#52 : Dokter Anhar

142 9 1
                                    

Setelah selesai ngampus, tadi Reza menelponku katanya aku disuruh pergi ke cafe tempat nongkrong. Katanya Fira juga akan datang.
Aku menyetujui perkataan Reza. Awalnya usai ngampus, aku tak akan kemana-mana karena sedang tak enak badan. Tapi karena sudah lama tak bertemu Fira, aku memutuskan untuk ikut.
Tadi pagi sebenarnya Ayah menyuruhku tak pergi kuliah. Tapi aku menolaknya karena hari ini ada mata pelajaran yang penting. Ayah pun menawariku untuk di antar jemput olehnya. Tapi aku juga menolaknya karena aku tahu hari ini Ayah harus pergi ke Bekasi untuk bekerja.
Meskipun awalnya Ayah cemas takut terjadi apa-apa padaku tapi akhirnya aku meyakinkan Ayah dan akhirnya Ayah membolehkanku dengan syarat harus segera menelpon rumah jika terjadi apa-apa.
Walaupun sebenarnya dari pagi ini aku merasa pusing sekali tetapi aku tetap saja membawa mobil sendiri. Di setiap perjalan aku berdoa semoga saja aku baik-baik saja untuk menyetir dengan kepala yang pusing ini.
Sekarang aku sudah bersama Reza, Clara dan Fira. Ternyata Fira ingin memberikan undangan pernikahannya pada kami bertiga.
Dan juga memberikan kami bertiga baju untuk di pakai ke acara pernikahannya nanti. Kami bertiga sudah bilang tak usah, tapi tetap saja Fira memaksa memberikan bajunya kepada kami bertiga. Kami pun membuka kantong yang berisi baju tersebut. Dan ternyata ketiganya mempunyai motif yang sama hanya saja warnanya yang berbeda. Ada warna putih, abu dan hitam.

"Dilla warna putih, Reza warna hitam dan Clara warna abu." Ucap Fira dengan bersemangat.

Kami bertiga mengucapkan terimakasih kepada Fira dan pasti kami akan datang ke pernikahannya.

"Dill lo kenapa lo jadi pendiem gini?" Tanya Clara.

Reza dan Fira yang sedang membereskan kembali baju yang tadi sontak melihatku.

"Gue lagi kurang enak badan. Dari tadi pusing terus." Ucapku.

"Suara lo keliatan lemes gitu. Sama siapa lo kesini? Sendiri?" Tanya Clara lagi.

Aku mengangguk.

"Lo jangan sakit dong. Kalo lo gak dateng gue sedih." Ucap Fira.

"Haha.. cuman pusing doang ko." Ucapku sambil tertawa pelan.

"Gue anter ke rumah deh. Kalo lo bawa mobil lagi keadaan gini takutnya ada apa-apa." Ucap Reza.

"Tuh bener, Reza aja yang bawa." Ucap Fira.

"Oke, makasih Za. Dari pagi gue emang pengen pake supir. Cuman dia lagi pulang kampung." Ucapku.

"Lo pulang, minum obat, terus istirahat biar enakan." Ucap Fira.

Aku mengangguk lagi.

"Ya udah. Gue anter dulu Dilla." Ucap Reza.

"Byee.. hati hati di jalan." Ucap Clara dan Fira berbarengan.

Aku dan Reza pun menuju mobilku yang berada di depan cafe tersebut. Aku memberikan Reza kunci mobilnya dan kemudian masuk ke dalam.
Di perjalanan, aku berusaha memejamkan mataku namun tak bisa. Reza memegang keningku untuk memeriksaku.

"Lo panas banget. Gue anter ke dokter aja dulu." Ucap Reza.

Aku mengangguk. Membiarkan Reza membawaku ke dokter.
Saat sudah sampai di klinik, aku sedikit kaget karena Reza membawaku ke klinik milik Anhar.

"Kok kesini? Ke rumah sakit aja." Ucapku pada Reza.

"Rumahsakit tuh lama. Kalo disini kan ada Anhar, pasti bakalan cepet."
Ucap Reza.

Aku pun berjalan masuk ke dalam. Reza menyuruhku duduk di ruang tunggu.
Aku menatapnya sedang mengobrol dengan pegawai di klinik ini dan masuk ke sebuah ruangan. Namun tiba-tiba Reza keluar dari ruangan tersebut bersama Anhar yang mengenakan jas putih khas dokter. Ya, karena dia dokter disini.
Anhar dan Reza menghampiriku.

"Dia pusing katanya, sama badannya panas banget." Ucap Reza pada Anhar setelah mereka duduk di sampingku.

Anhar memeriksa suhu tubuhku dan menurutnya suhu badanku panas. Anhar dan Reza membawaku ke sebuah ruangan, mungkin ruang periksa. Namun saat aku berjalan dengan mereka berdua, pengunjung klinik banyak yang memperhatikanku.
Anhar memeriksaku saat sudah berada ruang periksa. Ia menyarankanku untuk di rawat disini hingga sore karena suhu badanku yang panas sekali.

"Tapi kalo mau langsung pulang terserah sih." Ucap Anhar.

"Lo disini aja lah. Biar cepet di tanganin kalo ada apa-apa." Ucap Reza.

Aku mengangguk setuju.

"Ya udah, kamu disini dulu. Nanti kamu makan dulu terus minum obat." Ucap Anhar padaku.

"Lo pulang aja, biar Dilla gue yang anter." Ucap Anhar pada Reza.

"Okeee.. gue balik. Ini kunci mobil lo" Ucap Reza.

Aku mengambilnya dan memasukannya ke dalam saku celanaku.

"Thank's udah bawa gue kesini." Ucapku pada Reza.

"Sipp." Ucapnya.

"Dill.. aku kesana dulu ya." Ucap Anhar.

Reza dan Anhar pun keluar dari ruangan ini. Tapi aku cegah Anhar keluar.

"Anhar?" Panggilku pada Anhar.

"Kenapa?" Tanya Anhar kembali lagi ke arahku.

"Tolong telpon Ibu, dia pasti khawatir aku belum pulang."

Anhar membawa ponselnya di sakunya dan menelpon Ibuku.

"Hallo.. Tante?"

.....

"Dilla gak bisa langsung pulang. Dia sementara di rawat dulu di klinik soalnya dia panas banget dan katanya pusing."

.....

"Iya bu."

.....

"Iya bu pasti."

.....

"Sore bu. Nanti saya langsung anter."

.....

"Iya sama-sama bu. Kalo gitu Anhar mau lanjut kerja lagi."

.....

Anhar menutup telponnya. Dan beralih menatapku.

"Udah aku bilangin. Bentar aku bawain makan dulu."

Aku mengangguk dan dia pun pergi dari ruangan ini.
Aku menatap ke sekitar ruangan ini. Sepertinya ini ruangan VIP di klinik. Pasalnya, disini ada tv dan juga sofa. Yah hampir mirip seperti ruangan rumahsakit.
Dan tanpa sadar aku telah di bangunkan oleh Anhar untuk makan. Sepertinya aku tertidur tadi.

"Nih makan dulu." Ucap Anhar padaku.

"Makasih.." Ucapku.

"Iyaa.."

Kukira Anhar akan pergi dari ruanganku. Namun, nyatanya dia malah duduk di sofa dan menonton tv.

"Gak balik kerja?" Tanyaku.

"Jagain pasien juga kerja. Ya kan?" Tanya Anhar.

"Huhh.. Modus!" Ucapku.

Dia hanya tersenyum polos padaku. Bahkan disaat seperti ini, tak menunjukan bahwa dia seorang dokter.
Setelah menghabiskan makananku, aku segera meminum obatnya dan berbaring kembali.

Be My Future [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang