#1 : Come Back

936 30 8
                                    

____________________________________

"Jangan pernah buat janji. Lo gak perlu janji kalo lo gak bisa buat janji itu jadi nyata." Ucap Dilla di dalam hatinya.
____________________________________

Seorang perempuan sedang melangkah untuk pulang ke rumahnya. Ia baru saja menyelesaikan beberapa kuis mendadak hari ini yang membuat otaknya terasa berat.
Walaupun ia adalah Mahasiswi yang pintar tapi jika mendadak seperti ini, akan membuat otaknya lelah.
Saat ia hendak mencari taksi untuk mengantar dirinya ke rumah. Namun nyatanya taksi yang cari benar-benar sulit. Ia terus saja berjalan berharap taksi itu akan begitu saja melewatinya. Tapi sayangnya, sudah hampir setengah jam ia menunggu namun tetap saja tidak ada.
Ia mengeluh. Kenapa hari ini sangatlah berat? Di awali dengan kuis dadakan dan sekarang ia harus kesulitan untuk menemukan taksi.
Namun kali ini pandangannya beralih pada sepeda motor yang hendak mendekatinya. Laju kendaraan itu melambat saat semakin dekat dengan tubuhnya. Dia kira sepeda motor itu akan berhenti di depannya. Namun, orang yang sedang menaiki motor itu melemparkan sesuatu ke arahnya.
Setelah amplop itu jatuh, ia pergi begitu saja.
Dilla mengerutkan keningnya. Bertanya-tanya tentang sikap orang tersebut yang menurutnya sangat aneh.
Ia membungkukkan tubuhnya untuk mengambil amplop berwarna merah muda tersebut.
Pandangannya kembali mencari orang yang melemparkan amplop ini. Namun ternyata orang itu telah hilang dari pandangan Dilla.
Ia membuka amplop itu dan ternyata isinya sebuah kertas.
Lalu ia membaca selembar kertas itu.

"Masih ingat aku?"

Ia mengerutkan keningnya lagi dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri apa pesan itu untuknya?
Ia melihat belakang kertas itu berharap ada petunjuk siapa pengirimnya.

"kamu pasti tahu siapa aku."
A.F (Your Flow)

DEG!

Jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ia terus saja meyakinkan dirinya bahwa ini tak mungkin dari dia.
Seseorang itu telah pergi dari kehidupannya. Ia benar-benar tak percaya jika orang itu Anhar.
Apa benar dia benar-benar Anhar?
Flow disini pasti Anhar. Siapa lagi jika bukan pria yang telah menghancurkan hatinya sewaktu SMA. Namun ia juga membuat hari-hari Dilla terasa indah sewaktu SMA.

Apa maksud ini semua?

Pikirannya terus saja bertanya-tanya sedangkan hatinya sedang bingung apakah harus senang karena Anhar kembali ataukah harus sedih karena mengingat rasa sakitnya kembali?
Rasa sakit saat tiba-tiba ia menjauh dan tak lama kemudian ia berpacaran dengan orang lain. Bahkan dia tak pernah menjelaskan sesuatu pada Dilla.

Dilla baru saja membawa buku tulisnya dari Anhar. Entah untuk apa Anhar tiba-tiba meminjam buku Dilla. Padahal Anhar dan Dilla sama sekali tidak seangkatan.
Dilla kembali lagi ke kelasnya, tapi tangan Anhar menarik tangan Dilla membuat langkahnya terhenti.

"Ada apa?" Tanya Dilla.

"Nanti tunggu aku. Kita pulang bareng."

"Aku di jemput sama supir."

"Nanti aku telpon supir kamu biar gak usah jemput."

Dilla hanya tersenyum mengangguk. Anhar mencubit pipi Dilla karena ia gemas pada wanita di depannya.
Dilla mengerutkan alisnya sambil cemberut menatap Anhar karena telah mencubit pipinya.

"Ya udah sana ke kelas. Jangan cemberut."

Dilla pun kembali ke kelas dengan bahagia. Ia bahagia karena Anhar terus saja berada di sampingnya.
Tak terasa bel untuk mengakhiri pelajaran telah berbunyi. Dilla segera keluar dari kelasnya dengan semangat karena ia akan bertemu dengan Anhar.
Namun baru saja ia keluar dari pintu kelasnya, ada seseorang yang menepuk pundaknya hingga membuatnya kaget.
Dilla menatap orang yang mengagetkannya dan ternyata dia Anhar.

"Ih apaan sih. Untung aku gak punya penyakit jantung. Kalo punya, aku udah pingsan."

Anhar malah tersenyum melihat muka Dilla yang sedang marah padanya. Karena menurutnya wajah Dilla saat marah sangatlah menggemaskan.
Anhar memegang tangan Dilla sepanjang jalan. Dan Dilla bahkan tak tahu dirinya akan di bawa kemana.
Anhar berhenti di sebuah taman yang tak jauh dari sekolah. Ia mengisyaratkannya untuk duduk disampingnya.

"Dill? Kamu sayang gak sama aku?" Tanya Anhar tiba-tiba.

Dilla terdiam. Ia belum menjawab pertanyaan Anhar yang menurutnya membingungkan. Ia tak tahu apakah ia menyayangi Anhar atau tidak, tapi yang Dilla tahu jika ia nyaman dan bahagia jika bersama Anhar.

"Aku ragu. Aku gak tahu apa ini sayang atau apa. Yang jelas aku nyaman dan bahagia kalo sama kamu." Jawab Dilla dengan keraguan.

"Itu namanya cinta. Percaya padaku. Kita memang benar-benar saling mencintai." Ucap Anhar untuk meyakinkannya.

Dilla terdiam lagi. Dirinya memang benar-benar rumit jika bersangkutan dengan hati. Terkadang ia tak benar-benar mengetahui sinyal hatinya sendiri.

"Kamu mau kan jadi pacarku? Aku bisa bantu kamu. Bantu kamu biar kamu gak ragu jika kamu benar-benar mencintaiku." Ucap Anhar sambil memegang kedua tangan Dilla dan mengelusnya dengan perlahan.

Dilla tak menjawabnya. Ia sedang berusaha keras untuk memikirkan sesuatu. Ia memikirkan bagaimana mana caranya agar ia bisa mengetahui perasaannya kepada Anhar.
Tatapan Anhar menguncinya seperti hatinya yang telah mengunci Dilla. Ia memberikan tatapan yang benar-benar meyakinkan untuk membuat Dilla yakin jika dirinya benar-benar serius.

"Maaf."

Satu kata yang di ucapkan Dilla benar-benar membuat Anhar sangat kecewa. Padahal ia benar-benar menyangka jika Dilla akan menerimanya.
Dilla tak berani menatap Anhar. Ia benar-benar tak mau melihat wajah Anhar yang terlihat kecewa. Ia hanya ingin melihat Anhar tersenyum dan melihat sisi baik dari keputusannya.
Ia benar-benar tak mau membuatnya merasa terganggu dengan hal yang di sebut 'pacaran'. Ia merasa terlalu muda untuk berpacaran saat ia baru saja masuk SMA.
Ia tahu beberapa pengalaman dari temannya yang berpacaran. Mereka begitu sedih saat pacarnya tak ada atau bahkan mereka menangis saat mereka putus. Hal itu sebenarnya yang membuat Dilla tak mau berpacaran.
Dilla perlahan menatap Anhar dan mencoba memberinya penjelasan.

"Aku gak tahu. Tapi aku rasa gak mau pacaran saat SMA. Kita udah bahagia kan meskipun gak pacaran?"

Anhar mengangguk. Ia memang sudah bahagia jika bersama Dilla. Tapi ia benar-benar serius mencintai Dilla.

"Aku cuman mau punya hubungan kita jelas. Itu aja." Jawab Anhar.

"Aku tanya kamu. Apa kamu nyaman sama aku? Apa kamu bahagia kalo kita sama-sama?" Tanya Dilla mendesak.

"Aku cinta sama kamu flow. Bahagia dan nyaman itu gak usah di tanya."

Dilla tersenyum dengan jawaban Anhar yang membuat perasaannya hangat.

"Ya udah. Kita sama-sama nyaman dan bahagia. Aku rasa itu cukup." Ucap Dilla untuk meyakinkan Anhar jika status bukanlah hal penting.

Anhar mengangguk mengerti. Lalu ia membawa tubuh Dilla agar lebih dekat padanya sehingga ia bisa memeluknya.
Anhar memeluk Dilla sambil mengusap pundaknya.

"Tapi kamu harus janji. Kamu gak boleh jauh dariku."

Dilla melepaskan pelukan Anhar kemudian ia mengangguk.

"Kamu pun harus janji." Ucap Dilla.

Anhar mengangguk lalu melemparkan senyuman terbaik yang ia miliki pada Dilla.

"Janji gak jauh dari lo, Anhar?" Tanya Dilla pada dirinya sendiri.

"Tapi nyatanya lo langgar janji yang lo buat sendiri." Sambung Dilla.

"Jangan pernah buat janji. Lo gak perlu janji kalo lo gak bisa buat janji itu jadi nyata." Ucap Dilla di dalam hatinya.

Be My Future [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang