#48 : Biarlah berlalu

103 9 2
                                    

Mataku terbuka dan tampak di depanku ruangan yang entah tak ku tahu. Tapi aku mengamati kembali sekitar, aku kenal ruangan ini terlebih karena ini kamarku sendiri.
Aku mencoba menahan nyeri di kepalaku dan tak sengaja mengingat kejadian-kejadian itu lagi. Bahkan di setiap kejadiannya masih terekam jelas di ingatanku.
Jam berapa sekarang? Aku melihat pada diriku sendiri. Aku bahkan masih memakai dress berwarna maroon yang sudah kusut tak karuan karena di pakai tidur yang entah berapa lama olehku.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku yang ternyata Ibuku sembari membawakan nampan berisi makanan. Ibu lalu duduk di sebelahku.

"Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Ibu dengan lembut sambil jarinya membelai rambutku.

Air mata pun datang tanpa diduga membuat badanku lemas tak karuan. Dengan refleks aku memeluk Ibuku karena butuh sandaran untuk menangis. Ibu mengelus-elus pundakku dengan lembut yang membuatku sedikit lega tapi tetap saja mata ini mengeluarkan airnya.

"Kenapa bu? Kenapa dia gitu? Apa maksudnya?" Ucapku terisak.

Kami berdua diam. Mungkin Ibu pun sedang memikirkan mengapa Hadi seperti itu? Aku mengira Ibu tahu semua ini dari Anhar. Aku tahu sekali pada Ibuku, ia tidak akan tinggal diam jika mengetahuiku pulang-pulang ke rumah pingsan. Ia pasti mendesak Anhar untuk bercerita tentang kejadian kelam itu.
Jika semua ini kepura-puraan dia berbakat sekali dalam berpura-pura. Entahlah, aku tak habis pikir dengannya.

"Ibu tinggal dulu ya. Makanannya dimakan." Ucap Ibu sambil meninggalkan kamarku.

Aku sekarang ingin sendiri, akhirnya aku bangkit dari kasurku untuk mengunci pintu kamar. Agar tak banyak orang masuk ke kamarku.
Aku berjalan mendekati lemari pakaianku untuk mengganti bajuku. Setelah berganti baju aku melihat bayangan diriku dari pantulan cermin. Semuanya berantakan. Wajahku dengan makeup yang acak-acakan karena terus menerus menangis dan rambutku yang entah seperti apa bentuknya bahkan aku pun tak bisa menggambarkannya.
Melihat bayanganku sendiri di cermin sangat menyedihkan.
Sudah cukup melihat penampilan terburukku di pantulan cermin tadi aku segera menaiki kasur kembali. Sebentar ku tatap makanan yang tadi di bawa oleh Ibu tapi aku palingkan mataku dari makanan itu karena tak berminat sekali untuk makan sedikitpun.
Aku melihat ponselku yang sedang tergeletak di samping makanan yang Ibu bawa tadi kemudian membawanya. Ada banyak pesan dan panggilan dari Anhar.

From: Anhar F
"Aku pulang dulu. Biar aku urus si Hadi" (15.21)

"Kamu nggak apa-apa kan?" (17.00)

"Belum juga sadar? Wake up please. You must eat." (19.52)

"Dill?" (21.59)

"Kamu harus makan. Inget!" (22.08)

"Dilla? Kamu udah sadar kan?" (07.26)

"Hey! Kalo udah sadar bls pesan aku. Aku khawatir." (08.00)

Aku tersenyum saat melihat pesan dari Anhar. Ternyata ada juga yang mengkhawatirkanku setelah Hadi yang tiba-tiba menikah dengan orang lain. Dan kemarin ia hanya mengucapkan kata "Maaf" padahal banyak sekali pertanyaan di benakku, tapi ia malah hanya berkata "Maaf".
Aku menemukan satu nama lagi di ponselku. Hadi.

From: Hadi Putra ❤
"Maaf!" (20.00)

Kenapa hanya maaf? Apa maksudnya? Kenapa jadi begini? Padahal sebelumnya baik-baik saja.
Apa Hadi di paksa menikah dengan Safa? Atau bagaimana?
Aku menjawab pesan Anhar dan Hadi.

From: Anhar F
"Aku udah bangun."

Dan sekarang aku akan menjawab pesan Hadi. Baru saja aku akan mengetik untuk Hadi, Anhar menelponku.

"Iya Anhar?"

"Kamu udah sadar? Syukurlah. Jam berapa sadar?"

"Baru aja bangun dan dapet banyak pesan dari kamu."

"Iyalah aku khawatir. Kemarin kamu tiba-tiba lari dan pingsan. Kamu gak apa-apa kan?"

"Nggak apa-apa kok. Udah ya"

"Eh tunggu. Kamu harus makan du...

Aku sengaja mematikan panggilannya karena aku tahu ia akan memaksaku untuk makan dan yang lainnya. Aku tahu dia dokter makanya ia menyuruhku ini dan itu terlebih yang berhubungan dengan kesehatan. Tapi untuk sekarang, aku sedang tak mau apa-apa.
Aku kembali membalas pesan dari Hadi setelah tadi sempat terhenti.

For: Hadi
"Cuman maaf? Apa maksudnya semua ini?"

Aku sengaja mengubah nama kontaknya di hapeku. Setelah itu aku menunggu balasan dari Hadi, tapi tak kunjung ada balasan. Aku menyimpan kembali ponselku di samping kasurku.
Dan menoleh pada makanan yang di bawa Ibu tadi seketika perutku memberontak menginginkannya tapi pikiranku menolaknya. Tapi aku berpikir aku harus tetap hidup dan harus memakan sesuatu untuk bertahan hidup. Aku tak boleh seperti ini.
Akhirnya aku memakan roti panggang dan susu yang Ibu bawakan tadi karena perutku sudah sangat memberontak. Bayangkan saja hampir 20 jam aku tak sadarkan diri dan tak makan apapun. Roti panggang dan susu pun hanya beberapa menit di habiskan olehku. Ku rasa cukup untuk sekedar mengganjal perutku agar tak terlalu kosong. Lalu aku menatap lagi ponselku tak ada balasan dari Hadi. Padahal aku menunggu penjelasannya. Kenapa?

Be My Future [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang