#18 : Khawatir

166 10 3
                                    

____________________________________
Ia harus memilikinya seutuhnya.
"Apa harus gue nembak dia?" Tanyanya dalam hati.
____________________________________

Dilla menyimpan ponselnya karena ia merasa haus. Ia pun menuruni tangga dan pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
Dilla kembali lagi ke kamarnya setelah rasa hausnya hilang. Ia menatap ponselnya kembali. Entah kenapa tangannya tiba-tiba ingin menghubungi Anhar kembali.

"Hallo? Kenapa tadi mati?"

"Hallo?"

Dilla terdiam. Itu bukan suara Anhar.

"Ini siapa ya?"

"Apa ini keluarga korban?"

"Korban apa ya?"

"Yang punya hp ini kecelakaan."

Raut wajah Dilla tiba-tiba berubah. Kakinya tiba-tiba merasa lumpuh.

"Apa maksudnya?"

"Iya. Pria yang punya hp ini baru saja kecelakaan. Dia mau di bawa ke rumah sakit."

Dilla merasa sesak di dadanya. Lebih sesak dari pada melihat Anhar bersama wanita itu hingga membuat Dilla tanpa sadar menitikkan air mata.

"Rumahsakit mana?"

"Rumahsakit kebonjati."

"Saya kesana."

Dilla panik. Ia segera mengambil mobilnya tapi Bi Ira terus saja bertanya-tanya.

"Temen Dilla kecelakaan."

Dilla langsung pergi ke rumah sakit yang seperti yang dikatakan bapak-bapak dalam telepon tadi.
Saat sudah sampai dirumah sakit Dilla sempat melihat Anhar di bawa ke ruang IGD dengan berlumuran darah dan tak sadarkan diri. Dilla benar-benar tak percaya. Kakinya tiba-tiba melemah saat menatap keadaan Anhar.
Dilla duduk di ruang tunggu. Tapi tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.

"Iya ada apa pa?" Tanya Dilla.

"Neng Dilla ya?" Tanyanya lagi.

"Iya pa." Jawab Dilla.

"Bapa yang tadi di telepon. Ini hpnya pria tadi." Ucapnya sambil menyerahkan ponselnya pada Dilla.

"Iya. Makasih ya pak." Ucap Dilla.

"Iya, sama-sama neng. Mobilnya lagi di urusin sama polisi."

"Iya pak. Sekali lagi makasih."

Bapak itu pun pergi dari dekat Dilla. Ia sekarang  hanya bisa diam dan menangis di ruang tunggu. Ia benar-benar khawatir kepada Anhar. Hingga akhirnya Dilla menelpon Hadi.

"Iya Dill?"

"Hadi.. Hiks..hiks" Ucapnya sambil menangis.

"Kenapa Dill?" Tanya Hadi cemas.

"Anhar masuk rumahsakit. Kesini ya? Gue sendiri disini."

"Iya. Tpi lo baik-baik aja kan? Rumahsakit mana?"

"Gak apa-apa. Gue di rumah sakit kebon jati. Cepet ya di."

"Iya, gue kesana. Bentar ya."

Hadi mematikan teleponnya. Ia meninggalkan makanan yang baru saja ia pesan dan segera pergi ke rumah sakit.
Dilla hanya bisa diam dan menunggu dokter keluar dari IGD tersebut. Ia gelisah menunggu Hadi dan gelisah dengan keadaan Anhar. Sepertinya rasa khawatirnya membuat kepalanya pusing.
Tak lama kemudian Hadi datang. Dilla berlari memeluknya dan menangis. Ia benar-benar khawatir kepada Anhar. Apalagi ia melihat luka Anhar yang serius.

Be My Future [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang