"Pokok nya kita putus!!"
Suara cempreng itu menggema ke seantero sekolah. Audi yang baru saja masuk ke pelataran sekolah hanya menghela nafas malas.
Ya, hampir setiap hari dalam satu tahun ini dia mendengar kata—ralat, kalimat itu di pagi yang cerah ini dan mendadak menjadi mendung setelah terdengar kalimat itu, dia sampai bosan mendapat sarapan pagi dengan kalimat yang menurutnya sangat 'kramat'. Dan sebagai makan siangnya ia selalu mendengar kalimat 'kramat' lainnya, "kamu mau nggak jadi pacar aku?" Dari cewek lain dan dibalas anggukan dari cowok itu.
Rasa nya dia ingin mencakar cowok yang seenak nya putus dan langsung pacaran dengan cewek lain. Dalam setahun ada tiga ratus enam puluh lima hari. Apakah cowok itu memiliki tiga ratus enam puluh lima mantan setiap tahun nya? Audi nggak bisa membayangkan bila dia mempunyai mantan sebanyak itu. Satu mantan aja sampai sekarang belum bisa membuat dia move on. Apa lagi tiga ratus enam puluh lima itu? Argh membuat gerah saja pagi-pagi.
Audi membenarkan letak kacamata tanpa minusnya lantas mulai melangkah menuju kelas nya. Dia melewati tanpa peduli sekumpulan murid-murid yang sedang menontoni aksi minta putus itu.
Mungkin besok dia akan berangkat pagi sekali dan mendekam di perpustakaan waktu siang hari agar tidak mendengar dua kalimat 'kramat' itu.
"Audi!" Panggil seseorang dari belakang yang secara otomatis membuat Audi menengok. Deva. Sahabat Audi. Deva ini salah satu teman nya dari di London dulu.
Waktu Audi pindah ke Jakarta. Entah sengaja atau tidak, Deva juga pindah ke Jakarta dan di sekolah yang sama, Wesley School. Deva bercerita kalo sewaktu di London dulu dia sering memperhatikan Audi, tapi dia takut untuk berkenalan dengan Audi karna dulu pacar—mantan Audi itu sangar kalau ada yang mendekati Audi.
Awalnya Audi nggak percaya sama Deva karena dia masih trauma sama temen-temen nya di London, termasuk mantannya itu yang memanfaatkan dan sekaligus berselingkuh dengan sahabatnya saat itu, tapi Andira—mama Audi—meyakinkan Audi, karna Deva itu anak dari salah satu sahabatnya Andira. Mulai saat itu ia belajar untuk menerima Deva.
Di Jakarta, dia merubah gaya pakaian, rambut dan penampilan lainnya sehingga terlihat seperti anak nerd. Ya itu satu-satunya cara yang ada di otak pikiran seorang Audira Ivanna Mahardika untuk mendapat teman yang benar-benar tulus tanpa mengincar hartanya, lebih tepat harta ayahnya karena ayahnya adalah seorang pemilik perusahaan ternama di Jakarta yang memiliki anak cabang perusahaan yang tersebar di Pulau Sumatra, Pulau Jawa, dan Bali.
Dan tidak lupa juga, Audi tidak menulis nama belakangnya, 'Mahardika' di setiap buku atau absen. Karena kalau ada yang tau Audi menyandang nama 'Mahardika' bisa saja teman-teman muka duanya bermunculan. Kan manusia zaman sekarang gitu. Berteman memandang status sosialnya.
Ya, kira kira begitu.
"Ada apa, Dev?"
"Hehe nggak apa-apa, ke kelas bareng yuk." Deva nyengir tiga jari dan merangkul Audi. Audi hanya memutar bola mata nya malas. Bukan malas karena dirangkul Deva, tapi malas ditatap tajam sama orang-orang—lebih tepatnya cewek-cewek di koridor ini, karna Deva bisa dibilang ... ganteng.
***
"Jamkos woy! Guru guru pada rapat!"
Teriak Rafi—ketua kelas 11 IPA 1 di depan kelas yang langsung membuat kelas ricuh dengan sorakan gembira dari masing masing murid di kelas ini. Ya, tiga jam mata pelajaran Pak Komar, guru matematika, hari ini lewat. Siapa yang nggak seneng? Nenek nenek jungkir balik juga seneng kalo pelajaran yang nggak disuka nya lewat, termasuk Audi. Deva yang nggak suka pelajaran matematika nyengir kegirangan dan langsung mengumpul bersama teman-temannya.
Sedangkan Audi? Dia mengambil headset di tas hitamnya lantas menjejalkan headset tersebut ke kedua telinganya. Audi selalu membawa headset ke sekolah untuk mendengarkan lagu sambil membaca sebuah novel, entah itu novel teenfiction, fantasy atau yang lainnya.
Kali ini Dia membaca novel teenfiction yang menceritakan seorang sahabat yang saling suka. Klise? Memang, tapi Audi suka alur ceritanya. Walaupun ujung-ujungnya mereka bersama.
Audi memutar playlist di ponselnya dan lagu Show You milik Shawn Mendes mulai terdengar di kedua telinganya.
Audi membaca sebaris kata yang tergabung menjadi sebuah kalimat dan mulai terlarut dengan novel apa yang dia baca ...
"Dii!"
Hingga Deva menghancurkannya.
Audi menghiraukan panggilan Deva tanpa berniat menengoknya dan tetap melanjutkan kegiatan membaca tanpa peduli.
"Audira!" Panggil Deva lagi sambil menoel-noel bahu Audi. Astaga, ganggu banget sih?
Audi menengok dengan tatapan tidak bersahabat ke arah Deva yang baju osisnya sudah berganti dengan jersey basket kesayangannya, pasti dia mau nyuruh aku nonton pertandingan dia. "Apa sih, Dev? Berisik tau nggak?"
"Ya elu dipanggilin nggak nengok-nengok," cibir Deva. Audi berdecak mendengar ngeles-an Deva.
"Yaudah, lo mau ngomong apa?"
"Nonton yuk, gue mau tanding basket nih sama kelas sebelah," ajak Deva.
Nah kan bener.
"Males," tolak Audi mentah-mentah.
Audi males menonton Deva tanding basket. Waktu itu Deva pernah mengajak Audi menonton pertandingannya, dan tebak apa yang terjadi? Setelah pertandingan selesai Audi ditinggalin sama Deva sendirian padahal tu anak janji mau nganterin pulang. Ketika besoknya Audi bertanya alesannya sembari misuh-misuh, Deva hanya menjawab, "lupa gue, Dii, hehe sorry ya. Janji deh gue beliin es krim sebagai permintaan maaf."
Kali ini Audi tidak ingin hal seperti itu terjadi untuk ke dua kalinya. Alhasil Audi kembali membaca buku dan tidak menanggapi rengekan ala anak TK-nya Deva. Kalau sedang seperti ini, Deva seperti anak batita berwujud anak SMA. Cerewetnya kaya anak bayi baru bisa ngomong. Kalau dia sudah merengek-rengek gitu pasti kayak episode sinetron Tukang Bubur Naik Haji deh, gak selesai-selesai, sampai panas ini kuping dengernya.
"Gue traktir mie ayam deh, Dii, kali ini. Tapi nonton yaa?" Deva memasang tampang puppy eyes yang Audi yakin para fans alay Deva pasti dibuat gemas dengan ekspresi itu dan bikin pengen nyubit pipi nya, tapi tentu saja tidak berlaku dengan Audi, rasanya dia malah pengen nabok Deva pake sepatu Pak Komar.
Audi menghela nafas panjang, kalau dia mengiyakan permintaan Deva ini, pasti bakal panjang urusannya dan bikin kepala makin pusing mendengar rengekannya. Audi juga bisa dicuekin tujuh hari tujuh malem karna nggak nurutin dia. Memang dasar manusia drama.
"Oke," ucap Audi pada akhirnya dan langsung mendapat cubitan di kedua pipi putih Audi dari Deva. Audi langsung melotot ke arahnya, dan Deva hanya nyengir tanpa dosa lalu menarik tangan Audi untuk segera beranjak.
"Yuk, ke lapangan sekarang."
Audi hanya pasrah dan mengikuti langkah panjang Deva yang berjalan menuju lapangan basket.
***
TBC...
Part 1 nihh. Semoga suka!
-flowercony
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's on Fire
Teen FictionAudira Ivanna Mahardika. Gadis cantik yang berpura-pura menjadi nerd untuk mencari teman yang tidak mengincar hartanya. Ia dulu pernah bersekolah di London, namun semua temannya hanya mengincar hartanya saja. Termasuk mantan pacar nya saat itu yang...