____________________________________
"Sini sayang." Ucap Anhar kepada Dilla sambil menepuk-nepuk tempat tidurnya untuk membawa Dilla di dekatnya.
____________________________________Sudah beberapa kali Dilla sudah kembali ke kampus. Tapi sayangnya Anhar belum juga sadar. Setiap hari ia terus saja menjenguk Anhar, berharap ia akan segera bangun.
Dilla merasa hampa karena sudah beberapa hari Anhar tak ada di sampingnya. Setiap harinya Anhar bisa saja membuat Dilla tersenyum ataupun tersipu malu.Dilla menatap Anhar yang tetap saja tak sadarkan diri. Dilla terus saja mengelus tangan Anhar. Tanpa sadar Dilla menangis karena penyesalannya. Dilla tetap saja menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Anhar.
Dilla terkejut karena tangan Anhar bergerak. Ia menatap Anhar berharap Anhar sadar."Anhar." Ucap Dilla karena Anhar benar-benar membuka matanya.
Dilla menatap Anhar khawatir. Tanpa sadar Dilla menangis lagi. Ia sedih karena dirinya Anhar bisa seperti ini dan ia senang karena akhirnya Anhar bangun.
"Jangan nangis." Ucap Anhar pelan sambil menghapus airmata di wajah Dilla.
Dilla hanya bisa tersenyum tanpa menolak perbuatan Anhar.
"Aku kangen. Maaf gara-gara aku, kamu jadi gini." Ucap Dilla.
Anhar tersenyum sambil menggelengkan kepalanya untuk meyakinkannya jika ini memang bukan karenanya.
"Aku panggil dokter ya."
Dilla pun segera menghampiri dokter yang sedang berbincang dengan Ayahnya Anhar.
"Dok. Anhar udah sadar." Ucap Dilla kepada dokter.
Dokter itu pun segera masuk ke ruangan Anhar. Dilla, Ayah dan Ibu Anhar melihat Anhar dari luar jendela.
Dilla menatap wajah orangtua Anhar berseri-seri. Dilla tersenyum menatap mereka berdua yang sudah tak sedih lagi. Dilla berharap semoga saja ini awal yang baik untuk keadaan Anhar. Tak lama kemudian, dokter itu keluar dari ruangan Anhar."Gimana keadaannya dok?" Tanya Ayahnya Anhar.
"Dia sudah mengalami masa kritisnya. Lama kelamaan juga dia pasti membaik." Jawab dokter itu.
"Jika mau masuk silahkan. Tapi maksimal 2 orang."
Ayah dan Ibu Anhar masuk ke ruangan Anhar. Tapi sebelumnya Ayah Anhar menepuk pundak Dilla.
"Tunggu disini sebentar. Anhar pasti butuh kamu." Ucapnya.
Dilla tersenyum kepada Ayah Anhar. Dilla merasa senang sekali karena Anhar sudah siuman. Karena semakin lama Anhar tak sadarkan diri, Dilla semakin merasa bersalah. Jika saja Dilla membiarkan Anhar masuk ke rumahnya, sepertinya Anhar tak akan seperti ini.
Tak lama kemudian Widia datang dan menatap Dilla dengan tajam. Dilla menatapnya dengan bingung."Kenapa dia?" Tanyanya dalam hati.
Widia tiba-tiba saja masuk ke ruangan Anhar dengan polosnya. Dilla pun memilih pergi ke kantin sebentar untuk membeli minuman. Tapi nyatanya ia malah duduk di kantin sambil melamun.
Ia memikirkan dirinya dengan Anhar setelah ia mengingat kejadian beberapa hari lalu saat Hadi menyatakan perasaanya kepada Dilla.
Dilla benar-benar bingung dengan hatinya sendiri. Anhar bagi Dilla adalah masalalu yang sangat ia rindukan tapi sedangkan Hadi baginya adalah seseorang yang selalu menemaninya.
Dilla benar-benar mendiamkan minuman yang ia beli. Tapi tiba-tiba ada yang memegang pundaknya. Ia menatap kepada orang yang memegang pundaknya dengan terkejut."Eh Hadi. Ngapain disini?" Tanya Dilla kepada Hadi yang baru saja menepuk pundaknya.
"Baru jenguk temen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Future [REVISI]
RomanceSEDANG PROSES REVISI DON'T COPY MY STORY⚠⚠ "Aku mencintainya, tapi bodohnya aku selalu membuatnya sedih dan kecewa. Sungguh! Aku tak bermaksud. Aku ingin mengulang waktu indah bersamanya. Tapi, sekarang Dilla milik Hadi." {Anhar Faishal} "Aku menc...