Racun 4

22 3 0
                                    

CHAPTER 59: RACUN (4)

WEI WuXian merasakan jantungnya berdegup kencang, Apa dia melihat kami?
Haruskah kami lari sekarang juga?
Atau dia tidak melihat kami?
Mendadak suara tangis melengking terdengar dari seberang dinding.
Di sela suara langkah kaki, seorang pria sedang berkata lembut, "Jangan menangis.
Wajahmu jadi tercoreng semua.
"Suara itu sangat tidak asing bagi Jiang Cheng dan Wei WuXian—itu suara Wen Chao!
Wang LingJiao menangis tersedu-sedu, "Anda tidak akan menyukai saya lagi kalau wajah saya tercoreng semua?"
Wen Chao, "Mana mungkin begitu?
Tidak peduli JiaoJiao terlihat seperti apa, aku akan tetap menyukainya.
"Wang LingJiao berujar penuh emosi, "Saya sangat sangat ketakutan...
Hari ini saya benar-benar...
hampir percaya kalau saya akan dibunuh wanita jalang itu dan tidak akan bisa bertemu dengan Anda lagi...
Wen Gongzi...
Saya...
"Wen Chao sepertinya memeluk wanita itu untuk menghiburnya, "Sudah, berhenti bicara, JiaoJiao. Sudah tidak apa-apa sekarang.
Untung saja Wen ZhuLiu melindungimu.
"Wang LingJiao mengeluh, "Anda masih menyebut-nyebut dia?!
Wen ZhuLiu, saya membencinya.
Kalau saja dia tidak datang terlambat hari ini, saya tidak akan menderita separah ini.
Bahkan sampai sekarang wajah saya sakit sekali...
"Padahal dia sendiri yang memerintahkan Wen ZhuLiu supaya tidak muncul di hadapannya dan itu sudah membuatnya babak belur. Namun kini dia malah memutarbalikkan fakta itu.
Wen Chao sangat senang mendengarnya mengeluh dengan menyedihkan begitu, "Tidak akan sakit lagi. Sini, biar kusentuh...
Kau tidak suka betapa lambatnya dia, tapi kau tidak boleh menantang batasannya. Level kultivasinya sangat tinggi. Ayahku berkali-kali bilang bahwa bakatnya sangat langka. Aku masih ingin memakainya selama beberapa tahun lagi.
"Wang LingJiao tidak percaya, "Memangnya kenapa...
Memangnya kenapa kalau dia punya bakat?
Ada banyak sekali kultivator terkenal, banyak talenta yang bernaung di bawah sayap Sekte Wen, ada ribuan paling tidak.
Memangnya apa yang akan terjadi kalau dia tidak ada?
"Dia mengisyaratkan Wen Chao untuk menghukum Wen ZhuLiu agar membuat wanita itu merasa lebih baik. Wen Chao terkekeh. Tak peduli seberapa besar dia menyayangi Wang LingJiao, tentu saja tidak akan bisa membuatnya menghukum pengawal pribadinya demi wanita itu. Lagipula Wen ZhuLiu sudah berhasil menghentikan percobaan pembunuhan terhadapnya berulang-ulang kali. Dia juga tidak banyak bicara. Dengan bibir sebungkam itu, dia pasti tidak akan mengkhianati ayahnya—itu berarti dia juga tidak akan mengkhianati Wen Chao. Pengawal yang kuat dan setia seperti itu memang sangat langka.
Menyadari lelaki ini terlihat tidak begitu peduli, Wang LingJiao pun menambahkan, "Lihat dia. Jelas-jelas dia hanya anak buah rendahan di bawah perintah Anda, tapi dia angkuh sekali.
Tadi saya ingin menampar wajah si jalang Yu, tapi dia tidak mengizinkan saya.
Padahal wanita itu sudah mati—hanya tinggal mayatnya!
Wen ZhuLiu sudah merendahkan saya, berarti dia juga sudah merendahkan Anda, bukan?"
Jiang Cheng tidak bisa lagi menempel ke dinding dengan benar.
Tubuhnya merosot.
Wei WuXian segera menyambar belakang kelepaknya.Mata mereka berdua sudah basah, air mata mengalir menuruni pipi mereka, menetes ke punggung tangan, lalu lenyap ke permukaan tanah.Wei WuXian mengingat tadi pagi sewaktu Jiang FengMian pergi. Dia bertengkar dengan Nyonya Yu. Kata terakhir yang mereka ucapkan sama sekali tidak baik ataupun lembut. Wei WuXian penasaran jika mereka bisa menatap satu sama lain untuk yang terakhir kali, apakah Jiang FengMian mendapat kesempatan untuk mengutarakan satu kalimat lagi ke Nyonya Yu.
Wen Chao tidak peduli, "Kepribadiannya memang seperti itu.
Agak aneh memang.
Semacam 'lebih baik mati daripada menanggung malu'.
Wen ZhuLiu-lah yang membunuhnya, jadi buat apa kita membicarakan itu?"
Wang LingJiao setuju, "Benar. Sungguh munafik!"
Wen Chao sangat suka mendengar wanita itu setuju dengannya.
Dia tertawa selagi Wang LingJiao mengecimus, "Si Jalang Yu memang pantas mendapatkannya.
Dulu dia memaksa pria itu untuk menikahinya dengan mengandalkan kekuatan sekte.
Dan akhirnya?
Apa gunanya pernikahan mereka?
Jiang FengMian tetap tidak menyukainya.
Dia sudah menjadi istri telantar selama sepuluh tahun lebih. Apalagi semua orang menertawakannya di belakang punggungnya. Meski begitu, dia tetap saja tidak tahu cara mengendalikan diri dan tetap bertingkahangkuh. Yang terjadi padanya memang karma.
"Wen Chao, "Benarkah?
Penampilannya tidak terlalu buruk.
Kenapa Jiang FengMian tidak menyukainya?
"Dari sepengetahuan Wen Chao, selama seorang wanita terlihat cantik, tidak ada alasan bagi lelaki mana pun untuk tidak menyukainya. Yang seharusnya disingkirkan adalah wanita berwajah biasa saja atau yang tidak mau tidur dengannya. Wang LingJiao menjawab, "Kalau dipikir-pikir, jawabannya sudah jelas.
Si Jalang Yu sangat agresif.
Jelasjelas dia itu perempuan, tapi dia tetap saja mencambuk dan menambar orang sepanjang waktu, sama sekali tidak punya tata krama. Jiang FengMian sudah sangat terbebani bahkan setelah menikah dengannya. Dia benar-benar pria paling tidak beruntung.
"Wen Chao, "Benar!
Semua perempuan seharusnya seperti JiaoJiao, patuh dan lembut, hanya peduli padaku.
"Wang LingJiao tertawa kecil.
Mendengar kata-kata tak senonoh yang memuakkan itu, Wei WuXian pun merasa muram dan geram, sekujur tubuhnya gemetar. Dia takut kalau Jiang Cheng akan meledak marah, tapi mungkin karena sedang dirundung duka yang amat mendalam, dia tidak bergerak seolah sudah jatuh pingsan.
Wang LingJiao berujar pelan, "Tentu saja saya hanya peduli pada Anda...
Siapa lagi yang saya pedulikan?
"Mendadak suara seseorang menyela mereka, "Wen Gongzi!
Semua rumah sudah digeledah.
Lebih dari dua ribu empat ratus harta karun sudah dihitung. Sekarang sedang dipilah-pilah.
"Harta karun itu milik Lianhua Wu, semuanya milik Sekte Jiang!
Wen Chao tertawa, "Bagus sekali, bagus!
Di saat seperti ini, kita harusnya mengadakan perayaan besar.
Malam ini, bagaimana kalau kita menggelar perjamuan di sini?
Manfaatkan semua yang ada!"
Wang LingJiao berujar lembut, "Wen Gongzi, selamat atas penakhlukan di Lianhua Wu.
"Wen Chao, "Lianhua Wu apa?
Ganti namanya.
Hancurkan pintu-pintu yang punya ukiran teratai berkelopak sembilan dan ganti dengan lambang matahari dari Sekte QishanWen! JiaoJiao, menarilah untukku dengan lagu terbaikmu!
"Wei WuXian dan Jiang Cheng tidak sanggup mendengarnya lebih lama lagi. Mereka meloncat turun dari dinding, bersusah payah keluar dari Lianhua Wu dengan sempoyongan. Bahkan setelah lama berlari, suara tawa dari kerumunan di lapangan latihan itu masih tidak bisa hilang. Suara genit seorang wanita menyanyi bahagia di atas Lianhua Wu, seperti bilah pedang berlumur racun, menusuk-nusuk telinga dan hati mereka lagi dan lagi dan lagi.Mereka telah berlari sejauh lebih dari satu kilometer saat Jiang Cheng tiba-tiba berhenti.Wei WuXian ikut berhenti.
Begitu Jiang Cheng membalik badan, Wei WuXian segera menyambarnya, "Jiang Cheng, apa yang kaulakukan?!
Jangan kembali ke sana!"
Jiang Cheng menepis tangannya, "Jangan kembali ke mana?!
Kau serius?
Kau melarangku kembali ke sana?
Jenazah orangtuaku masih di Lianhua Wu—mana bisa aku pergi seperti ini begitu saja?
Ke mana lagi aku bisa pergi kalau tidak kembali?!"
Pegangan Wei WuXian mengerat, "Memangnya apa yang bisa kau lakukan kalau kembali sekarang? Paman Jiang dan Nyonya Yu bahkan sudah mereka bunuh.
Yang menantimu di sana hanyalah kematian!
"Jiang Cheng berteriak, "Ya sudah, mati saja sekalian!
Kalau kau takut mati, enyahlah—jangan menghalangi jalanku!"
Wei WuXian menyergapnya, "Tidak ada kata terlambat untuk membalas dendam. Kita harus membawa kembali jenazah mereka, tapi tidak sekarang!"
Jiang Cheng berkelit minggir sebelum menyerang, "Apa maksudmu 'tidak sekarang'?
Aku sudah muak denganmu—enyahlah sekarang juga!"
Wei WuXian berteriak, "Paman Jiang dan Nyonya Yu memintaku untuk menjagamu, supaya kau bisa hidup dengan baik!"
"Tutup mulutmu!"
Jiang Cheng mendorongnya keras-keras dan meratap, "Kenapa?!"
Wei WuXian terdorong ke semak-semak.
Jiang Cheng turut melontar tubuhnya, menyambar kerah Wei WuXian dan mengguncang-guncang tubuhnya, "Kenapa?!
Kenapa?!
Kenapa?!
Kau senang sekarang?!
Kau puas?!
"Dia mencengkeram leher Wei WuXian, matanya memerah, "Kenapa kau menyelamatkan Lan WangJi?!
"Tenggelam dalam duka dan amarah, Jiang Cheng sudah kehilangan akalnya.
Dia sama sekali tidak bisa mengendalikan kekuatannya sendiri.
Wei WuXian menarik pergelangan tangannya, "Jiang Cheng...
"Jiang Cheng menghimpitnya di atas tanah dan terus berteriak, "Kenapa kau menyelamatkan Lan WangJi?!
Kenapa kau harus mengatakan itu semua?!
Sudah berapa kali kubilang supaya tidak membuat masalah!
Supaya tidak menyerang!
Kau begitu ingin berlagak pahlawan?!
Kau sudah lihat sendiri apa yang terjadi saat kau bertingkah seperti pahlawan?!
Hah?!
Kau senang sekarang!?"
"Lan WangJi dan Jin ZiXuan dan orang-orang itu bisa mati!
Biarkan saja mereka mati!
Memangnya kematian mereka adalah urusan kita?! Urusan sekte kita?!
Kenapa ini harus terjadi!?
Kenapa?!"
"Matilah, mati, matilah! Semua orang!!!
"Wajah Wei WuXian memerah.
Dia berteriak, "Jiang Cheng!!!
"Tangan yang mencengkeram lehernya mendadak mengendur.
Jiang Cheng menatapnya tajam.
Air mata meleleh di pipinya. Dari tenggorokannya lolos suara tangisan seorang lelaki sekarat, isakan yang begitu menyakitkan.
Dia berujar di sela tangisnya, "... Aku ingin orangtuaku, orangtuaku...
"Dia meminta ayah dan ibunya ke Wei WuXian. Namun tak peduli kepada siapa dia meminta, dia tetap tidak akan bisa membawa mereka kembali.
Wei WuXian juga menangis.
Mereka berdua ambruk di semak dan rerumputan, saling memandang dan menangis.Dalam hati, Jiang Cheng tahu jelas bahwa Sekte Wen tetap akan bisa mencari alasan untuk menyerang mereka cepat atau lambat sekalipun Wei WuXian tidak menyelamatkan Lan WangJi saat di gua Xuanwu Pembantai di Gunung Muxi. Namun dia juga merasa bahwa jika Wei WuXian tidak pernah melakukan itu, barangkali penyerangan ini tidak akan terjadi secepat ini, barangkali akan ada cara untuk mengubah segalanya.Pemikiran menyiksa inilah yang memenuhi hatinya dengan kebencian dan kemarahan. Tidak bisa terlampiaskan, dan hanya bisa terbelenggu dan mengiris-iris benaknya.Saat hari beranjak terang, Jiang Cheng sudah nyaris lumpuh.Sepanjang malam, entah bagaimana dia bisa tertidur beberapa kali. Alasan pertama karena dia sudah terlalu lelah menangis, sehingga sudah pasti dia akan jatuh pingsan. Alasan kedua karena dia masih berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk. Dia tidak sabar untuk bangun dan membuka mata dengan tubuh terbaring di kamarnya di Lianhua Wu. Ayahnya akan menggosok pedangnya di aula utama. Ibunya akan marah lagi dan mengeluh, mengomeli Wei WuXian yang berkedip lucu. Kakaknya akan berada di dapur, berpikir keras apa yang akan dimasak hari ini. Shidi-nya akan menolak ikut pelajaran pagi dengan benar dan meloncat ke sana-kemari...
Bukannya terbangun di semak rerumputan dengan kepala yang serasa mau pecah, melewati sepanjang malam penuh angin dingin, dan menyadari dirinya masih meringkuk di belakang bukit yang tandus.Yang pertama bergerak adalah Wei WuXian.
Tangan menopang kaki, dia berusaha bangkit dan berujar serak, "Ayo pergi.
"Jiang Cheng sama sekali tidak bergerak.
Wei WuXian pun menariknya lagi dan mengulang, "Ayo pergi.
"Jiang Cheng, "... Pergi ke mana?
"Tenggorokannya juga serak.
Wei WuXian menjawab, "Ke Sekte MeishanYu. Untuk mencari Shijie.
"Jiang Cheng mengibaskan lengannya yang terulur. Beberapa saat berlalu, dia akhirnya duduk sendiri dan perlahan bangkit.Mereka berdua bergegas menuju ke arah Meishan. Pergi hanya dengan berjalan kaki.Sepanjang jalan, mereka mengumpulkan sebanyak mungkin energi yang masih tersisa. Langkah kaki terasa berat, seolah membawa beban ribuan kilogram.Kepala Jiang Cheng selalu menunduk rendah. Sembari memeluk tangannya, dia menekan Zidian ke dada, tepat di mana jantungnya berada, merasakan lagi dan lagi sesuatu dari orangtuanya yang masih tersisa. Dia juga seringkali melihat balik ke arah Lianhua Wu, memandang ke tempat yang dulu adalah rumahnya dan sekarang telah menjadi sarang iblis. Lagi dan lagi, seolah tidak pernah cukup, seolah dia tidak pernah kehilangan seberkas harapan pun. Namun air matanya tidak pernah bisa berhenti mengalir.Mereka bergegas—tanpa membawa makanan sedikit pun. Dari kemarin hingga hari ini, mereka juga telah menghabiskan banyak tenaga. Mereka mulai merasa pusing setelah berjalan selama setengah hari. Mereka pun meninggalkan lapangan terpencil ke sebuah kota kecil. Wei WuXian memandangi Jiang Cheng, melihat betapa lelah dan enggan dia bergerak.
Dia pun berujar, "Kau bisa duduk di sini saja.
Aku akan pergi mencari makanan.
"Jiang Cheng tidak menjawab ataupun mengangguk. Sepanjang perjalanan ke sini, dia hanya bicara sedikit pada Wei WuXian.
Wei WuXian menyuruhnya lagi dan lagi supaya tidak bergerak sebelum akhirnya beranjak pergi. Dia seringkali menyelipkan uang kembalian di setiap sudut pakaian, dan sekarang ternyata berguna juga—setidaknya dia punya uang untuk membeli sesuatu. Sambil berjalan berkeliling, dia membawa setumpuk makanan, khususnya makanan kering untuk dimakan di tengah jalan. Dalam waktu kurang dari setengah jam, dia segera kembali ke tempat mereka berpisah tadi.Namun Jiang Cheng sudah tidak ada.Sambil membawa kue bakpao, roti tawar, dan buah-buahan di tangannya, Wei WuXian merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia memaksa diri untuk tenang. Namun setelah mencari di sepanjang jalan, dia masih tidak bisa menemukan Jiang Cheng.
Akhirnya dia mulai panik.
Dia menyambar seorang tukang sepatu di pinggir jalan dan bertanya, "Tuan, tadi ada tuan muda sepantaranku yang duduk di sini.
Apa kau lihat ke mana dia pergi?
"Tukang sepatu itu bisa memprediksi arah pembicaraan ini, "Yang bersamamu tadi?"
Wei WuXian, "Iya!
"Tukang sepatu, "Aku tadi sedang melakukan sesuatu jadi tidak terlalu memperhatikan. Tapi pemuda tadi terus-terusan melamun dan memandang orang-orang di jalan. Dan saat kulihat lagi, dia tiba-tiba menghilang.
Mungkin dia pergi.
"Wei WuXian bergumam, "... Dia pergi... dia pergi...
"Mungkin dia pergi ke Lianhua Wu untuk mencuri jenazah orangtuanya!
Seperti menggila, Wei WuXian langsung berlari kencang ke arah mereka tadi datang.Kedua tangannya menyangking makanan yang sudah dibeli, bobotnya memperlambat langkahnya. Sejurus kemudian, dia meninggalkan semua makanan itu dan kembali bergegas. Namun setelah berlari cukup jauh, dia merasa lemah dan pusing melebihi rasa panik. Kakinya gemetar, lemas, dan dia pun ambruk ke tanah.Saat tersungkur, wajahnya terjerembap ke tanah. Dia bisa merasakan tanah dan lumpur di mulutnya.Perasaan benci dan tak berdaya menyeruak di dadanya. Wei WuXian menonjok tanah keras-keras dan berteriak lantang sebelum akhirnya mencoba merangkak. Dia berbalik dan berlari ke arah berlawanan. Setelah memungut satu kue bakpao yang tadi dijatuhkan, dia mengusapnya ke pakaian lalu menelan beberapa gigitan. Dia mengunyah seolah sedang mencabik daging dengan giginya. Saat menelan, dia bisa merasakan gumpalan itu di tenggorokannya, menciptakan rasa sakit teredam. Dipungutnya lagi beberapa kue dan disurukkan ke dalam kelepak. Sambil menggenggam satu di tangan, dia memakannya selagi berlari, berharap bisa menghentikan Jiang Cheng di tengah jalan.Namun kendati sudah tiba di Lianhua Wu, saat bulan dan bintang bersinar terang di langit malam, dia masih belum bisa menemukan Jiang Cheng di sepanjang perjalanan.Wei WuXian memandang Lianhua Wu yang terang benderang dari jauh. Tangan bertopang lutut, dia terengah-engah tanpa henti. Rasa anyir darah merambat naik ke dada dan tenggorokannya. Hal semacam ini lazim terjadi setelah terlalu lama berlari. Mulutnya dipenuhi rasa berkarat, kemudian dia merasakan pandangannya menggelap.Dia pun membatin, Kenapa aku masih belum menemukan Jiang Cheng? Bahkan setelah aku memakan itu, aku sudah berlari secepat yang kubisa. Dia lebih lelah dariku dan sudah mengalami hal yang lebih buruk. Bagaimana bisa dia berlari lebih cepat?
Apa benar dia kembali ke Lianhua Wu?
Tapi kalau dia tidak kembali ke sini, ke mana lagi perginya?
Ke Meishan sendiri tanpa aku?
Usai beristirahat sebentar, dia tetap memutuskan untuk menuju ke Lianhua Wu untuk mengonfirmasi lebih dulu. Selagi berjalan melalui deretan dinding, sebuah suara terdengar dari dalam hati Wei WuXian. Suara berdoa yang begitu putus asa, Kali ini, tolong jangan sampai ada orang yang membicarakan mayat Jiang Cheng di lapangan latihan.
Kalau tidak, aku akan...Kalau tidak?
Kalau tidak, apa yang bisa dia lakukan?
Dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Dia tidak berdaya. Lianhua Wu sudah hancur. Jiang FengMian dan Nyonya Yu sudah meninggal, dan Jiang Cheng ikut menghilang. Hanya dia yang tersisa, sendirian, bahkan tanpa pedang di genggaman.
Dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak bisa berbuat apa-apa!
Untuk pertama kalinya, dia menyadari betapa kecil kekuatan yangdia miliki. Di hadapan sesuatu sebesar Sekte QishanWen, dia sama saja seperti seekor belalang yang mencoba menghentikan kereta tempur.Mata Wei WuXian memanas sampai rasanya akan menangis lagi. Dia berbalik ke pojok dinding saat mendadak sekilas bayangan berjubah matahari-dan-kobar-api melangkah ke arahnya.Dengan kecepatan kilat, Wei WuXian berhasil memojokkan orang itu ke dinding.Tangan kirinya mengunci kedua tangan orang itu selagi tangan kanannya mencekik bagian leher.
Suaranya rendah, dia mengancam dengan nada paling kejam yang dia bisa, "Jangan bersuara!
Atau akan langsung kupatahkan lehermu!
"Dipojokkan dengan begitu kerasnya, sosok ini pun bergegas berkata, "W-Wei Gongzi, ini a-aku!"
Itu suara seorang pemuda.
Begitu mendengarnya, reaksi pertama Wei WuXian adalah, Mungkin dia salah satu orang yang kukenal, yang mengenakan jubah Sekte Wen untuk memata-matai mereka?
Tapi suara itu benar-benar asing.
Dia langsung menyingkirkan pikiran itu dan mengeratkan cengkeramannya, "Jangan mempermainkanku!"
Pemuda itu, "Aku... Aku tidak mempermainkanmu. Wei Gongzi, kkau bisa melihat wajahku.
"Wei WuXian, Melihat wajahnya?
Mungkin dia sudah menyembunyikan sesuatu di dalam mulutnya dan bersiap meludahkannya padaku?
Dengan penjagaan yang ketat, dia memalingkan wajah orang itu. Sosok pemuda ini lembut dikelilingi aura rupawan yang muda. Dia adalah tuan muda Sekte Wen yang mereka lihat saat mengintip kemarin.Wei WuXian masih acuh, Aku tidak mengenalnya.
Dia memutar kembali wajah pemuda itu dan terus memegangi lehernya, menuntut dengan suara rendah, "Siapa kau?!
"Pemuda itu terlihat agak kecewa, "Aku... Aku Wen Ning.
"Wei WuXian mengerutkan kening, "Wen Ning siapa?
"Namun diam-diam dia membatin, Memangnya aku peduli?
Dia tetap saja seseorang dengan posisi cukup tinggi. Mungkin aku bisa melakukan pertukaran dengan menyandera dia!
Wen Ning berujar lambat, "Aku... Beberapa tahun lalu, selama Konferensi Diskusi di Qishan, aku... aku... memanah..."Mendengar betapa lambat dia bicara, Wei WuXian pun tidak sabar.
Dia memberang, "Kau apa?!
Apa kau gagap?!
"Wen Ning begitu ketakutan sampai menciut di cengkeraman Wei WuXian, seolah ingin meringkuk menjadi bola dengan tangan di kepala.
Dia berbisik, "Iya... iya."
Wei WuXian, "..."
Melihat betapa ketakutan, menyedihkan, dan tergagapnya orang ini, Wei WuXian pun akhirnya mengingat sesuatu.
Konferensi Diskusi di Qishan dua tahun lalu... Konferensi Diskusi...
Pertandingan panahan...
Ah, memang benar ada orang seperti dia!
Wei WuXian bersuara, "Kau adalah Wen...
Wen...
yang itu, yang cukup bagus dalam memanah?
"Wen Ning lekas mengangguk.
Wajahnya semringah, "I-Itu aku!
Kemarin...
aku melihatmu, Wei Gongzi, juga Jiang Gongzi, jadi kupikir mungkin kau akan kembali lagi..."
Wei WuXian, "Kau melihatku kemarin?
"Wen Ning, "I-Iya.
"Wei WuXian, "Kau melihatku tapi kau tidak memberitahu siapa-siapa?
"Wen Ning, "Tidak akan!
Aku tidak akan memberitahu siapa pun!
"Itu kalimat langka yang dia ucapkan tanpa tergagap.
Terlebih lagi, nada bicaranya begitu kukuh dan yakin seperti sedang bersumpah. Wei WuXian terombang-ambing antara syok dan ragu.
Wen Ning pun menambahkan, "Wei Gongzi, kau kemari untuk mencari Jiang Gongzi, bukan?
"Wei WuXian, "Jiang Cheng di dalam?!
"Wen Ning menjawab patuh, "Iya..."Mendengar itu, pikiran Wei WuXian pun berputar cepat, JiangCheng berada di dalam, berarti aku harus masuk ke Lianhua Wu.
Tapi bagaimana?
Menyandera Wen Ning?
Itu tidak akan berhasil.
Sepertinya Wen Chao tidak menyukai Wen Ning. Bagaimana kalau menyandera dia ternyata sia-sia saja?!
Dan sebenarnya dia berbohong atau tidak? Bukankah dia berasal dari Sekte Wen?
Kemarin jelas-jelas dia melihat kami tapi tidak memberitahu siapa pun.
Kalau dia kulepaskan, apa dia akan langsung mengkhianatiku?
Bagaimana mungkin ada orang sebaik ini di antara anjing-anjing Wen itu???
Untuk memastikan kalau aku berada di sisi yang aman, aku hanya bisa...
Niatan membunuh berkilat di mata Wei WuXian.
Dia bukanlah tipe orang yang haus darah. Namun setelah sektenya hancur, amarah dan kebencian pun berkumpul di benaknya selama beberapa hari ini. Kegentingan situasi ini membuatnya tidak mempedulikan kebaikan. Jika tangan kanannya mengerat, dia pasti bisa langsung mematahkan leher Wen Ning!
Selagi Wei WuXian sibuk dengan pikirannya sendiri, Wen Ning berkata, "Wei Gongzi, apa kau ke sini untuk menyelamatkan Jiang Gongzi?
"Jemari Wei WuXian sedikit melengkung.
Dia berujar dingin, "Menurutmu bagaimana?
"Entah kenapa Wen Ning malah tersenyum gugup, "Sudah kuduga.
Bi... Biarkan aku membantumu mengeluarkan dia.
"Selama sepersekian detik, Wei WuXian mengira dirinya sudah salah dengar.
Dia sangat syok, "... Kau?
Kau akan membantuku mengeluarkan dia?!
"Wen Ning, "Iya.
Se-Sekarang juga, aku akan membawanya keluar secepat mungkin.
Wen Chao dan yang lain kebetulan sedang keluar!
"Wei WuXian mengeratkan cengkeramannya, "Kau benar-benar bisa?!
"Wen Ning, "Aku bisa!
A-Aku juga murid klan dari Sekte Wen.
Ada sekelompok murid yang mengikuti perintahku.
"Suara Wei WuXian begitu kasar, "Mengikuti perintahmu?
Mengikuti perintahmu untuk membunuh orang?
"Wen Ning buru-buru menyanggah, "Ti-Ti-Tidak! Bawahanku tidak pernah membunuh orang secara asal.
Aku juga belum membunuh siapa pun dari Sekte Jiang. Aku bergegas kemari setelah mendengar sesuatu terjadi di Lianhua Wu.
Memang benar begitu!
"Wei WuXian menatapnya, Sebenarnya apa yang dia inginkan?
Apa dia berbohong?
Tidak tulus?
Tapi kebohongan ini benar-benar konyol!
Apa dia mengira aku ini bodoh?!
Bagian yang menakutkan adalah bahwa ada sekelumit harapan menyedihkan yang membuncah entah di suatu tempat di dasar hatinya.Diam-diam Wei WuXian memarahi dirinya sendiri—dia bodoh, tak berguna, konyol, aneh, tak terbayangkan. Namun sekarang dia sendirian, tanpa pedang ataupun senjata, dan di sisi lain dinding ini ada ribuan kultivator Sekte Wen, mungkin Wen ZhuLiu juga di sana.Wei WuXian tidak pernah takut mati. Yang dia takutkan hanyalah jika dirinya tidak bisa menyelamatkan Jiang Cheng setelah mati dan malah mengkhianati kepercayaan Jiang FengMian dan Nyonya Yu padanya.
Di keadaan semacam ini, satu-satunya tempat berharap adalah seseorang dari Sekte Wen yang baru dia temui tiga kali!
Wei WuXian membasahi bibirnya yang pecah-pecah dan berujar dengan suara serak, "... Kalau begitu...
bisakah...
bisakah kau membantuku...
mengambil jenazah Jiang Zongzhu dan Nyonya Yu..."
Tanpa disadari, Wei WuXian juga mulai ikutan tergagap.
Ucapannya belum selesai, tapi dia sadar bahwa dirinya masih memerangkap Wen Ning dengan postur mengancam. Dia segera melepaskannya, tapi juga masih sedikit berjaga-jaga.
Apabila Wen Ning mulai berlari dan berteriak, Wei WuXian akan langsung memecah tengkoraknya. Namun Wen Ning hanya memutar badan, suaranya bersungguh-sungguh, "Aku... aku akan berjuang sebaik mungkin.
"Wei WuXian menunggu, pikiran sedikit campur aduk.
Dia berjalan mondar-mandir di tempat sama sambil berpikir, Ada apa denganku ini?
Apa aku sudah gila?
Buat apa Wen Ning membantuku?
Buat apa aku mempercayainya?
Bagaimana kalau dia ternyata berbohong padaku dan Jiang Cheng sama sekali tidak ada di dalam? Tidak, justru lebih baik kalau Jiang Cheng tidak ada di dalam sana!
Setengah jam belum berlalu, Wen Ning sungguh mengenda-pendap keluar sambil menggendong seseorang.
Orang itu berlumuran darah.
Wajahnya pucat pasi dengan mata terpejam, tak bergerak di punggung Wen Ning.
Ternyata memang Jiang Cheng.
Wei WuXian berbisik, "Jiang Cheng?!
Jiang Cheng?!
"Tangannya terulur.
Jiang Cheng masih bernapas.
Wen Ning mengulurkan tangan ke Wei WuXian dan menyerahkan sesuatu, "Zi..Zidian milik Jiang Gongzi.
Aku membawanya.
"Wei WuXian benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
Teringat niatan membunuh Wen Ning yang sempat terlintas di benaknya tadi, dia pun berujar ragu, "... Terima kasih.
"Wen Ning, "Sama-sama...
Aku sudah meminta bawahanku untuk memindahkan jenazah Tuan Jiang dan Nyonya Yu. Akan kuserahkan padamu setelah ini. I-Ini bukan tempat yang aman untuk ditinggali. Pertama-tama...
"Tanpa perlu diberitahu apa-apa lagi, Wei WuXian mengangkat tubuh Jiang Cheng dan menggendongnya.
Namun, dalam sekali pandang, dia melihat luka cambuk berdarah di dada Jiang Cheng.
Wei WuXian, "Cambuk pendisiplinan?!
"Wen Ning, "Hm-mm.
Wen Chao, dia menyimpan cambuk pendisiplinan Sekte Jiang...
pasti ada luka lain di tubuh Jiang Gongzi.
"Wei WuXian merabanya beberapa kali.
Setidaknya ada tiga tulang rusuk Jiang Cheng yang patah. Entah ada berapa banyak luka yang tidak tampak.
Wen Ning meneruskan, "Saat Wen Chao kembali dan menyadari ini, dia pasti akan mulai mencarimu di sekitar Yunmeng...
Wei Gongzi, kalau kau percaya padaku, aku bisa membawamu ke tempat yang aman untuk bersembunyi.
"Jiang Cheng sekarang ini sedang terluka parah.
Dia membutuhkan obat dan istirahat sesegera mungkin sehingga mereka pasti tidak akan bisa berlari-lari seperti sebelumnya, terlebih lagi tanpa tahu apa yang akan mereka makan nantinya. Keadaan mereka saat ini sudah nyaris tak ada harapan lagi. Mereka tidak bisa ke mana-mana. Tanpa bergantung pada pertolongan Wen Ning, Wei WuXian tidak bisa memikirkan solusi apa pun!Kemarin, Wei WuXian tidak akan pernah menyangka bahwa dirinya dan Jiang Cheng akan membutuhkan bantuan seorang murid Sekte Wen untuk melarikan diri, bahkan mungkin melenyapkan segala keengganan untuk menyerah. Namun saat ini, Wei WuXian hanya bisa berkata, "Terima kasih!
"Wen Ning melambaikan tangan, "Tidak... tidak perlu.
Wei Gongzi, lewatlah sini.
A-Aku punya kapal...
"Sembari menggendong Jiang Cheng, Wei WuXian menemukan kapal yang sebelumnya disembunyikan oleh Wen Ning lalu meletakkan Jiang Cheng di dalam kabin. Pertama, Wen Ning membersihkan luka-luka Jiang Cheng, lalu mengoleskan salep dan membungkusnya dengan perban. Melihat pergerakan yang familier itu, Wei WuXian jadi teringat bagaimana pemuda itu selama Konferensi Diskusi di Qishan. Konferensi Diskusi tahun itu adalah saat Lan WangJi, Lan XiChen, Jin ZiXuan dan dirinya menempati rangking empat teratas dalam pertandingan panahan.Hari itu sebelum pertandingan dimulai, dia sedang berjalan-jalan di sekitar Bu Ye Tian sendirian. Dia melewati sebuah taman kecil dan tiba-tiba mendengar suara senar busur yang bergetar dari depannya.Wei WuXian menyusup melewati dedaunan dan dahan-dahan lalu melihat seorang bocah berbalut pakaian putih lembut sedang berdiri di sana. Dia menarik busur panah untuk membidik target di depan, lalu melepaskannya.Sisi wajah pemuda itu terlihat cukup rupawan. Postur memanahnya indah dan sesuai aturan. Anak panah berbulu itu sudah menancap di target bulatan merah, bahkan sampai mengenai bagian tengahnya juga.Tidak ada satu pun yang meleset dari lingkaran tengahnya.
Wei WuXian berseru, "Bagus sekali!
"Setelah membidik, pemuda itu menarik satu anak panah baru dari wadah di belakangnya. Kepala menunduk, dia hendak memasangnya di busur saat tiba-tiba mendengar suara asing dari samping. Terkejut, tangannya gemetar dan anak panah itu jatuh ke tanah.
Wei WuXian melangkah keluar dari belakang taman sambil tersenyum lebar, "Kau Wen Gongzi yang mana?
Wah, wah, indah, bidikanmu luar biasa. Aku belum pernah melihat siapa pun dari sektemu yang begitu pandai...
"Sebelum ucapannya tuntas, pemuda itu sudah menghilang, meninggalkan busur dan anak panahnya begitu saja.Wei WuXian tak bisa berkata-kata.
Dia meraba dagu, Apa aku semempesona itu? Begitu mempesona sampai membuatnya ketakutan?
Wei WuXian tidak terlalu ambil pusing. Dia mengira sudah melihat sesuatu yang keren saat kembali ke alun-alun. Pertandingan hampir dimulai. Ada lebih banyak kegaduhan di sisi Sekte Wen.
Wei WuXian pun menanyai Jiang Cheng, "Bisa-bisanya mereka meributkan Konferensi Diskusi mereka sendiri?
Setiap hari selalu ada saja yang terjadi.
Hari ini apa?
"Jiang Cheng, "Menurutmu apa?
Kuota pesertanya terbatas.
Mereka memperebutkan posisi agar bisa memasuki arena.
" Jeda sebentar, lalu dia melanjutkan, "Kemampuan memanah...
Sekte Wen bisa dibilang jelek.
Tidak akan jadi masalah kan siapa yang ikut?
Apa gunanya berebut seperti itu?
"Wen Chao berteriak dari sebelah, "Satu lagi!
Satu lagi, kita masih butuh satu orang lagi!
Satu orang terakhir!
"Di tengah kerumunan itu, ada pemuda berjubah putih yang ditemui Wei WuXian di taman tadi. Dia menoleh ke kanan dan kiri, lalu akhirnya mengangkat tangan. Namun tangannya tak cukup tinggi terangkat. Dia tidak berani meneriakkan namanya seperti yang lain. Setelah beberapa saat, seseorang akhirnya menyadarinya dan berkata, "QiongLin?
Kau ingin ikut juga?
Pemuda yang dipanggil 'QiongLin' itu pun mengangguk.
Seseorang tertawa, "Aku belum pernah melihatmu mengangkat busur panah.
Kenapa kau ingin ikut?!
Jangan buang-buang tempat.
"Wen QiongLin sepertinya ingin membela diri, tapi orang itu berkata, "Baiklah, baiklah.
Jangan terlalu penasaran. Rangkingnya nanti akan dicatat.
Kalau kau ikut dan malah kehilangan wajah, itu bukan urusanku.
"Wei WuXian, Kehilangan wajah?
Kalau ada orang Sekte QishanWen yang bisa mencarikan wajah untuk kalian semua, maka dialah orangnya.Suara orang itu diwarnai cacian yang terlalu berlebihan. Wei WuXian tidak begitu senang.
Dia pun menyerobot, "Siapa bilang dia belum pernah mengangkat busur?
Dia pernah kok, dan kemampuan memanahnya juga cukup bagus!
"Semua orang memandanginya, agak terkejut. Kemudian mereka beralih ke bocah itu.
Wajah Wen QiongLin awalnya sudah pucat. Dan kini pandangan semua orang berpusat padanya, maka wajahnya langsung merah terang. Iris hitam kelamnya memandang Wei WuXian.
Wei WuXian pun melangkah menghampirinya dengan tangan di belakang punggung, "Sewaku di taman tadi, bukankah kau memanah dengan baik?
"Wen Chao turut memandangnya, meragu, "Apa benar?
Kau?
Bagus dalam memanah?
Kenapa aku belum pernah dengar soal itu?
"Suara Wen QiongLin sangat lirih, "... Aku... Aku baru mulai berlatih belakangan ini...
"Suaranya tidak hanya rendah, tapi juga terbata-bata. Terdengar seperti bisa berhenti sewaktu-waktu, dan memang sering begitu.
Wen Chao menyela tak sabar, "Baiklah, ada sasaran di sana.
Cepat bidiklah supaya kami bisa melihatnya. Kalau bagus, kau bisa ikut, tapi kalau tidak, ya sudah jangan.
"Daerah di sekitar Wen QiongLin langsung dikosongkan. Tangan yang dipakainya untuk mencengkeram anak panah tampak mengerat saat dia menatap sekeliling, terlihat seperti mencari pertolongan. Melihat pemuda itu sangat tidak percaya diri, Wei WuXian pun menepuk pundaknya, "Tenanglah.
Lakukan seperti yang kaulakukan sebelumnya.
"Wen QiongLin memandangnya penuh syukur. Dengan menarik napas dalam-dalam, dia menarik busur.
Sayang sekali, begitu busurnya ditarik, Wei WuXian diam-diam menggelengkan kepala, O-Ow.
Sepertinya Wen QiongLin belum pernah memanah di hadapan banyak orang.
Dia gemetaran dari sekujur lengan hingga ke ujung jari. Anak panah melesat, tapi tidak mendarat di sasaran.
Orang-orang Sekte Wen yang menonton di kedua sisinya tertawa mengejek, "Apanya yang bagus?!"
"Aku bisa memanah lebih baik dari dia dengan mata tertutup."
"Oke, oke, berhenti membuang-buang waktu.
Ayo cepat, pilih orang lain untuk memasuki arena!
"Wajah Wen QiongLin bersemu merah bahkan sampai ke bawah telinga.
Tidak ada yang perlu memberinya isyarat, dia sendiri yang beralih kabur.
Wei WuXian segera mengejarnya, "Hei, jangan lari!
Uh... QiongLin-xiong, benar?
Kenapa lari?
"Mendengar namanya dipanggil dari belakang, Wen QiongLin akhirnya berhenti. Kepalanya menunduk rendah, lalu dia membalik badan.
Seolah rasa malu bergejolak dari ujung kaki hingga ke ujung kepala saat dia tergagap, "... Maafkan aku.
"Wei WuXian berkata, "Kenapa minta maaf padaku?
"Wen QiongLin merasa bersalah, "Kau...
Kau sudah merekomendasikanku...
tapi aku malah membuatmu kehilangan wajah...
"Wei WuXian, "Apanya yang membuatku kehilangan wajah?
Kau belum pernah memanah di depan banyak orang, kan?
Kau merasa gugup?
"Wen QiongLin mengangguk.
Wei WuXian pun melanjutkan, "Tingkatkan percaya dirimu.
Kuberitahu, ya—kau memanah lebih baik dari semua orang di sektemu. Dari semua murid yang pernah kutemui, paling hanya ada tiga orang yang lebih pandai memanah daripada kau.
"Jiang Cheng menghampiri mereka, "Kali ini apa yang kau lakukan?
Tiga orang apanya?
"Wei WuXian menunjuk, "Nah, contohnya yang satu ini.
Dia tidak sebagus kau.
"Jiang Cheng marah, "Kau mau mati ya?!
"Wei WuXian menerima pukulan darinya. Tanpa mengubah ekspresi, dia meneruskan, "Sungguh. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Kau akan terbiasa setelah berlatih beberapa kali di depan orang lain. Lain kali, kau pasti bisa membuat semua orang terkesan.
"Wen QiongLin barangkali salah satu murid Klan Wen dengan hubungan darah paling jauh. Statusnya tidaklah tinggi ataupun rendah, tapi kepribadiannya sangat penakut. Dia tidak berani berbuat apa-apa, bahkan ucapannya sering terbata-bata. Dengan banyak latihan, dia akhirnya berhasil mengumpulkan keberanian untuk memasuki kompetisi. Namun kesempatan itu harus menguap karena dia terlalu gugup. Apabila dia tidak menerima arahan yang benar, barangkali dia akan semakin menyembunyikan dirinya yang sejati dan tidak akan berani unjuk kemampuan di hadapan orang lain lagi. Wei WuXian menyemangatinya beberapa kali dan menyinggung sejumlah area perkembangan, mengoreksi beberapa masalah kecil yang dimilikinya saat memanah di taman tadi. Wen QiongLin mendengarkan dengan saksama tanpa mengalihkan pandangan.
Dia mengangguk tak terkendali.
Jiang Cheng, "Dari mana kau menemukan omongan ngawur sebanyak itu?
Pertandingan akan segera dimulai.
Cepatlah masuk ke arena sekarang!
"Wei WuXian berujar serius ke Wen QiongLin, "Aku akan berangkat sekarang.
Setelah ini, kau bisa menonton bagaimana aku memanah di dalam arena...
"Jiang Cheng menariknya tak sabar.
Dia meludah selagi menyeret, "Menonton bagaimana kau memanah?
Kau kira dirimu itu panutan atau apa?!
"Wei WuXian berpikir sebentar sebelum menjawab, "Iya. Memangnya bukan?"
"Wei WuXian!
Aku belum pernah melihat orang setidak-tahu-malu kau!"
SELAGI mengingat kenangan itu, pandangan Wei WuXian beralih dari Wen Ning ke Jiang Cheng yang tubuhnya berlumuran darah dengan mata terpejam rapat.
Tangannya mengepal erat.Mereka melalui jalur air terlebih dahulu untuk menuju ke sungai. Begitu sampai di tepian, mereka menaiki kereta yang sudah disiapkan Wen Ning.
Pada hari kedua, mereka sudah tiba di Yiling.

MO DAO SU ZHI(GRANDMASTER OF DEMONIC CULTIVATION (Novel Terjemahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang