Setelah bertemu dengan Hadi dan mendengarkan penjelasannya membuat bibirku enggan berbicara. Bahkan aku tak sadar telah memeluk Anhar. Saat perasaan terasa sudah membaik, aku melepaskan pelukannya.
Di perjalanan pun aku tetap diam."Dill?" Tanya Anhar.
Aku menoleh ke arahnya.
"Are you okay?" Tanyanya lagi.
Aku hanya menjawabnya dengan anggukan pelan. Tak terasa karena sejak tadi pikiranku entah kemana, tiba-tiba saja aku sadar sudah sampai di depan rumahku.
Anhar membukakan pintu mobilnya untukku padahal hal itu tak perlu di lakukan olehnya. Aku diam dan hampir seperti bersikap dingin. Tak mengucapkan terimakasih atau bahkan senyum kepada Anhar karena telah membukakan pintu mobilnya.
Aku langsung saja berjalan ke rumahku. Tapi, Anhar menarik tanganku dan membuat aku berhenti sebentar.
Aku menatapnya seakan berkata 'ada apa'. Tapi nyatanya dia hanya diam saja. Karena dia tak berbicara sepatah kata pun, aku kembali berjalan ke rumah.
Aku melihat ke sekitar rumah. Sepi. Tidak ada orang di pandanganku. Aku berpikir mungkin Ibu ada di kamarnya dan si bibi sedang di belakang. Tanpa berpikir lagi, setelah mengetahui tak ada orang di sini aku langsung saja pergi ke kamar.
Tapi baru saja aku masuk kamar, aku mendengar bel berbunyi. Aku menghiraukan bunyi itu karena seseorang mungkin akan membukakan pintunya.
Menyimpan tasku sembarangan, aku langsung saja membaringkan tubuhku di kasur sambil menutup mataku dengan 1 lenganku.
Tapi tak lama aku menutup mataku, aku mendengar seseorang masuk ke kamarku. Aku menoleh sebentar untuk melihat siapa yang datang. Ibu dan Anhar ternyata orangnya. Aku kemudian mencoba untuk duduk, tapi Anhar melarangnya. Kemudian dia menempelkan kompresan pada keningku."Udah istirahat aja. Kamu panas."
Aku tersenyum lemah pada Anhar.
"Makasih." Ucapku.
Dia mengangguk sambil mencoba membalas senyumanku tadi.
"Aku pulang ya.." Ucap Anhar.
"Iya. Hati-hati.."
Aku terbangun, dan langsung melihat jam. Ternyata sudah jam 4 sore. Dengan langkah yang masih berat aku mencoba menuruni tangga dan pergi ke dapur.
Ada Ibu di dapur sedang mengaduk sesuatu yang ku tebak adalah teh. Ibu senang sekali membuat teh hangat ketika cuaca sedang dingin seperti ini.
Aku membawa sesuatu dari kulkas, sesuatu yang bisa aku makan. Tapi saat aku akan membawa yoghurt, Ibu menahan tanganku seolah melarang aku membawanya. Aku menatapnya dengan binggung, lalu Ibu malah membawakanku air putih hangat.
Aku membawa segelas air putih hangat itu ke ruang keluarga untuk sejenak bersantai sambil menonton tv.
Saat sedang menonton tv, aku teringat ada tugas kuliah yang harus segera aku kerjakan. Aku pun segera pergi ke kamar untuk membawa Macbook.
Ibu mengetahui aku pergi dari tempat sambil sedikit berlari, bertanya padaku yang membuatku menghentikan langkah."Kenapa?"
"Ngerjain tugas." Jawabku sambil menghentikan langkah.
"Kerjainnya disini, sambil nunggu Ayah pulang."
Aku mengacungkan jempol pada Ibu dan langsung pergi. Aku kembali lagi saat semua yang aku butuhkan sudah aku bawa.
Aku berkonsentrasi mengerjakan tugas agar segera selesai dan ingin segera bersantai. Sudah hampir 1 jam aku bertarung dengan tugasku tapi belum juga selesai. Beberapa menit setelahnya akhirnya aku selesai mengerjakannya.
Aku kembali bersantai dengan menonton tv dan sambil memakan sedikit cemilan namun sejenak berhenti karena ponselku berbunyi. Dan nama Anhar tertera disana."Halo.. Dilla?"
"Iya kenapa?"
"Ganggu gak dill?"
"Nggak kok."
"Lagi ngapain emang?"
"Baru aja beres ngerjain tugas. Emang kenapa?"
"Ahh gak ada apa-apa. Demamnya udah mendingan?"
"Udah gak demam kok. Makasih ya udah temuin aku sama Hadi."
"Mmm.. aku paksa dia buat ngaku. Akhirnya dia mau ketemu kamu."
"Kenapa harus segitunya? Padahal aku gak apa-apa kok kalo dia nggak ngaku."
"Beneran kamu gak apa-apa? Dia gitu aja ninggalin kamu dan nikah sama oranglain? Apa itu bener gak apa-apa?"
Aku diam tak bisa menjawab pertanyaan dari Anhar. Tentu saja aku butuh alasan atau penjelasan.
"Tuh gak bisa jawab kan? Aku tau kamu itu orang yang perlu alasan jika sesuatu terjadi apalagi hal buruk. Dan kamu tau alasan aku sampe maksa Hadi? Karena aku mau kamu tau sebab dia ninggalin kamu. Biar kamu gak kejebak lagi sama orang kayak dia."
Aku diam kembali setelah Anhar berkata seperti itu. Kata-katanya membuatku sedikit tersentuh.
Namun, aku melihat Ibu sedang mendengarkanku berbicara dengan Anhar. Karena obrolanku kali ini tak biasa, aku berusaha menghindar dari Ibu dengan berjalan ke taman."Makasih.. sekali lagi makasih banget. Kamu udah perhatian banget sama aku. Tapi kenapa kamu belum aja nyerah? Padahal aku udah nolak kamu waktu itu."
"Aku nyerah gitu aja? Dan biarin kamu sama laki-laki kayak dia? Gak!
Dari awal aku emang udah curiga sama dia. Dan harus kamu tau, dari SMA rasa itu gak berubah."Aku sangat mendengarkan perkataan yang di ucapkan Anhar. Tanpa sadar mataku mengeluarkan airnya.
"Tapi aku gak bisa sama kamu, meskipun kamu udah kasih tau alasan kenapa kamu tiba-tiba aja sama orang lain. Hati aku belum sepenuhnya terima itu."
Aku tak mendengar suara Anhar. Mungkin dia sedang memikirkan menjawab perkataanku.
"Iya aku tau itu. Tenang aja sampai kapan pun aku bakalan tunggu kamu nerima aku lagi."
"Tapi kenapa kamu nunggu aku? Kamu bisa sama cewek lain kan?"
"Aku sayang banget sama kamu.. gak mungkin aku bisa sama cewek lain."
Aku mematikan sambungan teleponnya. Aku merasa gugup sendiri jika Anhar terus saja mengatakan hal yang membuatku berdebar.
Saat aku akan kembali ke rumah, Anhar menelponku kembali. Aku ragu, antara mengangkatnya dan mengacuhkannya.
Tapi aku lebih memilih mengacuhkan telpon dari Anhar dan bergegas kembali menonton tv bersama Ibu. Aku menyimpan ponselku di depan meja saat sudah bersama Ibu."Tadi Anhar?"
Aku mengangguk membenarkan perkataan Ibu.
"Ada apa? Kedengerannya gak beres." Tanya Ibu.
"Ngga bu, cuman ngomongin yang penting aja."
"Yang penting? Soal hubungan?" Goda Ibuku.
Aku tersenyum mendengar perkataan Ibu. Meskipun ucapan Ibu benar, tapi aku menyanggahnya.
"Apaan sih bu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Future [REVISI]
RomansaSEDANG PROSES REVISI DON'T COPY MY STORY⚠⚠ "Aku mencintainya, tapi bodohnya aku selalu membuatnya sedih dan kecewa. Sungguh! Aku tak bermaksud. Aku ingin mengulang waktu indah bersamanya. Tapi, sekarang Dilla milik Hadi." {Anhar Faishal} "Aku menc...