26 // Teman Baru

22.3K 984 7
                                    

Dulu, Audi bisa dengan santainya berjalan di koridor sekolah, tanpa ada rasa resah menggeluti hatinya. Terlebih Audi sering memilih datang pagi-pagi sekali untuk menghindar dari tatapan orang. Audi memang bukan siswi yang menonjol di sekolahnya. Namun bukan berarti para siswa-siswi di sekolahnya itu tidak punya mata untuk melihat sosok Audi. Memang kebanyakan dari mereka sempat melirik Audi dan lebih memilih tidak menganggap keberadaannya, tapi ada beberapa juga yang bermulut comel yang rasanya kalau tidak menatap Audi dari atas sampai bawah dan mencibir badannya bisa gatal-gatal.

Lain lagi bila Audi berjalan berdampingan dengan Deva. Bisa dipastikan banyak pasang mata yang lebih memerhatikannya—terutama Deva. Sering terdengar samar decakan sebal dari beberapa pasang mata. Tapi apa daya mereka untuk menentang Deva yang berteman dengan Audi. Adanya mereka malah kena semprot Deva. Dan pada akhirnya mereka memilih bungkam dan memendam kekesalannya sendiri karena cowok ganteng seperti Deva lebih mememilih berteman dengan Audi dari pada mereka yang merasa dirinya lebih cantik.

Dan hari ini tidak seperti dulu. Audi tengah ditarik paksa oleh seorang gadis dari ujung koridor gedung kelas sebelas sampai ke toilet perempuan—yang berjarak beberapa ruangan dari kelasnya— hal itu menyebabkan mengundang perhatian beberapa siswa yang sudah datang lebih dulu ke sekolah. Padahal ini masih cukup pagi. Diliriknya nama yang tertera di bet seragam gadis itu.

Nadhita.

Audi menduga ia akan di-bully seperti yang lalu-lalu. Setelah meyakini suasana toilet sepi tidak ada satupun orang selain mereka berdua dengan membuka semua pintu bilik satu persatu, gadis itu merogoh ponsel di kantung seragamnya lalu memilih opsi galeri dan menunjukan sebuah foto secara tidak sabar dan terkesan terburu-buru. Di ponselnya terdapat foto sebuah ruangan besar yang terdapat banyak orang berpakaian formal di mana-mana, tapi bukan itu yang Audi perhatikan, melainkan ada seorang gadis mengenakan long lace dress berwarna silver seperti tengah mengaduk makanan tanpa berniat dimakan berada di antara ramainya orang-orang di ruangan tersebut.

"Ini lo kan?"

Sial.

Audi sontak membeku berusaha memahami situasinya sekarang. Otaknya terlalu serat untuk mengerti. Tenggorokannya tercekat seperti ada jarum yang menusuk-nusuk. Nada bicara orang di depannya juga sulit untuk Audi artikan. Kemarin Arlen, Sekarang orang ini. Kepala Audi benar-benar ingin pecah dan memang seperti akan pecah bila tersentuh sedikit saja.

Aroma pinus khas pembersih toilet yang masih tercium—karena ini masih pagi sekali dan otomatis toilet belum digunakan sepenuhnya—menemani keheningan di antara mereka. Itu Audi. Gadis di foto tersebut adalah Audi. Audi sudah tertangkap basah. Ditatapnya gadis bernama Nadhita itu dengan sorot terkejut-takut-kesal-penuh kehati-hatian yang Nadhita sendiri bingung mengartikannya.

Setelah menerka bahwa tatapan Audi tidak dapat digolongkan baik, Nadhita menghela nafas yang sempat tertahan akibat pertanyaannya sendiri dan merilekskan tatapannya. Sebenarnya Nadhita juga masih tidak percaya bila gadis di fotonya itu memang benar Audi. Siswa yang ia ketahui nerd di sekolahnya. Tapi berada diacara yang megah dan dengan penampilan yang sangat berbeda. Wajar kan bila Nadhita terkejut?

Seolah bisa membaca pikiran awal Audi, Nadhita berkata, "Pertama, gue nggak bermaksud nge-bully lo, jadi lo bisa nafas dulu,"  Audi menuruti perkataan Nadhita yang memang tanpa Audi sadari ia menahan nafas. Audi beberapa kali mengambil nafas dan tersisip sedikit nafas lega karena ia merasa penilaiannya terhadap Nadhita sudah plus satu. Bukan penindas.

"Kedua, gue sengaja banget dateng sepagi ini buat ngomong sama lo tentang hal ini. Gue tau banget kalo gue narik lo gini mepet-mepet bel masuk pasti bakal geger." Nilai plus lagi di mata Audi. Pengertian.

"Jadi malem Sabtu kemarin gue dateng ke acara pembukaan hotel temen bokap gue, dengan diiming-imingin banyak makanan enak sama bokap, tanpa mikir dua kali ya gue mau lah,"

Lantas mata Audi meneliti tubuh Nadhita yang bisa dibilang sedikit lebih berisi dari dirinya. Terlihat Nadhita cewek yang hobi makan. Namun walau begitu ia tetap terlihat cantik. Nadhita melanjuti penjelasannya, "Pas acara pidato, gue nggak ikut, cabut ke taman belakang hotel yang ada kolam renangnya,"

Lokasi yang Nadhita sebutkan barusan menarik kembali ingatan Audi pada kejadian ia berakhir tertidur di tempat itu bersama Arlen. Mengingat hal itu mendadak perasaan Audi menjadi gusar. Gila, kenapa gue malah keinget Arlen? Dibuangnya pikiran itu jauh-jauh dan kembali memfokuskan dirinya pada cerita Nadhita.

"Nah waktu gue rasa acara pidatonya udah selesai, gua balik deh ke ballroom, dan ternyata sesuai dugaan gue udah acara makan-makannya. Tapi nggak sengaja gue ngeliat cewek yang rasanya familier. Karena gue ngeliatnya dari agak jauh dan kurang jelas, jadi gue foto deh biar bisa gue zoom. Sambil gue jalan ke arah lo, dari jauh, gue liat lo bangun karena dipanggil orang yang gua yakinin itu nyokap lo. Eh, tapi ternyata ada Arlen juga. Gue yakin banget itu Arlen, secara dia sekelas gue dua tahun nggak mungkin banget gue nggak hafal bentuk badan dia," Nadhita sesekali mengerutkan alisnya dan menggerak-gerakan tangannya menghayati ceritanya.

"Gue denger nyokap lo itu nyebut nama Audira, gue sempet miras—mikir keras maksud gue, trus gue mau balik badan ngambil makanan, gue liat Deva di meja lo tadi. Saat itu juga gue langsung inget lo, Audira, karena lo lumayan sering sama Deva. Sekian."

Audi masih terdiam menatap mata Nadhita, mencoba mencari tanda kebohongan. Bisa saja Nadhita mengarang cerita tersebut dan kebetulan karangannya sama dengan kejadian asli. Namun hasilnya nihil.

"Jadi ... ini memang bener lo kan?" tanya Nadhita dengan hati-hati. Sepertinya cara bicara Nadhita sedikit membuat Audi cengok.

Dengan tergagu Audi mengangguk. Nadhita tersenyum. Tangannya menyentuh lengan Audi lembut. Untuk sesaat Audi merasa terkejut, tetapi ia dengan cepat mampu menyesuaikan dirinya.

"Tenang Audi, gue nggak bakal nyebar ini ke siapapun. Gue memang nggak tau atas dasar apa lo berpenampilan kaya gini di sekolah. Gue juga nggak bakal nanya karena mungkin itu privasi lo. Tapi gue bakal ngehargain apapun pilihan lo ini. Menurut gue, tau itu lo atau bukan udah sangat cukup. Gue cerita ini ke lo karena gue nggak biasa mendem apa yang ada di pikiran gue. Menunggu tiga hari buat nanyain ini ke lo adalah siksaan terberat," Nadhita terkekeh. Tipe kekehan yang menyenangkan hati.

"Gue bisa kok jadi teman lo. Itu juga kalo lo mau sih," Nadhita berkata masih dengan senyumannya walau di akhir kalimat senyumannya berubah canggung.

Audi terus menatap Nadhita penuh selidik. Mengintimidasi apakah Nadhita ingin berteman dengan Audi karena ada apanya—karena sudah mengetahui Audi yang sebenarnya. Atau memang tulus? Namun mau berapa kali Audi menyelidikinya hasilnya tetap sama. Nadhita terlihat friendly. Matanya juga menyorotkan kejujuran dan ketulusan. Sebagian hati Audi menghangat. Audi pun menyinggungkan senyumnya, "Makasih ya, udah jujur sama gue."

Sepersekian detik Nadhita dibuat terperangah melihat respon Audi ditambah lagi Audi berkata gue. Terlihat bahwa Audi memang menyembunyikan jati dirinya. Meski Nadhita sedikit bingung mengapa Audi berpenampilan nerd ke sekolah, Nadhita tidak akan pernah menanyakannya. Itu hak privasi Audi.

Sedangkan Audi, ia merasa mungkin kedepannya dapat mempercayai Nadhita. Oleh karena itu ia bersikap menjadi dirinya sendiri di depan Nadhita.

***

Mereka selesai berbincang tepat sepuluh menit sebelum bel masuk. Audi yang tidak mau ada tatapan curiga dari murid lain, menyuruh Nadhita untuk keluar toilet duluan dan disusul Audi keluar setelah beberapa menit kemudian.

Senyum Audi terukir di bibirnya walau tipis, sangat tipis, sampai orang yang melihatnya tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah senyuman. Benar kata mama, Audi harus mulai membuka diri. Audi tidak bisa seperti ini terus—yang menyembunyikan sosok Audi yang sebenarnya dan bila dihakimi secara kasar menjadi seperti berpribadian ganda.

Ok, Audi. Let's start a new chapter!

***

TBC...

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang