kejujurannya itu membuat Wen Chao tersiksa, "Dua hari? Dua hari?! Kau tidak lihat seperti apa aku sekarang?! Kalau aku menunggu dua hari lagi, akan jadi apa aku nanti?! Kau benar-benar tidak berguna!"
Wen ZhuLiu mendadak bangkit berdiri.
Wen Chao bergidik takut, mengira Wen ZhuLiu ingin pergi sendiri dan itu membuatnya ketakutan. Semua pengawalnya mati di depan matanya sendiri satu persatu. Wen ZhuLiu adalah sandarannya yang terkuat dan terakhir.
Dia pun segera mengubah kata-katanya, "Tidak tidak tidak, Wen ZhuLiu, Kakak Wen! Jangan pergi, jangan tinggalkan aku.
Kalau kau bisa membawaku kembali ke ayahku, aku akan membuatnya mempromosikanmu ke level kultivator tamu tertinggi!
Tidak tidak tidak, kau sudah menyelamatkanku, jadi kau adalah saudaraku—aku akan meminta ayah untuk memasukkanmu ke dalam klan utama! Mulai sekarang, kau akan menjadi kakakku!"Wen ZhuLiu memandang ke arah tangga, "Tidak perlu."
Bukan hanya dia yang mendengarnya, tapi Lan WangJi dan Jiang Cheng juga. Suara langkah kaki, selangkah demi selangkah, datang dari anak tangga di pangkalan kurir.Seseorang menaiki tangga, selangkah demi selangkah.Semua darah seperti mengering dari wajah terbakar Wen Chao. Gemetaran, dia menggerakkan tangan untuk menutup wajah dengan jubah bertudungnya, seakan-akan ketakutan sampai ingin menutup mata untuk melindungi diri dan berlagak tidak ada yang terjadi. Namun sepasang telapak tangannya kosong, tanpa satu pun jari yang masih tersisa!
Tap, tap, tap.
Orang itu melangkah perlahan menaiki tangga. Dia berbalut pakaian serbahitam. Sosoknya tinggi semampai dengan seruling di pinggang dan tangan di belakang punggungnya.Di atas atap itu, Lan WangJi dan Jiang Cheng sama-sama menekan pangkal pedang mereka.Namun begitu orang itu berjalan di tangga dan berbalik badan dengan senyum di wajahnya, kedua mata Lan WangJi membelalak lebar.
Dia pernah melihat sosok cerah itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MO DAO SU ZHI(GRANDMASTER OF DEMONIC CULTIVATION (Novel Terjemahan)
FantasyJudul alternatif: Mo Dao Zu Shi, Founder of Diabolism, 魔道祖师 Penulis: Mo Xiang Tong Xiu (MXTX) Tahun rilis: 2015 Genre: Xianxia, Action, Adventure, Mystery, Comedy, Yaoi (ini bl ya teman2 atau lelaki sesama lelaki kalau tidak suka boleh skip krna nn...