#63 : Jahat

164 9 1
                                    

Aku membuka mataku sambil menatap sekitar. Aku dimana?
Aku kembali berpikir dan baru sadar ini di kamarku sendiri.
Tapi sekarang kamarku banyak sekali bunga-bunga. Anhar? Ini pasti ulahnya. Tapi dimana dia sekarang?
Aku menatap jam di kamarku yang menunjukan jam setengah tujuh. Aku menghela nafas kasar. Ia pasti telah pergi ke Singapura.
Seingatku terakhir aku sedang di antar oleh Anhar pulang ke rumah. Pasti ia tak membangunkanku saat ia akan berangkat.
Aku menatap telponku yang berbunyi. Anhar ternyata yang menghubungiku.

"Pagi sayang.." Ucap Anhar di sebrang sana.

"Apa sayang-sayang? Aku benci."

"Why? Ada yang salah?"

Aku mematikan telponnya. Aku masih marah padanya karena ia tak membangunkanku saat ia berangkat. Padahal aku ingin memberi kesan baik saat ia akan Singapura, tapi ia malah. Ahh sudahlah..
Aku mengeluh terus seperti ini tidak akan membuatnya datang kemari.
Daripada aku terus saja seperti ini, lebih baik aku mandi dan sarapan.
Namun sebelum aku pergi ke kamarmandi, aku mendengar ponselku berbunyi lagi. Pasti Anhar.

"Hallo Dilla?"

"Mmmm?"

"Kenapa tadi dimatiin?"

"Mau aja. Nanti ngobrolnya, aku mau mandi."

"Bentar....

Aku mematikan telponnya dan langsung pergi ke kamarmandi.
Saat mandi pun aku terus saja mengumpat kesal pada Anhar. Bisa-bisanya ada lelaki seperti dia di bumi ini.
Aku bahkan tak mengerti jalan pikirannya. Apa ia tak ingin bertatap muka dengan pacarnya sendiri sebelum ia pergi selama 2 tahun?
Aku dengan segera menyelesaikan mandiku dan berdandan sebentar. Saat aku sedang menata rambut, aku menemukan kotak persegi panjang berwarna merah muda. Aku membuka isi kotak tersebut dan ternyata isinya kalung yang berinisial 'AF'. Ini pasti dari Anhar, siapa lagi jika bukan dia.
Aku tersenyum saat melihat huruf 'AF' menggantung di kalung ini. Dia berhasil menyogokku dengan kejutan ini. Di mulai dari bunga-bunga yang menghiasi kamarku dan sekarang kalung yang berinisialkan namanya.
Aku memakai kalung pemberian Anhar. Aku tersenyum menatap pantulan diriku sendiri yang memakai kalung itu. Seandainya saja dia yang memakaikannya padaku.
Aku melanjutkan menata rambutku. Setelah beres aku segera ke bawah untuk sarapan karena daritadi perutku terasa lapar.
Hari ini aku sarapan sendiri. Ayah dan Ibu belum pulang. Anhar yang biasanya menemaniku sarapan pagi kini dia telah pergi. Hanya si Bibi saja yang ada dan dia sedang menyimpan minuman ke hadapanku.

"Bi?" Tanyaku.

"Iya. Ada apa non?"

"Kemarin Anhar yang bawa Dilla ke kamar?"

"Iya. Bibi sempet kaget Anhar gendong non. Kirain pingsan."

"Anhar titip sesuatu gak?"

"Ngga tuh non."

"Ah iya kalo gitu gak apa-apa."

"Kalo gitu Bibi ke belakang dulu ya."

Aku mengangguk dan si Bibi pun pergi entah kemana. Setelah menghabiskan sarapanku, aku malah berbicara terus di dalam hati. Hanya merenungi rumah yang sangat sepi.
Aku bergegas pergi ke kamar untuk membawa ponselku dan sekaligus aku akan pergi. Malas sekali berdiam di rumah yang sepi seperti ini.
Sebelumnya, aku memberitahu si Bibi bahwa aku akan pergi dengan Clara dan menanyakan kunci mobilku. Hari ini aku ingin membawa mobil sendiri.
Aku pergi ke rumah Clara. Namun saat aku ke rumahnya tak ada siapa-siapa. Aku pun mencoba menghubungi Clara, tapi nomornya tak aktif.
Sepertinya aku akan pergi ke rumah Fira. Lagian aku belum melihat rumah baru Fira dan Adi. Baru saja sampai di depan rumah Fira, ia berlari ke arahku dan langsung menyapaku.

Be My Future [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang