Bagi Audi, tidak ada yang lebih berlebihan di dunia ini selain mamanya. Waktu Audi pulang sore itu—hari dimana terjadi acara jambak-jambakan antara Audi dan Laura—dengan diantar Deva, mamanya memandang tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya, tidak lupa diikuti histerisan lebay khas mamanya. Bahkan beliau sampai memanggil maid untuk menyubitnya, memastikan kalau beliau tidak bermimpi, lantas menepuk—lebih cocok disebut menabok—Audi, memastikan kalau orang yang ada di hadapannya bukan halusinasi semata.
Audi sudah mendengus keras ketika mamanya melotot dan jejingkrakan. "INI BENERAN AUDIRAAA??!"
Kurang berlebihan apa lagi?
"Bukan! Setan!"
"Nggak, kok! Tadi mama nabok, tangan Mama nggak nembus."
"JADI MAMA MEMANG BERNIAT NABOK AKU BENERAN??? Aku kira nggak sengaja kekecengan!!"
"Ehehe, kalo udah ngegas gini Mama yakin ini Audi asli."
Audi mendengus. "Nyokap siapa, sih?"
"Heh! Kalo nggak ada Mama, kamu nggak akan ada di dunia!" Mama melotot. "Cepet cerita kenapa kamu pulang dengan penampilan kayak gini? Ke mana kacamata kamu??"
Audi menghela nafas, lantas melenggang masuk ke kamar setelah mengucapkan kalimat kalau dirinya benar-benar lelah dan tidak mau berdrama dengan beliau. Hari ini energi dan emosinya terkuras sangat banyak. Karena masih sangat menyayangi anaknya dan anaknya itu memang terlihat benar-benar lemah, beliau membiarkannya, lantas membawakan segelas teh dan malkist ke kamar Audi ketika dia masih mandi. Kalau sedang dalam mode waras, mamanya ini kadang mengharukan.
Keesokan harinya, beliau malah mendapatkan cerita apa yang menyebabkan Audi bisa berpenampilan seperti mimpi dari Deva—dan tanpa diduga, diikuti oleh Arlen yang ikut bercerita (beliau tidak tahu kalau ternyata Deva dan Arlen ternyata berteman sedekat itu).
Setelah mengetahui penyebab dan keseriusan Audi yang tidak ingin menyamar lagi, beberapa hari setelah Audi memasuki sekolah dengan penampilan biasa, di sini lah mereka, di halaman belakang rumahnya, dengan panggangan barbeque dan banyaknya bahan makanan siap dipanggang. Yang Audi semakin kehilangan kata-katanya lagi, ketika melihat papanya yang jarang menunjukan emosinya, malam ini terlihat sangat sumringah.
Normalnya, Audi akan mendengus melihat kelebayan mama malam ini dengan mengadakan barbeque dan mengundang kerabat dekat serta teman-teman Audi. Tetapi sejenak, dirinya menjadi emosional.
Sebegitu berdampak-besarnya kah ketepurukan Audi kemarin bagi orang tuanya?
Rasa bersalah mulai merambati dirinya.
Sebanyak apapun Audi sering menjawab omongan mamanya, membuatnya bersedih adalah perbuatan yang sangat tidak ingin dia lakukan seumur hidup. Dia sering menjawab karena mamanya memang suka setidak jelas itu. Tapi tentu Audi tidak benar-benar menjawab omongan mamanya. Terlebih lagi kalau omongan serius.
"Melamun, huh?"
"Eh?"
Senyuman tersinggung, lantas Arlen mengambil gelas jus apel dari meja yang berada di hadapan Audi.
"Jangan melamun, dong, nanti kesambet, loh,"
"Iya, sih. Ini setannya lagi di depan gue."
"HEH, ganteng-ganteng gini masa dibilang setan?!"
Audi terkekeh. "Mirip."
"Reina bisa sedih kalo hasil dandanannya dibilang mirip setan."
"Ini Reina yang dandanin lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's on Fire
Teen FictionAudira Ivanna Mahardika. Gadis cantik yang berpura-pura menjadi nerd untuk mencari teman yang tidak mengincar hartanya. Ia dulu pernah bersekolah di London, namun semua temannya hanya mengincar hartanya saja. Termasuk mantan pacar nya saat itu yang...