____________________________________
"Padahal aku udah masuk kedokteran. Kalo kamu masuk perawat, kita jadi lebih cocok." Ucap Anhar.
Dilla tak bisa menjawab pertanyaan Anhar. Perbuatan dan tatapan Anhar benar-benar membuatnya gugup.
____________________________________Saat mereka di dalam mobil tak ada satu pun yang berbicara. Mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Namun akhirnya Anhar mencairkan suasana. Anhar tak ingin kehilangan momen yang sangat ia nantikan. Dimana ia sangat merindukannya dan berharap bisa bersama dengannya. Seperti sekarang ini.
"Apa kabar? Gimana Ibu sama Ayah sehat?" Tanya Anhar sambil sesekali menatap Dilla.
"Semua sehat." Jawab Dilla.
"Bagus deh kalo gitu." Ucap Anhar sambil mengangguk.
"Kita gak apa-apa ke supermarket dulu? Di rumah gak ada bahan apapun."
"Oke."
Anhar sesekali menatap Dilla. Namun ia fokuskan pandangannya pada jalan kembali.
Tak begitu lama untuk sampai ke supermarket. Meskipun matahari sudah terbenam sejak setengah jam yang lalu, namun mereka berdua bersyukur karena tak terjebak dengan macet.
Anhar membawa troli dan Dilla mengambil bahan-bahan yang di perlukan. Bagaikan pasangan suami istri yang sedang berbelanja. Dilla tersipu malu karena apa yang ia pikirkan hingga membuat pipinya merona akibat pikirannya itu.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya merasa bahwa pikirannya tak benar."Kamu sakit? Kok merah gitu wajahnya?" Tanya Anhar tiba-tiba.
Dilla menggeleng-gelengkan kepalanya karena pipi merahnya bukan karena ia demam. Karena Anhar tak begitu saja percaya dengan ucapan Dilla. Ia sendiri yang memeriksanya.
Anhar memegang kening Dilla untuk memeriksanya kemudian tangan Anhar turun pada pipi Dilla. Ia tak merasa hawa panas dari kening Dilla namun berbeda saat turun ke pipinya. Pipinya begitu panas."Kamu demam? Kalo demam ngapain ke kampus." Ucap Anhar.
"Nggak demam. Biasa aja."
Andai saja ia bisa berkata padanya jika sentuhan Anhar pada pipi Dilla semakin membuat pipi Dilla merah. Namun pastinya ia tak bisa melakukan itu.
Ia memaki dirinya karena bersikap memalukan dihadapan Anhar.Saat semuanya bahan telah di masukan ke dalam troli. Anhar mendorongnya ke kasir untuk membayarnya.
Sambil menunggu Anhar mengantri untuk membayar belajaannya ke kasir, ia meminta izin untuk menunggunya di parkiran. Anhar mengangguk, kemudian Dilla bergegas pergi ke parkiran.Dilla butuh waktu sebentar untuk menormalkan detak jantungnya yang berdetak kencang saat bersama Anhar.
Dilla kembali memaki dirinya karena bersikap seperti remaja yang baru jatuh cinta. Padahal usianya bukanlah remaja lagi.
Ia mengetikkan sesuatu pada Clara.To : Clara
"Ra! Gue butuh lo. Gue gugup."Tiba-tiba saja Dilla ingin mengirim pesan itu pada Clara. Dilla butuh seseorang untuk mencurahkan rasa aneh di dalam hatinya. Jika ia memendamnya sendiri, ia merasa sangat lemas.
Mereka sampai di rumah Anhar. Namun saat mereka akan masuk ke dalam rumah Anhar, ponsel Dilla berbunyi."Duluan aja. Nanti nyusul."
Anhar masuk ke dalam rumahnya sedangkan Dilla mengangkat telepon dari Clara.
"Ada apa dill? Lo gugup kenapa?"
"Gue lagi sama Anhar sekarang. Gue gugup ra. Gue ngerasa kayak ABG gitu."
"Hahaha. ABG. Anhar yang waktu itu lo ceritain?"
"Iya. Gue bener-bener malu. Sampe dia nyangka gue demam karena pipi gue merah terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Future [REVISI]
RomanceSEDANG PROSES REVISI DON'T COPY MY STORY⚠⚠ "Aku mencintainya, tapi bodohnya aku selalu membuatnya sedih dan kecewa. Sungguh! Aku tak bermaksud. Aku ingin mengulang waktu indah bersamanya. Tapi, sekarang Dilla milik Hadi." {Anhar Faishal} "Aku menc...